Kucing Wira

493 59 14
                                        

"Jae, jangan gila!"

"Gue cuma gak mau didamprat Mama lagi," jawab Jaevan masih berfokus dengan kemudi mobilnya, tidak menanggapi protes gadis di sebelahnya.

"Gue udah sehat. Turunin nggak?!"

"Nggak. Gue nggak akan biarin lo jalan."

"Trus lo mau semua orang tau kita serumah?"

"Oh, God. Tinggal bilang kita bareng dari depan, bisa kan?" kata Jaevan dengan nada frustasi.

"Gue bilang turunin, Jaevan."

Jaevan menghela nafasnya, lalu menurut untuk menghentikan mobilnya. Alena kemudian dengan cepat melepas seatbeltnya dan turun begitu saja.

Setelah itu Jaevan tidak buru-buru menginjak gasnya, dan menunggu si gadis berjalan agak jauh. Jaevan lalu menjalankan mobilnya pelan, memastikan jika Alena baik-baik saja. Sampai ia melihat ada seseorang yang menghampiri Alena dan gadis itu terlihat begitu ceria melihatnya, sangat berbeda seperti ketika Alena saat melihat Jaevan.

Kurang lebih seperti inilah hubungan Jaevan dan Alena. Bisa dibilang hubungan mereka bukan hubungan yang baik, tidak ada kata akur dalam kamus mereka berdua, tapi sepertinya takdir memaksa mereka untuk bergantung pada satu sama lain.

.
.
.


Jika dilihat dari luar, Jaevan sangat tidak terlihat seperti tipe anak yang akan bolos di jam pelajaran, tapi hal itu yang dia lakukan sekarang. Jam istirahat kedua adalah waktu yang ia pilih, dan UKS adalah tempat favoritnya, dia bahkan sampai mengenal dokter jaga di sana. Untungnya hari ini dokter jaga itu sedang absen, jadi Jaevan tidak perlu basa-basi mencari alasan. Ia langsung berbaring di kasur pojok langganannya.

"Ini kenapa obat merahnya ditaruh atas banget sih, ah?!"

Baru saja Jaevan memejamkan matanya, ia sudah terusik dengan suara perempuan yang sangat berisik.

"Kenapa gak ditaruh ke kotak P3K aja coba?"

"Tsk. Nyusahin banget ini tuh, gak tau apa ya bentar lagi udah pergantian jam? Mana guru yang ini killer lagi?!" racau gadis itu lagi.

Jaevan sebal.

Seseorang baru saja masuk dan menganggu istirahatnya yang tenang. Dia tau permasalahan orang itu dan langsung berdiri. Bukan pure berniat membantu, tapi Jaevan hanya ingin suara berisik itu segera pergi.

"Berisik banget tau nggak?" timpal Jaevan.

Jaevan lalu mengambil obat yang dimaksud orang itu dengan mudah karena dia jauh lebih tinggi. Saat orang itu membalikkan badannya berhadapan dengan Jaevan, dia membulatkan matanya agak terkejut.

"Loh, angry chicken!" kata gadis itu.

"Bilang apa?"

Jaevan yang berniat menyerahkan obatnya terhenti. Dia lalu menatap tajam Caca yang ada di depannya, tampak tidak asing buat Jaevan. Dia lalu ingat, kalau orang di depannya ini teman yang membela Alena tempo hari yang lalu.

"Kak, saya butuh obatnya. Urgent, keburu ditunggu."

"Nggak. Lo manggil gue apa tadi?"

"Kak. Please," kata Caca sambil mendecak malas.

Jaevan masih menatap Caca, lalu pandangannya beralih ke nametag yang dipakai Caca.

"Damara Crysta..."

Setelah membaca nama di nametag Caca, dia terlihat menyeringai. Sedetik berikutnya Jaevan lalu menyerahkan obat yang di tangannya. Ia sudah mendapat apa yang dia butuhkan.

ForelsketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang