Ended

279 27 4
                                    

Saat Alena bangun, semuanya terasa berbeda. Bahkan di hari-hari berikutnya, teman-temannya masih bersikap dingin pada satu sama lain. Jika ada kesempatan untuk bersama, mereka lebih memilih untuk menghindar.

Ia tidak tau apa yang terjadi setelah ia tidak sadarkan diri, tapi Alena tau pasti ini bukan masalah yang terjadi hanya karena perdebatan antara Caca dan Kirana. Gadis itu mengenal dua temannya itu dengan baik, perdebatan seperti kemarin bukanlah yang pertama kalinya untuk mereka.

"Barang-barang lo udah diangkut semua. Masih ada yang ketinggalan?"

Alena menoleh menatap Jaevan yang menatapnya dari ambang pintu kamar. Lelaki itu melipat tangannya di depan dada, dan tidak ada yang ia katakan sejak Alena hanya memperhatikannya.

"Nggak ada," ucap Alena lirih, menjawab pertanyaan Jaevan untuknya tadi.

"Lo beneran mau pergi?"

"Menurut lo?"

Jaevan terdiam lagi, lalu Alena mendekat ke arahnya.

"Nggak usah kangen. Gue nggak ngangenin kok," canda Alena, yang akhirnya mendapat kekehan dari sang pria.

"Kangen lah, gila."

Setelah mendengarnya Alena otomatis memukul bahu Jaevan dengan sekuat tenaga, "Gak boleh gitu. Inget doi lo, inget!"

"Doi apaan?"

"Caca. Sorry nih ye kaga gue sensor," ujar Alena sembari tertawa kecil. Namun respon yang Jaevan berikan tidak seperti dugaannya.

"Kenapa? Pasti ada sesuatu kan di rumah sakit kemarin?" tanya Alena yang mencoba menebak keadaannya.

"Gue sama Brian berantem, gara-gara dia."

"Hah?"

"Gue salah. Waktu itu gue gak bisa kontrol emosi, gue panik lo masuk unit darurat lagi.. dan kayanya gue juga kepancing emosi liat Brian sama Caca, jadi gue ngomong yang nggak-nggak waktu itu."

Jaevan kembali diam, untuk menatap lurus ke arah Alena. "Maaf."

"Kenapa maafnya ke gue?"

"Gue yang bikin keadaannya runyam. Lo juga ikut getahnya kan? Hubungan kalian lagi gak baik-baik aja kan?"

Alena berpikir sejenak sebelum ia mengatakan satu kalimatnya, "Lo udah minta maaf ke Caca?"

"Udah. Gue sempet balikin buku dia yang masih di gue, waktu itu gue minta maaf dan dia bilang buat lupain aja semua."

Gadis di hadapan Jaevan itu hanya mengerjapkan matanya, lalu menghela nafas dengan dalam. "Ya... ya udah kalo gitu."

Sebenarnya masih banyak yang ingin Alena katakan, namun ia urungkan. Setidaknya ia sudah paham dengan situasi yang ia lewatkan.

.
.
.


"Caca!"

Gadis itu menoleh, saat satu suara yang familiar memanggilnya dari jauh. Caca lalu tersenyum melihat Alena yang berlari kecil ke arahnya.

"Jangan lari-lari! Gue parno lo enggap!"

Alena hanya tetawa kecil saat sudah sampai di depan sahabatnya itu, "Hehe.."

"Abis dari mana? Sendirian aja? Dean mana?" tanya Alena karena hanya ada Caca sendiri yang berjalan di koridor yang kini mereka lewati.

"Satu-satu dong kalo nanya. Gue abis dari perpus, si Dean lagi latihan buat kompetisi," jawab Caca kemudian.

Alena hanya mengangguk paham mendengarnya.

"Lo sendiri? Gak sama Kiran?"

"Gue abis dari UKS. Gue gak tau Kiran di mana, ngilang mulu itu anak."

ForelsketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang