Kirana's Dance

345 38 9
                                    

"Akhir-akhir ini ada yang lagi seneng nih?" goda Caca.

"Nemu pangeran baru kali?" timpal Kirana.

"Bener-bener ya! Rasanya baru kemarin katanya suka banget sama Kak Wira sekarang udah ganti lagi," kata Caca lagi.

Alena buru-buru sibuk membantah, "Ishh.. nggak gitu! Kemarin tuh kagum aja sama Kak Wira soalnya dia baik, manis pula, tapi kan dia udah punya cewek."

"Jadi yang sekarang pelarian doang nih?"

"Nggak lah, enak aja!" ucap Alena tidak terima sambil memanyunkan bibirnya.

Alena lalu melanjutkan kalimatnya, "Nggak inget apa dulu kalian pernah ngatain gue cupu nggak pernah naksir cowok? Eh sekarang.. Dih, tetep dikatain."

Kirana dan Caca tertawa kecil mendengarnya. Mereka lalu mengingat jika dulu Alena memang tidak pernah tertarik dengan apapun selain kura-kura peliharaannya.

"Ya tapi pelan-pelan dong, jangan langsung begini," ujar Kirana gemas.

"Ckck, dasar biji kuaci. Eh diem aja Den.. sakit gigi lu? Auranya jadi dingin ngeri ya duduk sebelah Kiran? Makanya jangan duduk di sebelah Kiran mulu," canda Caca pada Dean.

"Eng.. Nggak ya. Itu.. ya kalian ghibah masak gue ikutan," alasan Dean.

"Iya, Dean. Bener, jangan ikutan julid kaya dua manusia ini," ucap Alena sambil melirik sebal dua sahabatnya.

"Dih? Oke fix, sini Den gue ajarin ghibah plus julid yang baik dan benar!"

"Caca, ihh!"

Sedangkan Kirana hanya tersenyum tipis mendengar mereka, lalu diam mengaduk aduk makanannya. Ia memikirkan hal lain. Akhir-akhir ini kakaknya terlihat aneh, tidak fokus seperti menyembunyikan sesuatu darinya. Jujur saja, ia sedikit kecewa.


.
.
.

"M-mas Surya, Alena boleh tanya teori ini gak?" tanya Alena saat ia berjumpa kembali dengan Surya di perpustakaan.

Nama yang disebut Alena barusan berhasil membuat Kirana terdiam. Ternyata benar, orang yang dimaksud Alena selama ini benar-benar abangnya. Ternyata ini yang disembunyikan Surya. Kirana mengepalkan tangannya dan berjalan cepat pergi dari sudut lain perpustakan itu.


Karena pikirannya terlalu pusing, Kirana sampai tak sadar jika ia menabrak seseorang sampai ia tersungkur di lantai.

"Woiii!" bentak orang itu.

Brian yang bersiap memaki orang yang menabraknya, mengurungkan niatnya saat tau orang itu Kirana.

"Kiran? Lo gapapa? Kenapa gak hati-hati.. Jalan buru-buru mau kemana sih?" kata Brian sambil berjongkok didepan Kirana yang hanya diam.

Kirana yang sedang malas membuka suara memilih berdiri sendiri dan pergi tanpa sepatah kata.

Sifat posesif Kirana ke kakaknya ini bukan tanpa alasan. Kirana, anak kedua yang terlahir dengan keluarga yang cukup dikenal dan keluarganya itu memiliki standart tinggi. Kedua orang tuanya sibuk dengan urusan pekerjaan mereka, bukan hanya itu, tuntutan untuk mendapatkan prestasi yang bagus juga menjadi beban Kirana selam ini. Sayangnya, ia tidak seperti kakaknya, Kirana merasa ia tidak bisa mengimbangi kepintaran Surya.

ForelsketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang