"Baik sama mantan ya tidak salah sih Jim, tapi kalau sampai menyakiti kekasihmu yang sekarang itu juga tidak benar Jim."
"Tapi hyung, aku hanya bersikap baik, tidak lebih. Aku tidak ingin seperti orang lain yang saling membenci dengan mantan kekasih."
"Iya hyung tahu, tapi lihat sekarang hubunganmu dan mantanmu baik-baik saja, tapi hubunganmu dengan kekasimu malah jadi renggang. Kau maunya seperti itu?"
"Ya tidak hyung. Aku pikir Mina terlalu sensitif disini, aku dan Seulgi sudah tidak ada perasaan apapun, kami hanya berteman."
"Ya itu pemikiranmu. Kau tidak tahukan pemikiran Mina. Jim, kau ini kenapa jadi begini? Biasanya kau paling mengerti kalau masalah wanita."
"Entahlah hyung aku terkadang bingung harus bagaimana menyikapi Mina, dia susah sekali kutebak jalan pikirannya. Akhir-akhir ini aku merasakan kalau dia berubah."
"Berubah bagaimana?"
"Ya berubah saja. Saat kita sedang bersama aku merasakan hanya raganya saja bersamaku, tapi pikiran dan jiwanya entah kemana. Dia juga sering bermain ponsel diam-diam saat bersamaku." Jelas Jimin.
"Apa dia selingkuh ya hyung." Imbuh Jimin, wajahnya semakin kusut saja.
"Hey, jangan terlalu dini menyimpulkan seperti itu. Mungkin dia bermain ponsel untuk bermain game, kau kan pernah bilang kalau Mina suka bermain game."
"Tapi itu Mina tidak bermain game hyung, dia seperti sedang chat, dia juga sering senyum-senyum sendiri saat bermain ponselnya." Jimin tidak mau argumennya dipatahkan begitu saja.
"Heh dengar. Hubungan kalau sudah saling curiga begini biasanya berakhir dengan pertengkaran dan perpisahan. Coba kau tanya baik-baik kalau memang kau pernasaran, tapi kalau kau memang mempercayai Mina jangan sekali-kali mencurigainya."
Jimin mendengar dengan seksama nasihat dari Seokjin. Dia sungguh buntu untuk sekarang ini, biasanya dia akan menjadi pakar cinta untuk teman-temannya, tapi sekarang malah dia yang butuh pakar cinta.
"Aku tidak ingin berpisah dengan Mina, hyung." Rengek Jimin.
"Ya perlakukan Mina dengan baik kalau begitu."
"Aku sudah memperlakukan dengan baik kok." Jimin rupanya tidak mau kalah.
"Oh iya? Mina tidak akan marah kalau kau sudah memperlakukan dia dengan baik."
"Aku kurang apa sih hyung? Aku sudah sangat perhatian dengannya. Aku selalu memprioritaskannya." Sanggah Jimin.
"Priositas? Dari ceritamu tadi kau bahkan lebih mendahulukan mantanmu ketimbang Mina, jangan konyol Park Jimin." Ucap Seokjin dengan tawa mirisnya.
"Aku mendahulukan Seulgi karena dia memang harus didahulukan hyung, bukannya aku memperioritaskannya, urusannya lebih penting jadi aku ingin mengantar dia lebih dulu dan juga agar aku nantinya tidak hanya berdua dengan Seulgi kalau aku mengantar Mina lebih dulu. Kau kenapa jadi seperti Mina sih yang tidak tahu maksudku." Jimin jadi kesal.
"Ya aku mana tahu maksudmu, kau pikir Mina akan tahu juga maksudmu heuh?"
"Arghh molla, kau sama saja seperti Mina, menyebalkan!" Jimin pergi begitu saja dengan kekesalan dihatinya. Sementara Seokjin hanya geleng-geleng kepala.
***
"Eomma seharusnya tidak bersikap seperti itu kemarin, aku jadi tidak enak dengan Mina dan Jimin." Protes Seulgi pada eomanya.
"Biar saja, memang kenapa? Lagipula wanita itu tidak pantas untuk Jimin kok, kau yang lebih pantas bersanding dengan Jimin." Sahut eomma Seulgi sinis.