Pada akhirnya aku tidak benar-benar bertemu dengan pamannya Hana. Itu bagus, kan? Aku jadi bisa pulang lebih cepat ketimbang menemui kerabat Hana hanya karena membantu bocah itu. Aku tahu, jika aku di posisi kerabat Hana, aku pasti akan melakukan hal yang sama dan berterimakasih sebesar-besarnya pada malaikat penolong itu, haha. Tapi yeah, sekarang sudah malam, yang diharapkan malaikat penolong itu cuma istirahat.
Pamannya Hana masih harus mengurus beberapa tetek bengek di tempat kerjanya, benar-benar sibuk bahkan terasa saat kami ngobrol di telepon. Yeah, intinya dia cuma berterima kasih padaku karena mau membantu keponakannya. Dan seperti dugaanku, ia kelupaan kalau harus menjemput Hana. Bisa dimaklumi. Setidaknya ia tidak sedrama kakaknya.
Tapi yang pasti, Hana telah aman dan aku telah sampai di apartemenku. Apartemen yang dicarikan Ino—sahabatku yang memang penduduk asli Konoha. Dia benar-benar mencarikan apartemen yang sesuai dengan kebutuhanku. Maksudku, aku single dan memang seharusnya tidak terlalu banyak pertimbangan yang kuperlukan untuk tempat tinggal selain layak huni.
Unitku cuma punya satu kamar, yang tentu saja menjadi kamarku. Luas kamarnya hanya beberapa petak—lebih tepatnya hanya mampu menampung single bed, almari kaca dua pintu, dan meja kerja. Kemudian ruang utamanya menjadi satu dengan dapur tanpa ada penyekat ruangnya. Arm sofa berwarna hitam, counter dan kabinet dapur, juga meja makan kecil yang hanya akan muat untuk dua orang. Sangat-sangat lumayan untukku tinggal sendirian. Dan kamar mandi yang pintunya di samping kamarku.
Kemudian setelah aku selesai mandi kilat, aku segera memakai piyama dan melemparkan diri pada ranjang yang telah menyambutku dengan hangat. Tapi sebelum aku bisa menutup mata dan tidur dengan sangat nyenyak, aku mendengar bel pintu berbunyi. Aku mau saja mengabaikan si tamu yang sama sekali tidak punya tata krama dan tidak tahu waktu untuk bertamu ke tempat seseorang itu, karena demi apapun sekarang pukul sepuluh malam!
Satu nama yang terlintas di kepalaku begitu mendengar bel itu dipencet dengan brutal hingga mengeluarkan bunyi nyaring tanpa jeda. Cepat-cepat aku bergerak membukakan pintu dengan makian yang telah berada di ujung bibir, siap untuk kulontarkan pada Ino Yamanaka yang nyengir tanpa dosa dan membawa sebuah paper bag di tangannya.
"TADAA!" Ia pasti mengira kalau aku akan senang melihatnya di jam ini.
"Sialan, Babi Yamanaka! Kau tidak tahu sekarang jam berapa, huh?" makiku tapi tetap membiarkannya masuk, lebih tepatnya membiarkannya menyerobot masuk dengan wajah super semringah.
Ino cepat-cepat meletakkan pouch mengkilapnya di atas meja sebelum berbalik ke arahku dengan menarik sesuatu yang tersimpan di dalam paper bag itu. "Lihat ini, Dear! Ini adalah dress ketiga yang kubuat setelah memikirkanmu sepanjang hari! Aku sangat bangga dengan hasilnya!"
Aku mengernyitkan alis mendengarkannya dan terpana begitu kedua tangannya menjabarkan kain berwarna hitam itu di hadapanku. Jujur, short dress yang ditunjukkannya memang sebagus itu hingga membuatku enggan berkedip untuk beberapa saat, apalagi jika tahu kalau dress secantik ini adalah hasil jerih payah dari sahabat tersayangku ini. "Wow, Ino—"
Ino tertawa kecil mendengar bisikan takjupku. "Ini, kau harus memakainya!"
"Serius ini untukku? Gratis?"
"Tentu saja, Jidat sayang." Ino menyodorkan dress itu padaku selagi ia melangkah menuju counter dan menuangkan air untuknya minum. "Bos memberiku bonus setelah menyelesaikan proyek besar yang kuceritakan waktu itu, jadi jangan khawatir. Aku tidak akan bangkrut hanya karena membuatkan sahabatku baju."
Aku tersenyum kecil. "Oke, terima kasih." Amarahku benar-benar sirna karena ini, tentu saja. Kemudian aku teringat sesuatu saat mengamati pakaian yang Ino kenakan sekarang ini. Maksudku ia tidak tampak seperti akan datang ke tempatku hanya untuk menyerahkan dress ini, tapi lebih seperti orang yang akan pergi ke suatu tempat. "Hey, kau mau kemana malam-malam begini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Delicate ✓
FanfictionAku bersumpah mendengar jelas nada super bahagia dari ibuku yang meneleponku dengan kabar kalau pacarku melamarku. Hey, aku bahkan tidak punya pacar!