xxii

2.8K 464 26
                                    

Aku baru saja keluar dari unitku saat Nenek Chiyo, tetanggaku datang dari arah elevator dengan kedua tangannya yang penuh akan kantung belanjaan. Aku menyapanya dengan semangat karena jujur saja, ia adalah satu-satunya tetanggaku yang kukenal dengan baik, selain Utakata. Walaupun kami cuma akan mengobrol saat berpapasan, tapi setidaknya kami lumayan akrab.

"Selamat pagi, Sakura," balasnya dengan senyum ringan.

Aku berlagak mengintip kantung belanjaannya sebelum nyengir. "Sepertinya akan ada yang pesta besar-besaran hari ini," tebakku kemudian.

Ia terkekeh kecil, membuat giginya yang masih utuh tampak sepenuhnya. "Tidak juga. Tapi Sasori akan datang ke sini malam ini. Aku hanya ingin memasakkan makanan kesukaannya."

Aku pernah mendengar nama Sasori beberapa kali Nenek Chiyo sebut dalam percakapan kami, dan dari apa yang kuingat, ia adalah cucu tunggal Nenek Chiyo yang tinggal di distrik tiga untuk bekerja. Aku tidak tahu mengapa mereka tidak tinggal bersama, tapi yang kuketahui secara pasti adalah Nenek Chiyo akan sangat senang kalau cucunya datang berkunjung.

"Ah, Ngomong-ngomong, Sakura, saputangan pacarmu tertinggal di tempatku waktu itu."

Alisku mengernyit mendengar tuturan Nenek Chiyo barusan. "Siapa?"

"Kau memang punya berapa pacar?" gurau Nenek Chiyo sembari menyenggolkan tas belanjaannya pada kakiku dengan lembut. "Yang badannya bagus, tinggi, dan tampan. Dia ke tempatmu waktu itu tapi kau tidak ada, jadi kutawarkan untuk menunggumu di tempatku."

Ah, tentu saja yang dimaksudnya adalah Sasuke. "Dia pasti sengaja meninggalkannya agar bisa bertemu denganmu lagi," balasku sembari menaik-turunkan kedua alisku pada Nenk Chiyo.

Hal itu membuat Nenek Chiyo berdecak dengan raut gelinya. "Kurasa dia sudah sangat beruntung karena bisa bersamamu, dia tidak perlu tebar pesona kepada perempuan lain termasuk diriku. Hohoho."

Senyum geli yang tadi kuciptakan perlahan luntur, entah mengapa merasa aneh begitu mendengar balasan Nenek Chiyo. Bukan karena aku tidak berterima kasih karena ia memujiku, tapi topik tentang itu benar-benar menjadi sangat sensitif buatku akhir-akhir ini.

"Ah, mungkin kau juga lumayan beruntung karena dia punya aksen yang seksi."

Kalimat itu sontak membuatku tersadar karena merasa geli, tidak tahu kalau Nenek Chiyo justru menandai aksen Sasuke. Dan ya, kurasa aku belum pernah mengatakan kalau Sasuke memang punya aksen yang unik dan itu memang seksi.

Orang Konoha dan Oto cenderung punya aksen yang sama, nyaris sulit untuk membedakan penduduknya jika hanya didengar dari aksen saat mereka berkata sesuatu. Tapi Sasuke, entah mengapa ia punya aksen Kumo yang cukup kental. Padahal Mikoto, maupun Kak Itachi masih memiliki aksen Konoha yang begitu murni.

Setelah berbasa-basi sedikit lebih lama, aku pamit karena harus pergi bekerja. Aku segera berjalan menuju elevator. Hari ini hujan lagi, hanya gerimis tapi tetap mampu membuat orang-orang yang nekat menerjangnya tanpa pelindung apapun menjadi kuyup. Aku merapatkan mantelku sebelum berjalan keluar dengan payung yang telah kukembangkan.

Saat hendak menyeberang jalanan yang sepi, aku tidak sengaja melihat sosok Karin berlari kecil memasuki gedung apartemenku. Ia memakai pakaian santai dan tampak menghindari hujan dengan tas jinjingnya yang ia letakkan di atas kepala. Kemunculannya yang sangat tiba-tiba ini tentu saja membuatku sedikit penasaran. Aku tidak tahu kalau ia memang sering ke sini.

***

"Jadi ini tempatnya?"

Aku terpukau melihat bangunan dua lantai yang ada di hadapanku ini. Setelah selesai shift, Ino menjemputku untuk menunjukkanku tempat yang akan segera menjadi butiknya sendiri, maka di sini lah aku bersamanya.

Delicate ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang