"Kita sering bertemu, ya?"
Aku memaksakan senyum manis untuknya saat tangan kami berjabatan tangan. Bertingkah seolah normal adalah satu-satunya hal yang harus kulakukan di hadapan Karin atau Utakata, pun Sasuke sendiri. Maksudku histeris dan kabur hanya karena menghindari pria ini, jelas akan tampak konyol bagi kedua teman seprofesiku ini. "A—ha—ha."
"Sering bertemu?" Karin menatap kami berdua dengan alis mengerut. "Kalian sudah saling mengenal, ternyata?"
Aku tertawa, walaupun terdengar sehambar kehidupanku. "Tidak juga."
"Hn, pertama kali bertemu kita memang belum sempat berkenalan."
Sialan.
Aku menatap Sasuke langsung, tepat setelah menyadari kalimat itu menjurus ke arah mana. Tatapanku kupertajam padanya yang kini justru menatapku dengan tatapan yang sangat menyebalkan. Sungguh, untuk Karin yang sedikit gampang penasaran, topik seperti ini bisa bahaya. Aku tidak bisa menjamin kalau Sasuke tidak akan menjawabnya dengan, 'kami nyaris tidur bersama waktu itu.'.
"Oh, ya?" Karin akhirnya bertanya. "Di mana?"
Sial, aku harus cepat menjawab. "Di—!"
"—Rumah sakit," suara baritone Sasuke memotong ucapanku. Kukira kami sepemikiran? Maksudku tentang tidak membahas kejadian di kelab, sepertinya begitu. Meski kemudian Sasuke ini menatapku dengan sebuah senyum muslihat. Oh, aku tidak akan memercayainya semudah itu. "Kami berpapasan."
Aku tahu ini, dia berniat menggodaku dengan tanpa memberi petunjuk kepada Karin atau Utakata. Tapi yang jelas, aku tidak akan mengangkang dua kali untuknya—walaupun dia sangat seksi. "Ya, papasan," timpaku sembari menyipitkan mata padanya dan dia menyeringai kecil.
"Lalu di mana lagi? Kukira sering bertemu berarti lebih dari sekali, kan?"
Kalau aku jadi Karin mungkin aku akan merasakan hal yang sama. Maksudku penasaran kalau tiba-tiba gebetanku bisa sering bertemu dengan teman baruku. Tapi, aku tidak akan bertanya seperti aku sedang sangat cemburu, tentu saja! Karin terlihat tidak senang, meski ia menciptakan sebuah senyum yang menurutnya tampak antusias itu.
Dan ya, aku langsung melempar tatapan pada Sasuke, memberi sebuah sinyal agar ia tidak macam-macam. Maksudku, selain tubrukan di rumah sakit, pertemuanku dengan Sasuke hanya di kelab. Saat dengan Hana lalu, aku tidak bisa bilang itu sebuah pertemuan di saat kami cuma ngobrol sebentar di telepon. Dan sisanya, tidak ada.
"Di sini, tentu saja."
"Haha, iya." Benar juga, sial.
Drek!
Kami bertiga serempak menoleh pada Utakata yang tiba-tiba bangkit dari duduknya. Ia dengan tanpa menatap kami kemudian menyelempangkan tasnya dan berkata, "Aku duluan."
Tentang itu, aku sama sekali tidak bisa mengeti. Wajah Utakata tiba-tiba tidak memancarkan cahayanya lagi, meredup dengan tatapan aneh beraura negatif. Dan kurasa ini bukanlah hal yang baik. "H-hey, kau kan mau mengantarku."
Utakata menatapku, kemudian menganggukkan kepalanya satu kali. "Ayo."
***
"Apa Karin ada sesuatu dengan Utakata?"
"Ada."
Kunyahanku pada bitterballen buatan Shizune terhenti, aku langsung menoleh padanya yang berdiri di sampingku sembari bersandar pada meja. "Serius?"
Shizune tertawa mendengarku. "Itu cerita lama, sih. Mereka pernah dekat, tapi entah karena apa, Utakata ditolak."
Hey, orang baru sepertiku juga butuh informasi seperti ini, terlebih jika itu tentang teman pertamaku selama bekerja di rumah sakit privat ini. Dan sekarang, rasa canggung yang kurasa di antara Utakata dan Karin terjawab. Aku penasaran kalau Utakata masih punya rasa pada Karin, yang mana Karin sendiri juga punya rasa pada orang lain. Eh—?
KAMU SEDANG MEMBACA
Delicate ✓
FanfictionAku bersumpah mendengar jelas nada super bahagia dari ibuku yang meneleponku dengan kabar kalau pacarku melamarku. Hey, aku bahkan tidak punya pacar!