xx

3.2K 448 21
                                    

Kami tidak saling berbicara sejak konfrontasi kemarin di cafe. Aku dan Utakata seperti orang yang tak pernah saling mengenal saat berpapasan, atau bahkan lebih buruk. Saat aku masuk elevator apartemen, ia urung untuk berada dalam benda ini hanya berdua denganku dengan bertindak seolah-olah ia tidak berminat untuk menggunakan fasilitas itu. Aku tahu mengapa dan kurasa memang baiknya seperti ini.

Hal ini membuat Shizune bertanya padaku saat aku pergi ke kantin bersama Matsuri—yang shiftnya usai sebelumku. Shizune hanya penasaran karena biasanya aku akan makan siang bersama Utakata jika kami berada di jam kerja yang sama, tapi kini justru Utakata memilih untuk pergi ke Starbuck bersama dr. Onoki dan aku makan siang bersama Matsuri. Menurutnya itu sesuatu yang lumayan aneh.

"Kami baik-baik saja," balasku sembari mengunyah gigitan sandwich tanpa tomatku.

Tatapannya tampak skeptis akan jawaban ringanku, kuyakin memang begitu. Namun pada akhirnya Shizune menghembuskan napasnya dan mulai memakan bekalnya, dia memang selalu membawa bekal untuk dirinya sendiri. Aku sedikit lebih berseri-seri sembari mengintip ke dalam goodie bagnya, mencari kotak bekal lain yang mungkin masih tersimpan di dalam benda berwarna ivory itu.

"Aku tidak membuat bitterballen hari ini, Saku. Genma belum berbelanja," ujar Shizune seolah-olah dapat membaca niatanku.

Aku cemberut, padahal aku berharap bisa memakan satu atau bahkan empat bitterballen buatan Shizune. Pada akhirnya aku memang hanya akan menghabiskan sandwich ini dan sekotak jus strawberry yang kubeli di kantin ini.

"Kenapa suamimu yang berbelanja, Kak?" Matsuri tiba-tiba bertanya. Ia berkedip-kedip cepat sembari menunggu jawaban dari Shizune.

Shizune menelan makanannya sebelum menjawab, "Karena Genma yang memasak."

"Dia sedang di rumah?"

Senyum Shizune terbit begitu mendapati wajah tidak mengerti yang Matsuri tunjukkan. "Dia bekerja sebagai chef kalau kau penasaran. Dan dengan kemampuannya itu ia selalu melarangku untuk memasak selain membuat camilan."

"Itu hal yang menyenangkan, kan?"

Aku mengangguk, mewakili Shizune karena aku memang sudah pernah memakan masakan buatan Genma beberapa kali. "Kau harus mencoba masakan Pak Genma. Dia seperti titisan dewa saat memasak!"

Shizune terbahak, mengetuk kepalaku dengan pelan seolah-olah menegurku. "Kau ini, memangnya ada dewa yang memasak sendiri?"

"Pertanyaan sebenarnya adalah memangnya ada dewa yang lapar?"

Dan kami terbahak. Kemudian kami membahas hal lain dengan ringan, seolah-olah mengakrabkan diri lebih jauh. Aku sendiri tidak tahu bagaimana bisa tiba-tiba mengajak Matsuri yang hendak pulang untuk makan siang bersama. Aku hanya merasa terlalu menutup diri padanya, yang notabenenya penah satu kampus denganku dulu. Dan aku sadar kalau itu bukanlah hal yang seharusnya kulakukan untuk rekan kerjaku sendiri.

Kemudian setelah usai, Shizune pamit untuk kembali ke lantainya sendiri yang ada di sayap kiri, berseberangan dengan UGD. Matsuri juga sudah akan pulang karena sore ini ia harus pergi ke pet shop membeli makanan untuk golden retrievernya.

Hariku berjalan lebih menyenangkan karena setidaknya aku memulainya dengan lebih baik ketimbang sebelumnya. UGD tetap sibuk, beberapa orang datang dengan keluhan yang berbeda-beda, tapi untungnya tidak ada pasien yang benar-benar gawat. Sampai tak terasa malam telah datang, membawa hawa dingin yang lebih ekstrem ketimbang kemarin. Wajar saja karena sekarang sudah memasuki bulan Oktober.

Isaribi baru saja menginjeksi seorang pasien remaja yang beberapa menit lalu datang setelah muntah-muntah dan saat itu pula shiftku akan berakhir. Aku berjalan pulang pukul delapan malam. Rencananya, aku akan langsung pulang karena Ayame akan datang ke tempatku lagi untuk membantuku menyiapkan makanan.

Delicate ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang