Aku membanting pintu taxi yang baru saja mengantarku ke sebuah gedung raksasa nan estetik di hadapanku ini. Sebelum beranjak pergi, aku membungkuk untuk menatap sang sopir taksi yang kini menurunkan jendelanya untuk menerima uangku. Tapi aku bukan mau memberikan uangku padanya, melainkan sebuah pesan, "Tunggu di sini, Pak!" —atau lebih terdengar seperti perintah.
"Tapi uangnya?"
Aku mengabaikan sopir taksi tak bersalah itu dan berjalan dengan cepat memasuki gedung di hadapanku. Jantungku berpacu dengan segala emosi yang tercampur aduk di dalam diriku. Baiklah, aku tahu ini konyol—tidak—justru Sasuke sialan Uchiha lah yang konyol! Mendatangi rumah orang tuaku di Oto dan berkata akan menikahiku. Dia kira orang tuaku bisa diajaknya bercanda mengenai hal seperti itu? Sialan.
Karena terlalu marah, aku bahkan sampai lupa harus mendatangi petugas resepsionis seksi yang kini memanggil-manggilku bak nenek-nenek minta diseberangkan. Sialan, untungnya kakiku masih bisa direm sebelum masuk ke elevator dan tersesat di gedung sebesar ini. Resepsionis itu tersenyum padaku yang berjalan mendekatinya dengan wajahku yang kaku tanpa ada senyum. Malang sekali, dia dan sopir taksi jadi kena imbas mood burukku.
"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu, Nona?"
Aku mengangguk kaku. "Aku mau bertemu Sasuke Uchiha."
Oh, dia tampak terkejut mendengarku menyebut nama orang itu dengan sangat ringan dan tanpa penghormatan. Persetan dengannya dan namanya yang sebesar baliho kampanye itu, karena orang (yang menurut orang lain) terhormat itu telah berani berbuat hal konyol denganku. Dia tidak pantas diberi penghormatan apapun ... selain saat pemakamannya.
"Apa Anda sudah membuat janji dengan Tuan Sasuke?"
Sialan, aku ke sini bukan untuk beramah-tamah, aku tidak perlu janji untuk memaki orang itu. Tapi sialan lagi, aku tidak akan bisa menonjok wajah Sasuke kalau si resepsionis berbaju ketat dengan kancing dadanya yang nyaris copot ini tidak memberiku akses. Putar kepalamu, Sakura!
"Tentu saja!"
Resepsionis itu tersenyum kecil, sebelum izin padaku untuk menghubungi seseorang. Aku tetap mengamatinya yang kini mengangkat gagang telepon dan menekan beberapa digit angka, kemudian ia berbicara dengan seseorang. Aku yakin dia tengah menghubungi Sasuke. "Nama Anda, Nona?"
"Apa itu Sasuke?"
Bisa kulihat wajah ramah si petugas resepsionis perlahan luntur, mungkin ia benar-benar tidak nyaman dengan nada kasarku, tapi sekali lagi aku ke sini bukan untuk beramah-tamah, shannaroo! Dan ia tetap berusaha mengembangkan senyum. "Ini sekretaris Tuan Sasuke, Nona."
Aku menyondongkan tubuhku pada si petugas resepsionis, kemudian mataku melirik nametag di dada bulatnya—Tayuya—yea, aku akan mengingat nama itu. "Katakan padanya, dr. Haruno siap memeriksa Tuan Sa-su-ke."
Setelah kukatakan hal itu, Tayuya mengcopynya untuk disampaikan kepada seseorang di seberang telepon. Kemudian aku diminta untuk menunggu seseorang hingga perempuan dengan wajah super garang datang mendekat padaku.
"Selamat pagi, Nona Sakura," sapanya padaku. "Saya Kurotsuchi, sekretaris Tuan Sasuke. Mari, saya antar Anda ke ruangannya." Nadanya bahkan terdengar lebih ramah ketimbang parasnya yang cukup familier.
Tanpa berbasa-basi yang justru akan membuatku menambah dosa, aku mengikuti Kurotsuchi untuk menaiki salah satu elevator. Kulihat ia menekan tombol lantai teratas dari gedung ini, sebelum pintu elevator tertutup tadinya ada seseorang yang akan masuk tapi begitu melihat Kurotsuchi, mereka justru urung dan hanya mengangguk sopan dengan membiarkan elevator ini naik hanya dengan diriku dan Kurotsuchi di dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delicate ✓
FanfictionAku bersumpah mendengar jelas nada super bahagia dari ibuku yang meneleponku dengan kabar kalau pacarku melamarku. Hey, aku bahkan tidak punya pacar!