xiii

3.3K 538 38
                                    

Mawar putih ketiga kudapatkan hari ini. Yup, masih tangkai mawar putih dengan jumlah dua kali lipat lebih banyak dari yang lalu dan bukan lagi dengan buket, melainkan vas kaca berbentuk silinder berdiameter tujuh sentimeter (aku hanya mengira-ngira). Pak Izumo sampai terheran-heran karena kiriman rutin ini maka kuberikan ia setangkai agar ia bisa memberikan bunga itu pada istrinya—ia baru saja menikah sebulan lalu, ngomong-omong.

Kata Ino, Sasuke itu cuma mau menunjukkan kalau ia belum menyerah meski telah kutonjok. Ini sungguh konyol. Dan bagaimana bisa caranya belum menyerah dengan mengirimiku bunga-bunga ini? Aku tidak terlalu menyukai bunga dan dengan kiriman konyol ini membuatku harus menatap bertangkai-tangkai mawar yang kuletakkan masing-masing dalam vas setiap kali aku duduk di ruang utamaku. Dia ini mau berusaha bersikap romantis atau mau menjadikanku sebagai penimbum bunga, sih? Yang benar saja, Tuan!

Setelah meletakkan benda ini di atas bar dapur, aku menyambar sebuah kartu ucapan yang diberikan terpisah. Kertasnya masih sama seperti yang lalu, ivory dan ditulisi dengan tulisan tangan rapi. Namun tulisannya bukan hanya berupa ucapan 'have a good day' melainkan sebuah kalimat yang cukup panjang untuk membuatku mual.

I told the moon and the star about you.

Sasuke U.

Orang ini habis makan apa, huh? Bunga matahari?

Aku membuang kertas itu di tempat sampah tanpa merobeknya menjadi serpihan kecil. Yeah, aku tahu betul dengan siapa aku sedang berhadapan saat ini. Sasuke Uchiha, pengusaha kaya raya yang mana keluarganya juga memiliki perusahaan raksasa dengan pengaruh besar di negeri ini, yang artinya tak terbayangkan lagi jumlah kekayaan orang ini. Aku yakin kalau ia bisa membuat uang sebanyak puluhan juta hanya dalam hitungan menit.

Jadi sudah seharusnya ia tahu mengapa aku sangat berhati-hati dalam hal ini.

Terlepas dari aku memang tidak menyukainya dan aku tidak mengenalnya, aku sedikit takut soal kekayaannya yang sepertinya tidak akan habis meski hingga keturunan ke tujuh keluarga mereka. Seperti yang dijabarkan Mikoto waktu itu, keluargaku memang secara finansial sudah sangat mencukupi tapi kalau dibandingkan dengan keluarganya—tentu saja perbandingan ini tidak valid.

Aku hanya tidak bisa membayangkan sesuatu yang baik kalau saja keluargaku yang selama ini bertani dan berternak bertemu dengan keluarganya yang setiap hari menggunakan baju baru nan mahal itu. Terlebih lagi, aku tidak mau keluarga superiornya itu memandang rendah orang tuaku. Sialan, baru membayangkan saja sudah membuatku ingin menonjok wajah Sasuke lagi.

Baiklah, tidak akan ada habisnya kalau aku terus-terusan memikirkan tentang hal ini karena sekarang aku harus segera bersiap untuk pergi bekerja. Tadi Utakata bilang kalau ia juga ada shift siang ini, jadi kami akan berangkat bersama—seperti biasanya kalau shift kami bersamaan.

Saat menyambar tasku, aku melirik keranjang sampah mini yang kuletakkan di samping bar, lebih tepatnya pada kertas yang Sasuke kirimkan bersamaan dengan mawarnya. Rasanya seperti ada sesuatu yang mengganjal dalam diriku, rasa ingin menonjoknya karena terlalu menyebalkan? Kukira iya.

Maka saat ketukan pintu terdengar, aku segera mengambil kertas itu kembali dan memasukkannya ke kantong celanaku sebelum pergi.

***

"Sasuke mana?"

Aku menoleh dengan kernyitan alis saat mendengar pertanyaan itu diajukan padaku oleh Mikoto. Yea, saudara-saudara, aku lagi-lagi mendapat panggilan personal oleh Mikoto. Kukira wanita tua ini sudah menyerah padaku karena ucapanku yang waktu itu. Tapi sial, aku harus ingat kalau para Uchiha punya kepala sekeras batu gunung.

Delicate ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang