"Kau memang makhluk teraneh yang pernah kutemui!"
"Itu bukan pujian."
Aku menoleh cepat ke arahnya. "Memangnya aku bilang akan memujimu?!" Orang ini, Sasuke Uchiha, akan selalu menjadi alasanku terkena hipertensi. Bahkan hanya dengan membayangkannya saja sudah membuatku sepening tertimpa hutang di sana-sini.
"Lihat?" Aku membuang muka saat ia menelengkan kepalanya untuk menatapku. Kemudia kurasakan kaki panjangnya bergerak di bawah meja untuk menjepit kedua kakiku. Aku tersentak dan menatapnya marah. "Hey, bahkan keluargamu dan keluargaku telah merestui ini," lanjutnya.
Aku menggerakkan kakiku yang dijepitnya susah payah. Kusentak ke kiri dan ke kanan berulang kali hingga meja kami bergeser tapi nihil, kuncian kakinya terlalu kuat untuk membuatku bisa bebas dengan mudahnya. Sial, menjadi pelajaran bagiku untuk tidak duduk berhadapan dengannya.
"Sakura, stop! Orang-orang akan memerhatikanmu."
Aku berhenti bergerak setelah mendengarnya—bukan karena aku menuruti perintahnya, tapi karena aku sadar keadaan kantin rumah sakit sekarang ini tidak terlalu sepi meski sekarang telah lewat jam makan siang. Masih banyak keluarga pasien yang berlalu lalang untuk mengisi perut di sini. Dan saat aku tenang, kunciannya mengendur dan terlepas, tapi aku bisa merasakan kalau lutut kanannya berada tepat di antara kedua kakiku. Sialan, dia mau menggodaku, huh?
"Kau mau seks?"
"—huk!"
Aku meringis saat melihat Sasuke nyaris memuntahkan air mineral yang baru diteguknya. Aku dengan suka rela merogoh saku jasku dan menyerahkan sapu tangan berwarna merah jambuku kepadanya. Ia dengan masih terbatuk-batuk menerimanya dan menempelkan benda berbahan kain itu di atas bibirnya. Kulihat ia masih berusaha menetralkan kondisinya sendiri sekarang.
Ia kemudian menatapku dengan kernyitan alis tidak mengerti, hidung mancungnya memerah karena tersedak tadi. Aku yakin itu terasa panas. "Apa aku terlihat horny sekarang?" Tanyanya.
Err .. apa aku terdengar seperti menawarinya tidur bersama? Aku sangat yakin kalau permasalahannya ada di pikiran Sasuke sendiri. "Maksudku tentang alasanmu menikahiku," balasku memperjelas pertanyaanku tadi.
Dan aku tahu ini sangat gila. Mana ada orang yang menikah hanya untuk seks gratis setiap hari tanpa terikat hukum-hukum tertentu? Seks bukan lah hal yang tabu (aku tahu aku sering mengatakan ini) dan siapapun bisa mendapatkannya dengan cara apapun. Tapi ucapan Ino waktu itu benar-benar membuatku kepikiran, mengingat ia juga pernah bilang kalau Sasuke punya pikiran yang aneh. Jadi aku hanya ingin memastikan kalau ia tidak melamarku hanya untuk seks bebas hukum.
Sasuke mengangkat tangan kirinya untuk memijit pelipisnya. "Kalau aku menikahimu hanya untuk seks maka yang kudatangi waktu itu kau, bukan ibumu di Oto."
Hey, sial, aku nyaris tertawa.
"Apa itu masuk akal buatmu?" Sasuke mengangkat sebelah alisnya dengan menatapku. "Aku menikah hanya karena horny?"
Aku tahu ini terdengar konyol, tapi justru pertanyaannya tampak sangat serius bagiku. Aku tahu dia tidak mungkin melakukan hal itu, karena demi apapun ia bisa membayar seseorang untuk memuaskan dirinya (dalam aspek itu), atau bahkan ia bisa menarik hati perempuan random dengan bermodalkan tampang tak termaafkannya ini. Bahkan aku dulu sempat terjerat akan pesona fisiknya. Yeah, kuakui ia memang seseksi itu.
"Kau tahu aku punya alasan lain. Tapi kau enggan mengetahuinya." Ia mengamit tanganku yang saling berkaitan di atas meja, hingga aku memberikan atensi penuhku hanya padanya. "Kecuali kalau kau mau memberiku waktu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Delicate ✓
FanfictionAku bersumpah mendengar jelas nada super bahagia dari ibuku yang meneleponku dengan kabar kalau pacarku melamarku. Hey, aku bahkan tidak punya pacar!