*****Panas terik dari matahari pada pukul delapan pagi memang masih baik untuk kulit, tetapi debu yang menerpa wajahnya karena tertiup angin, sedikit membuatnya tak nyaman untuk lebih lama lagi di tempat terbuka itu. Untung saja dia memakai sunglasses serta sunblock, setidaknya dia melakukan sedikit perlindungan untuk kulitnya.
Nada sedang berada di sebuah lahan kosong di daerah Lenteng Agung, lahan itu yang akan di jadikan proyek apartemen milik Agam. Dia tidak sendiri, dia berangkat dari kantor bersama Ongki, untuk bertemu dengan surveyor, dan tentu saja, Agam dengan senang hati datang ke proyek.
"Panas, yah?" Tanya Agam, tubuhnya yang lebih besar dan tinggi, sedikit bergeser untuk menutupi wajah Nada, "Kalau nggak kita berteduh di sana." Tambahnya seraya menunjuk sebatang pohon tak jauh dari mereka berdiri.
Nada yang sedari tadi tak berhenti mengipaskan kertas ke tubuhnya, mengehentikan gerakan tangannya, lalu mengikuti arah di mana Agam menunjuk sebatang pohon. "Nggak usah. Di sini aja."
Agam memicingkan matanya. "Sekarang kamu udah nggak nurut lagi, yah." Gumamnya.
Nada menoleh cepat, untuk menatap mata Agam. "Maksudnya?"
Agam terkekeh. "Iya. Kamu memang bukan Qia kecil lagi, yang gampang nurut kalau aku ajak kemana-mana." Ucapnya sambil membalas tatapan mata Nada dengan lekat, membuat Nada dengan cepat memalingkan wajahnya, melihat ke arah lain.
"Kan aku udah pernah bilang. Kita udah berbeda."
"Dan aku makin suka dengan Qia yang sudah dewasa seperti sekarang."
Nada kembali menatap Agam, tatapan yang tak mudah di mengerti. "Gam."
"Kenapa?" Tanya Agam tak terima di tatap seperti itu oleh Nada.
"Kata kenapa, seharusnya lebih tepat aku tunjukkan ke kamu."
"Aku tak punya alasan untuk tidak menyukai kamu. Bukan?" Jelas Agam dengan suara pelan namun tegas. "Dari dulu. Aku selalu suka tentang kamu. Apapun!"
"Kita bahas yang lain aja, Gam."
"Bahas apa?"
"Proyek ini." Nada mengangkat kertas yang ada di tangannya. "Dan, sepertinya kita harus ke sana." Ucap Nada, menoleh sekilas pada Agam, lalu baru saja akan melangkahkan kaki, lengannya dengan cepat di cekal oleh Agam. "Kamu ngapain, sih? Itu Ongki manggil deh kayaknya."
Jika Agam tidak punya alasan untuk tidak menyukainya, maka Nada pun sama. Agam orang yang baik, dari dulu. Tampan dengan ukuran maksimal, jangan ditanya lagi untuk kemapanannya, proyek yang akan dikerjakan adalah salah satu milik dia pribadi. Kedua orangtuanya pun sangat baik, kenal dekat dengannya, lalu berikan satu alasan pada Nada untuk tidak menolak kehadiran Agam di kehidupannya.
Agam turut melihat beberapa orang yang sedang berdiskusi tak jauh dari dia dan Nada berdiri. Seperti yang Nada bilang, Ongki sedang melambaikan tangan ke arahnya. Terserah dengan penilaian orang padanya, jika kini tangannya belum melepaskan pergelangan tangan Nada, namun dia peduli pada wanita itu, membuatnya segera melepaskan cekalannya. "Nanti kita bisa pergi makan siang?"
"Aku nggak tau. Tapi biarpun aku nolak, kamu tetep maksa kan?" Ucap Nada sambil lalu. Meninggalkan Agam yang sedang tersenyum sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Setidaknya, permintaannya tidak akan berakhir dengan hampa dengan mendengar jawaban Nada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Singgah [On Going]
RomanceSebuah kewaspadaan diri terhadap rasa, karena cinta terkadang datang hanya untuk bersinggah. Tergantung seberapa besar dua hati berusaha untuk membuatnya tetap menetap dengan sungguh. Namun, bagaimana jika hati pernah mengalami kecewa dan kehilangan...