Antara Kesal dan Sesal

61 2 1
                                    


*****

Nada bergegas pergi meninggalkan kantornya setelah acara kantor telah usai. Sepanjang acara dia sama sekali tidak melihat keberadaan Gea, entah kemana perginya sahabatnya itu, membuatnya tidak tenang, gelisah memikirkan hal buruk yang akan dilakukan oleh Gea di luar sana, sedangkan nomor teleponnya susah sekali dihubungi.

Setelah melewati perjalanan yang cukup padat, Nada sampai di sebuah gedung apartemen yang ditinggali oleh Gea, dia tidak mau membuang-buang waktunya, dengan cepat dia naik ke lantai sembilan, di mana kamar Gea berada.

Sesampainya di depan pintu, Nada segera menekan kode pintu apartemen yang pernah Gea beritahu padanya, setelah pintu berhasil ia buka, ruangan itu sepi, rapi, tak ada hal yang buruk terjadi di sana seperti yang sudah Nada perkirakan, lalu apakah Gea ada di sana.

"Gea." Nada menyusuri ruang tamu yang menyambung dengan dapur, lalu ke kamar yang di tempati Gea, ke kamar mandi, Gea tidak ada, terakhir Nada membuka pintu kamar satunya yang di biasanya di pakai jika ada tamu yang berkunjung. Nada mengumpulkan segala harapannya, bahwa Gea sedang tidur atau apapun, asal dia bisa melihat sahabatnya di kamar itu dengan selamat. "Gea. Lo di kamar, kan?"

Nihil, Gea tidak ada di apartemennya. "Gea, Lo ada di mana?" Nada merosot duduk ke lantai, memikirkan banyak hal, tentang persahabatannya, tentang relasi pekerjaannya, juga tentang perasaan Gea dan Zakial.

Nada mulai merasa putus asa, kesal dengan dirinya sendiri, memang bukan dirinya yang meminta atas segala yang terjadi hari ini tetapi semua karena Zakial berpura-pura memiliki rasa dengan Gea padahal sebenarnya menyukai dirinya, itu membuatnya merasa bersalah terhadap Gea.

Tidak lama ponselnya berdering, Nada segera mengambilnya dari dalam tasnya untuk melihat siapa yang meneleponnya, dia masih berharap itu adalah Gea atau siapapun yang bisa memberinya petunjuk.

Dan ternyata Edgar. "Hallo, Mas." Suara Nada dibuat setenang mungkin.

"Kamu di mana?"

Nada menarik nafasnya lalu menghembuskanya perlahan. Mengisi pasokan udara di dadanya yang terasa sesak. "Di apartemennya Gea."

"Saya di bawah."

"Di bawah mana?" Nada terkejut, dia bergegas berdiri, melangkah ke arah jendela untuk melihat ke bawah walaupun sebenarnya tidak dapat melihat apa-apa.

"Apartemen Lavande." Jawab Edgar di seberang sana, "Kamu di mana?" Tanyanya lagi.

Nada tidak percaya dengan apa yang di dengar, bisa-bisanya Edgar berada di apartemen Gea, bagaimana bisa, apakah pria itu mengikutinya. "Mas Edgar mau ngapain, sih?"

"Memastikan kamu baik-baik aja."

Nada memutar bola matanya malas, lalu  memejamkanya, setelah membuka matanya kembali, lekat-lekat dia menatap langit yang mulai berganti warna, "Mas Edgar."

"Iya?"

"Saya--"

"Kamu kenapa?" Edgar memberi jeda pada ucapannya. "Saya boleh nyamperin kamu?"

"Untuk apa?"

Nada bisa mendengar jika Edgar menghela nafasnya, lalu bersuara kembali, pelan dan menyentuh, "Saya khawatir sama kamu."

Singgah [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang