Rasa baru

39 5 2
                                    

*****

Siang ini Nada sudah memiliki jadwal meeting bersama Ibrahim, selaku drafter perusahaan yang bekerja sama dengannya untuk merealisasikan rancangan pembangunan dari bentuk visual menjadi aktual. Pastinya dihadiri oleh Agam sebagai pemilik bangunan, Edgar sebagai manajer, dan salah satu site manager yang di tunjuk untuk memegang tender pembangunan gedung milik Agam, sebenarnya bisa saja Edgar sendiri yang menanganinya langsung, hanya saja pria itu sedang mengurus beberapa proyek di luar kota.

Nada membuka pintu ruang meeting, membawa laptopnya dan beberapa lembar kertas ditangannya, di belakangnya ada Agam yang memang sudah datang lebih dulu ke ruanganya, di ruang meeting itu ternyata sudah ada Ibrahim dan Ongki selaku site manager , terlihat jika perbincangan keduanya berhenti ketika Nada masuk kedalam ruangan dan menduduki salah satu tempat duduk miliknya, kursi paling depan yang berdekatan dengan layar proyektor. Sedangkan Agam duduk di sebelahnya.

"Siang Mas Ibrahim, siang Ongki." Sapa Nada dengan ramah sembari menata barang-barangnya di atas meja, dan juga menyalakan laptopnya. "Udah nunggu lama?"

"Siang Mbak Nada." Jawab dua pria itu bersamaan. "Baru sepuluh menitan kok Mbak."

"Selamat siang Pak Agam." Sapa Ongki.

Agam mengangguk. "Selamat siang, tapi panggilnya jangan pakai pak, nama saja." Ujarnya.

Ongki meringis. Dia merasa segan jika harus memanggil Agam hanya dengan namanya. "Sepertinya saya lebih muda, tidak pantas jika hanya memanggil nama, bagaimana kalau Mas saja."

"Ya, terserah." Jawab Agam.

"Kita mulai meeting nya atau nunggu siapa lagi?" Tanya Ibrahim.

"Ehm ... kayaknya nunggu mas Edgar deh." Jawab Nada. "Ongki, gimana rasanya megang tender besar?" Tanyanya di sela-sela dia menyiapkan materi yang akan ia presentasikan.

"Exited banget saya mbak. Akhirnya saya di percaya megang tender sendiri." Jawabnya penuh semangat. "Makasih loh atas rekomendasi mbak Nada ke Mas Edgar."

Nada mengangguk. "Sama-sama Ongki, kamu harus buktiin kalau kamu bisa, nih yang punya di sini." Ucapnya sambil melirik ke arah Agam.

"Pasti mbak." Ucapnya lebih semangat lagi. "Bangunan Mas Agam akan lancar sesuai keinginan." Ujarnya pada Agam.

Agam terkekeh. "Iya. Iya. Saya percaya dengan kalian."

"Semangat bro!" Imbuh Ibrahim ikut menimpali seraya menepuk pundak milik Ongki. "Kita semua dukung Lo."

"Makasih semuanya."

Tak lama pintu masuk terbuka dari luar, membuat Nada dan ketiga pria yang ada disana melihat ke arah sana, masuklah Edgar dengan penampilan yang sangat santai, dia mengenakan polo shirt berwarna hitam dipadukan dengan celana jeans.

"Selamat siang, semuanya." Sapa Edgar ketika sudah berdiri di seberang Nada, menaruh ke dua tangannya di atas meja. "Sudah siap meeting hari ini?"

"Sudah Mas." Jawab Ongki. Semangatnya masih menggebu-gebu dari pria berusia dua puluh enam tahun itu. "Duduk dulu, Mas Edgar." Ongki berdiri dari duduknya untuk menarikan satu kursi milik Edgar, agar pria itu segera duduk.

Singgah [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang