Sebuah Usaha

38 2 1
                                    


*****

"Sudah dulu ya, Mas. Saya mau kerja lagi. Lumayan sibuk, nih." Ucap Nada pada Edgar yang sedang menelponnya, dia sedang sibuk dengan pekerjaannya dan dia ingin segera menyelesaikannya, karena ingin pulang ke rumah lebih awal, "Mas saya matikan sekarang yah, telponnya?" Tanyanya lagi.

"Iya." Jawab pria itu, suaranya terdengar lelah sekali, Nada tahu itu. Edgar sedang berada di luar kota untuk menyelesaikan kekacauan proyek yang terjadi, tanpa disadari dia sudah seminggu lebih tidak bertemu dengan pria itu.

Nada memilih sejenak untuk mengabaikan apapun tentang Edgar ataupun Agam. Dua pria itu membuatnya banyak berpikir akhir-akhir ini, dan dia lelah. Yang penting saat ini adalah pekerjaan di depan matanya Yanga masih menumpuk, dia harus menyelesaikan sebelum jam lima, agar dia bisa cepat pulang.

Setelah menyimpan kembali ponselnya ke ujung desk miliknya, Nada kembali fokus kepada kertas dan penanya, sesekali menimpali apa yang dikatakan oleh Gea dan Zakial, kedua orang itu sangat membantunya sekali, Nada patut bersyukur satu tim kerja dengan mereka berdua.

Tak terasa waktu berlalu, Nada melirik sekilas jam di tangan kirinya. Menunjukkan pukul setengah lima, dia bernafas lega karena pekerjaannya pun telah selesai, dia bisa segera pulang.

"Gue pulang duluan yah, Ge." Ucap Nada sembari memasukkan beberapa barang kedalam tasnya. Kemudian menoleh ke arah Gea, tersenyum simpul "Atau mau bareng nggak?"

"Bareng?" Tanya Gea. "Maksud Lo?''

"Gue nggak bawa mobil."

"Gue juga nggak." Gea menoleh ke arah Zakial. "Tadi pagi gue di jemput sama Zaki."

"Oh ... ya udah, gue naik taksi aja, deh."

Selesai mengucapkan itu. Zakial dengan cepat menimpali. "Gue anter aja." Ucapnya, membuat Gea cepat menoleh ke arahnya, dan dia menjadi kikuk, "Maksudnya sekalian anter kamu. Searah kan ... rumahnya?"

Gea tersenyum. "Boleh juga. Gimana, Nad? Kamu mau?"

Nada berpikir sejenak. "Boleh. Tapi ... apa nggak ngrepotin?" Tanyanya. "Nanti ganggu waktu kalian lagi."

"Nggak, kok." Jawab Zakial. "Tunggu sebentar. Bentar lagi kerjaan gue selesai." Ucapnya seraya sibuk membenahi mejanya dan mengotak-atik komputernya, tak menghiraukan raut wajah Gea yang bingung, melihat pria itu begitu semangat,  wajahnya sumringah di balik lelah pekerjaan seharian dan sangat kentara ada senyum yang yang tersembunyi di bibir pria itu. Kenapa?

"Gea. Siap-siap, ayok." Nada menyenggol lengan Gea, menyadarkan wanita itu yang sedang berkutat dengan pikirannya sendiri.  "Kok malah bengong, sih."

"Eh ... iya. Nih mau siap-siap." Gea segera membereskan barang-barangnya dengan terburu-buru. "Gue tinggal matiin komputer kok."

"Pelan-pelan kali, Ge." Ucap Nada dengan terkekeh.

Setelah ketiganya selesai. Mereka pun turun, Gea yang sambil cerita, Nada yang mendengarkan dengan baik, dan Zakial berjalan lebih dulu di depan mereka.

Sesampainya di lobby. Zakial menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke belakang. "Kalian tunggu di sini aja," Ucapnya, lalu menatap pada Gea. "Aku ngambil mobil dulu."

Singgah [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang