Bersama Satu Hari

39 3 1
                                    


*****

Sebuah gambaran keluarga kecil yang sempurna. Terdiri dari Bapak, Ibu dan anak. Terlihat indah dipandang oleh mata. Bukankah itu adalah harapan semua orang, berpasangan dengan sang terkasih dan memiliki keturunan. Namun tidak hanya satu atau dua keluarga yang ditakdirkan untuk tidak memiliki anugerah terindah itu. Entah dari segi manapun alasannya.

Di sebuah kehidupan manusia terkadang hanya disyukuri dari segi yang baik-baik saja dan mengesampingkan yang sebaliknya. Padahal mungkin dari hal yang tidak baik itu manusia dapat belajar dan Tuhan sangat berharap jika hamba-Nya akan tetap bersyukur apapun ketentuan-Nya. Tuhan memberi cobaan bukan tanpa alasan, melainkan menyiapkan sesuatu yang lebih baik di depan.

Namun manusia lebih mengedepankan prasangka buruknya, di bandingkan melihat hal lain yang lebih baik dari sesuatu yang menimpanya.

Dalam benak Edgar sekarang, patutkah dia bersyukur telah berpisah dengan masa lalunya dan bertemu dengan Nada, sepaket dengan anak perempuannya. Sungguh jika boleh meminta, bisakah wanita itu menjadi miliknya dan tidak akan pergi lagi setelah tahu kekurangannya.

"Nih." Edgar menyodorkan satu cup berisi minuman kopi dingin. "Saya pikir kamu haus."

"Makasih." Nada menerimanya, memang dia haus karena menemani putrinya bermain di KidzStation sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat.

Iya, akhirnya Nada mengiyakan untuk pergi dengan Edgar di hari Minggu, tapi dengan syarat tidak hanya berdua, karena tidak memungkinkan untuk mengajak ibu ataupun Nala, jadi Nada membawa putrinya, tetapi malah terlihat seperti sebuah keluarga yang mengisi waktu akhir pekannya untuk jalan-jalan ke mall, Nada sedikit khawatir dengan anggapan orang.

"Zoeya di mana?" Tanya Edgar setelah mengambil posisi duduk di sebelah Nada.

Nada menunjuk di salah arena bermain mandi bola, Zoeya terlihat senang sekali, berbaur dengan anak-anak seusianya, seperti tidak ada lelahnya.

"Belum laper?" Tanya Edgar.

Nada menggeleng. "Belum." Lalu menoleh untuk melihat pria di sebelahnya yang ternyata sedang menatapnya. "Kenapa liatin saya begitu?"

Edgar menyunggingkan bibirnya, dia harus mengakuinya, jujur pada dirinya sendiri bahwa dia butuh orang lain dalam hidupnya, seberapa besar dia mengelak, tetap saja dia merasa ada yang kurang, dan untuk hari ini yang baru saja terjadi selama tiga puluh lima tahun usia hidupnya, dia merasa lengkap.

"Makasih, yah."

"Untuk?"

"Hari ini."

"Belum kelar melow-melowanya, Mas?" Tanya Nada. "Nggak kayak Mas Edgar biasanya."

Edgar mengerutkan keningnya. "Memang biasanya saya seperti apa?"

"Galak, tegas, nggak melow, nggak banyak omong tapi sekalinya ngomong marah-marah." Ujar Nada.

"Masa--" Ucapan Edgar terhenti ketika Zoeya keluar dari arena bermain dan menghampiri Nada.

"Mamu aku udahan mainnya." Zoeya mengusap-usap perutnya. "Zoeya laper."

"Mau makan apa?" Tanya Nada.

Singgah [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang