Penggemar Rahasia

88 9 1
                                    

*****

Nada segera bergegas membereskan berkas-berkas dan paper roll yang berisi shop drawing beserta laptop di depannya yang sesaat lalu ia gunakan untuk persentasi. Hari ini projects yang di kerjakan sejak dua Minggu lalu telah membuahkan hasil dengan respon positif dan memuaskan untuk kliennya.

"Mau makan siang?" Sebuah suara menghentikan tangan Nada yang sedang memasukan laptop ke dalam tasnya. Dia mendongak untuk melihat siapa pemilik suara itu.

Edgar Allan Ratore.

Laki-laki yang hari ini memakai kemeja kotak-kotak berwarna hitam putih di padukan dengan celana Chino berwarna hitam dan mungkin baru saja potong rambut weekend lalu. Menjadikannya tampak lebih muda dari usianya.

Edgar menjabat sebagai Projects Manager di perusahaan kontraktor tempat Nada bekerja saat ini sedangkan Nada sebagai Site Engineer. Keduanya akan sering berkesinambungan jika perusahaan mendapatkan tender. Edgar sebenarnya termasuk atasannya Nada, tetapi seringnya waktu mengerjakan projects bersama menjadikan keduanya tidak ada kata canggung dalam keseharian di kantor bahkan di luar jam kerja. Dan tentunya keadaan seperti itu tidak sedikit yang mengira jika keduanya memiliki suatu hubungan serius.

"Mau makan siang sebelum balik ke kantor?" Edgar mengulangi pertanyaannya. Laki-laki itu sedang berdiri di samping tempat duduk Nada dengan memasukkan ke dua tangan kedalam saku celananya. Dan bibirnya menyunggingkan senyum, seperti biasanya.

"Makan siang? Saya? Mas Edgar ngajak saya makan siang?" Nada menunjuk dirinya sendiri seraya mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan meeting. Tidak ada siapa-siapa selain dirinya dengan Edgar.

"Sepertinya tidak ada orang lain."

"Tapi saya harus balik ke kantor, ada beberapa file yang harus saya submit sebelum jam 2."

Edgar melihat jam tangannya. "Makan siang tidak akan sampai 2 jam."

"Tapi.."

"Tidak ada tapi-tapian, saya sudah sangat lapar jadi cepatlah." Edgar berbalik dan keluar terlebih dahulu dari ruangan meeting. Nada menyusul tidak lama setelah itu.

"Mas Edgar!"

"Kamu kenapa?" Tanya Edgar sambil mengernyitkan dahi. Menatap Nada tanpa rasa bersalah.

"Saya balik ke kantor saja kalau gitu." Ucap Nada dengan nafas terengah-engah dan terlihat sangat kesusahan. Tadi dia berjalan dengan langkah lebih cepat untuk menyusul Edgar yang sudah sampai di lobby lebih dulu. "Mas Edgar ini ngajak makan siang tapi ninggalin saya."

Edgar terkekeh. "Kamu tidak meminta saya buat nungguin kamu kan."

"Ya, nggak pergi gitu aja dengan berlenggang tangan juga dong. Bawain ini kek." Ujar Nada dengan menyerahkan dua gulungan kertas berukuran 1×2meter yang ada di tangan kirinya dengan sedikit susah payah pada Edgar, tangan kanannya membawa berkas, bahu kiri membawa tas laptop sambil merengkuh gulungan kertas tersebut.
"Pegang nih mas."

"Lain kali bilang tungguin atau minta tolong bawain." Ucap Edgar seraya menerima gulungan kertas tersebut. "Susah ya kalau nggak gengsi?" Imbuhnya.

"Ngeselin banget si, jadi laki tuh yang peka!"

"Kenapa?"

Nada menggeleng. "Tidak apa-apa. Tidak penting."

"Saya ngeselin?"

Nada menatap Edgar dengan sedikit kesal. " Udah ya mas, kalau kita nggak jadi pergi makan siang mending saya mau balik ke kantor."

" Dengan keadaan perut kosong, terus kena maag, terus besoknya ijin tidak berangkat kerja, terus kerjaan saya yang kewalahan?"

" Dan perlu Mas Edgar tahu saya tidak pernah ngambil cuti tahun ini, sekali-kali mungkin saya akan mengajukan hak cuti saya, enak saja." Ucap Nada seraya berjalan lebih dulu, keluar gedung pencakar langit di daerah Soedirman.

" Kamu mau cuti?" Tanya Edgar. Langkahnya mengikuti Nada di belakang.

" Mungkin."

"Kapan? Berapa lama?"

Nada mengangkat kedua bahunya. "Lihat nanti kan baru rencana." Nada menghentikan langkahnya ketika sampai di parkiran tepat di mana mobil Edgar terparkir. "Mau makan dimana?"

"Terserah kamu." Jawab Edgar singkat. Membuka kunci mobilnya lalu masuk ke balik kemudi. Nada mengikuti dan duduk di kursi penumpang.

"Kan tadi mas Edgar yang ajak saya makan. Kenapa sekarang jadi terserah."

"Ngajak makan bukan berarti saya juga yang mutusin buat makan apa dan di mana kan?" Edgar menoleh sekilas, tangannya sibuk menyalakan mobil dan menjalankannya keluar dari area parkir. "Kamu juga harus ada inisiatif dong."

"Bingung deh. Ada ya orang kayak gini." Nada bergumam tentu saja. Walaupun Edgar masih bisa mendengar dengan jelas.

"Iya, saya sendiri juga bingung kenapa orang seperti saya bisa hidup." Edgar bergumam juga sepertinya. Dan membuat Nada menoleh ke arahnya karena gumaman itu cukup keras. "Bukan cuma kamu yang bingung Nad."

"Rasa laper ternyata bisa bikin orang stres ya." Ucap Nada dengan pelan dan sinis.

"Iya. Jadi mau makan apa?"

"Rumah makan Padang." Jawab Nada singkat. Tangannya sibuk pada ponselnya.

"Oke. Kamu tau aja kalau saya lagi pengin makan gulai tunjang." Jawabnya sambil tersenyum. Nada hanya bisa melongo di buatnya. "Aku traktir kamu kalau gitu."

*****

Sekembalinya dari makan siang yang membuat perutnya serasa kekenyangan dan alhasil membuatnya mengantuk, terhitung dari Nada kembali duduk di kursi kerjanya dia beberapa kali menguap.

"Mau kemana Nad?" Tanya Gea saat kursi Nada berderit mundur dan si pemiliknya berdiri. Dia melongok sekilas lalu kembali fokus pada layar monitornya.

"Mau ke pantry bikin kopi. Ngantuk Gue." Terbukti dari dia kembali menguap. "Mau di bikinin nggak sekaliyan?"

Gea mengangkat paper cup dari brand kopi ternama yang ada di atas mejanya. "Makasih deh. Tapi kopi gue masih ada."

"Oh ya udah. Titip meja gue dulu ya."

"Kayak bakal ada yang bawa meja Lo aja deh." Timpal Gea seraya terkekeh.

"Siapa tau pas gue tinggal nih meja, si fans rahasia gue dateng." Jari Nada mengetuk-ngetuk mejanya. "Lo tau sendiri gue punya fans rahasia yang sering naroh barang di meja gue tanpa nama pengirim."

Seinget Nada barang-barang itu mulai hadir di mejanya sejak dua bulan lalu dan terakhir seminggu lalu dia menemukan barang di dalam kotak kecil yang ternyata berisi coklat kesukaan Nada yang harganya cukup mahal. Jangan berfikir Nada akan memakannya, coklat itu masih utuh di dalam kotak. Dia hanya membuka untuk mengetahui isinya lalu menutupnya kembali dan memasukan ke dalam laci kerjanya beserta barang-barang lain yang ia dapatkan dari pengirim entah siapa. Nada harus tau terlebih dahulu siapa pengirimnya baru memikirkan akan di kemanakan barang-barang tersebut.

Gea tertawa. "Ada gue mana dia berani dateng, orang itu kan datengnya kalau belum ada orang."

"Iya juga si."

"Lo kapan-kapan minta liat rekaman cctv ruangan ini aja ke Mas Darto."

Nada mengangguk. Tidak pernah terfikir ide seberilian itu sebelumya, dia patut bersyukur mempunyai sahabat yang terkadang patut di puji. "Lo cerdas."

"Baru tau Lo."

Dan di tempat lain tanpa sepengetahuan Nada ataupun Gea. Ada seseorang yang mendengar pembicaraan dua wanita itu, dia segera bergegas menuju ke suatu tempat dimana dia tidak pernah memikirkan hal tersebut sebelumnya.

Salam hangat 💜

@jejewir
#jejemenulis

Singgah [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang