*****
Senin. Awal pekan, hari yang di yakini banyak orang adalah hari awal kesibukan di mulai dan itu memang benar adanya. Setelah menikmati dua hari untuk bersantai. Santai dalam artian tidak memikirkan dan menyentuh pekerjaan kantor menurut Nada.
Kehidupan Nada di hari weekend adalah menghabiskan waktu dengan Zoeya putri semata wayangnya. Membantu ibu membuat pesanan kue tentu saja dan pergi berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari di rumah yang tidak bisa Nada lakukan di hari kerja. Ya begitulah, tidak bisa di bilang santai juga si sepertinya. Tapi perlu di ingat lagi Nada tidak pernah mengeluh, dia selalu senang melakukan itu semua.
"Zoeya, kita berangkat sekarang sayang." Suaranya menggema dari ruang tengah, menandakan betapa padatnya aktivitas yang harus ia hadapi hari ini, tangannya sibuk memasukan berkas ke dalam tas, beberapa kotak snack dan botol minum ia masukan dalam tote bag. Serta mahluk bernama Edgar yang menambah kesibukan paginya menjadi lebih runyam, sedari tadi tidak berhenti menelponnya, menjadikan ponselnya ia tempelkan di telinga dengan bahunya.
"Ya mamu, Zoeya sedang pakai sepatu." Sahut putri kecilnya yang terdengar dari ruang tamu. "Zoeya udah siap, Mamu."
Setelah berpamitan pada ibunya, Nada segera memasukkan barang-barangnya, menatanya di jok belakang, menyalakan mobil dan siap keluar dari carport rumahnya saat tiba-tiba datang seorang perempuan yang kehadirannya tak pernah ia harapkan. Seketika membuat mood nya menjadi lebih tidak baik-baik saja alias buruk.
"Kenapa gak jalan mamu?" Tanya Zoeya saat Nada tak kunjung menjalankan mobilnya. " Nanti kita telat loh Mamu." Zoeya mengikuti arah pandang Nada dan... "Zoeya gak mau ketemu sama dia mamu."
" Mamu keluar sebentar. Zoeya tunggu sini ya." Ucap Nada seraya mengusap rambut anaknya. Zoeya hanya mengangguk.
"Selamat pagi Nada." Sapa perempuan yang umurnya lebih tua dari ibu setelah melihat kemunculan Nada dari dalam mobil. "Apa kabar?"
"Saya baik." Jawab Nada tanpa basa-basi.
"Mau apa kesini?""Mau apalagi selain bertemu cucu Perempuanku."
Nada mendengus pelan. "Maaf, mungkin ibu salah alamat." Satu kebaikan Nada karena masih mau memanggilnya dengan sebutan ibu setelah apa yang dilakukan perempuan tua itu terhadapnya beberapa tahun lalu.
"Bersikaplah yang sopan dengan orang tua, Nada. Biar bagaimanapun saya ini neneknya."
Nenek seperti apa yang dia maksud. Nada muak mendengarnya. "Saya tidak punya banyak waktu, saya sudah telat jadi maaf saya harus pergi."
"Nada! Biarkan saya bertemu dengan cucuku, dalam darahnya mengalir darah Pandji, darah kami, keluarga Wicaksono." Ucapnya, masih dengan keangkuhan yang sama, sikap yang sama sekali tidak Nada sukai dari dulu.
Nada mencoba bersikap tenang. Yang dia hadapi hanyalah perempuan yang sudah berumur. "Berapa kali harus saya bilang, anakku tidak pernah menginginkan darah yang mengalir dalam dirinya adalah darah kalian."
"Jangan kurang ngajar kamu Nada!"
"Sebaiknya ibu pergi dari sini, sebelum saya panggilkan security."
"Kamu akan menyesal Nada karena tidak mempertemukan saya dengan cucu saya."
Bualan apalagi yang akan perempuan tua itu lakukan. "Menyesal?" Nada mendengus pelan. "Saya lebih menyesal jika harus mempertemukan anakku dengan ibu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Singgah [On Going]
Roman d'amourSebuah kewaspadaan diri terhadap rasa, karena cinta terkadang datang hanya untuk bersinggah. Tergantung seberapa besar dua hati berusaha untuk membuatnya tetap menetap dengan sungguh. Namun, bagaimana jika hati pernah mengalami kecewa dan kehilangan...