20. Destined to Die

1.4K 162 10
                                    

Cahaya matahari sore saat itu menerobos dari balik dedaunan yang baru tumbuh, menyorot langsung ke jendela besar toko roti Brown Bread yang ada di ujung jalan. Cahaya merah keemasan sinar terakhir dari matahari itu tampak berkilauan di rambut cokelat terang milik Sohee yang tengah sibuk menata beberapa roti di etalase kaca. So Hyun yang sejak awal juga ada di sana, berdiri di belakang meja kasir dengan celemek berwarna cokelat dan topi khas kokinya mengamati setiap gerakan kecil yang di buat perempuan itu dengan sebuah senyuman manis yang diam-diam mengembang di wajah tampannya.

"Bagus sekali." komentar So Hyun yang membawa langkahnya mengikuti Sohee menyusuri jalan kecil diantara deretan etalase roti-rotinya.

"Kau harus membayarku karena sudah menata ulang roti-rotimu." sahut Sohee yang langsung di sambut gelak tawa pria berkulit kecokelatan itu.

So Hyun mengangkat tangan kanannya. "Aku berjanji akan membayar mu dengan pelajaran yang berharga."

Sohee tersenyum kecil. "Kau sudah berjanji ya. Aku sangat menantikan resep roti hebat lainnya Songsae-nim!"

Sejak awal Sohee sangat menyukai roti, segala hal tentang roti membuatnya sangat bersemangat. Bisa dibilang saat ini dia telah menemukan tempat yang cocok untuk menyalurkan jiwa seni terpendamnya. Kekagumannya pada adonan roti yang mengembang di dalam panggangan itu membuat Sohee begitu bahagia sehingga rasanya seperti menerima sebuah wahyu. Sekarang toko roti ini sudah menjadi bagian dari hidupnya, dan meskipun dia bukanlah pemilik sahnya, Sohee tetap ingin memberikan hal terbaik yang bisa dia lakukan untuk toko roti ini. Meski kontribusi terbaiknya hanya sekadar menata ulang roti-roti itu di etalase kaca.

Soo Hyun menyandarkan tubuhnya yang besar pada kaki meja yang ada di dekatnya sambil mengawasi Sohee dengan hati-hati. "Sudah hampir malam, kau tidak pulang?"

"Kenapa kau jadi cerewet begini sih?" protes Sohee. "Kau ini terlalu khawatir."

"Aku kan hanya bilang—"

Sohee menggeleng.

"Bagaimana jika suamimu pulang dan tidak menemukan mu di rumah?"

Ucapan So Hyun memang cukup telak, tapi Sohee meresponsnya dengan hanya mendengus dan lagi-lagi menggelengkan kepalanya. "Aku masih punya waktu tiga hari lagi sampai dia pulang ke rumah."

"Dia masih ada di pulau Jeju?" tanya So Hyun sambil meneguk bir yang di bawanya lalu terdiam, matanya memandang ke luar jendela ke arah keramaian kota Seoul di jam-jam pergantian malam. Terlihat penduduk setempat yang katanya tidak pernah tidur itu tampak berlalu lalang, ada yang menggunakan kendaraannya, ada pula yang memilih berjalan kaki menyusuri trotoar.

Mereka berdua terdiam, karena tiba-tiba Sohee tenggelam dalam pikirannya. Matanya yang berbinar terkena sinar lampu jalan yang ada di depan toko tampak kosong. Pertanyaan So Hyun ini mengingatkannya kembali ke kejadian tempo hari. Dimana dia mendengar Kyuhyun dan Haneul yang sedang berada di dalam kamar yang sama.

So Hyun bangun lalu berjalan lebih dekat ke arah Sohee sambil tersenyum kepadanya, mata hitam legamnya yang berbinar dengan cara yang berbeda tidak pernah gagal membuat senyum merekah di wajah Sohee yang mulanya datar. Sohee dan So Hyun tidak perlu mengisi keheningan ini dengan obrolan basa-basi. Mereka sudah saling mengenal sejak masih SMA dan masing-masing sudah saling mengerti perasaan satu sama lain. Meskipun baru di pertemukan kembali tapi keduanya sudah tahu kesulitan yang sedang atau yang telah mereka alami. Cukup dengan sebuah senyuman dan botol bir baru yang di sambar Sohee dari tangan So Hyun, keduanya berbagi kesulitan dalam keheningan malam.

"Lantas bagaimana dengan kau dan Cho Kyuhyun?" pancing So Hyun.

Sohee mendengus. "Kalau memang ada yang perlu di laporkan, kau akan menjadi orang pertama yang tahu." Hubungan diantara dirinya dan Kyuhyun sangatlah rumit. Hanya itu kata yang bisa Sohee pikirkan untuk menggambarkan situasi diantara mereka. Rumit.

A Pieces of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang