Udara dingin dari musim semi tak sedingin saat salju. Walau begitu pipi nya tetap memerah. Pandangan Chenle tertuju pada lukisan di pojok cafe. Ya, dia berada di cafe bersama dengan anaknya dan orang itu. Kalian masih ingat dengan kisah sebelumnya? Ia bertemu dengan sosok yang begitu mirip dengan kekasihnya. Tidak ada maksud untuk ini. Hanya saja anaknya terus memaksa orang itu untuk makan siang bersama. Chenle sempat menarik tangan sang anak, namun sebuah suara menghentikan gerakan nya.
"Tak apa. Aku juga ingin makan siang, jadi mari makan bersama." katanya
Hembusan nafas kecil keluar dari mulut nya. Tak menyangka bila anaknya bisa sedekat ini dengan orang baru. Melihat bagaimana si kecil bercerita tentang hewan peliharaan nya pada orang itu. Bukan nya mendiami agar mulut kecil itu berhenti bicara, dia malah merespon dengan bertanya dan mengusak kepala si kecil.
Tak lama pesanan kami datang. Tangan nya sudah siap untuk menyuapi Chenji namun orang itu mengambil alih. Memotong makanan menjadi kecil dan memasukan potongan kecil itu ke dalam mulut anaknya. Bukan, bukan ia tak suka. Tapi bagaimana dengan dia? Jika dia menyuapi Chenji maka dia tak bisa makan makanan nya sebab Chenji sangat cepat mengunyah.
"Biar aku saja. Kau makanlah.."
Orang itu mengangguk dan mulai memakan makanan pesanan nya. Chenle kembali mengambil sendok untuk menyuapi Chenji. Kalau begini lebih nyaman, ia tak perlu tak enak pada orang itu. Sampai akhirnya kedua orang itu selesai makan -Peter dan Chenji- ia mulai memakan makanan nya yang sudah tidak hangat lagi.
"Bolehkah aku mengajak anakmu bermain disana?"
Chenle tersedak. Bukan karna orang itu melainkan anaknya yang menepuk nepuk dadanya. Meringis, ia cepat-cepat meminum air.
"Memang kau tak ada urusan lain setelah ini?"
Bukan maksudnya ia tak memperbolehkan, ia takut orang itu mempunyai urusan lain diluar sana dan akan terlambat jika bermain dulu dengan anaknya.
"Tidak. Aku baru saja pindah, jadi tak punya urusan lain selain mengajak putramu bermain."
Chenle mengangguk, berat hati ia mengijinkan. Merasa tidak pantas saat dirinya makan, sedangkan orang itu menjaga anaknya. Namun sirna saat mata itu menatap binar si kecil. Hati nya meringis, kenapa orang itu mirip sekali. Bahkan tatapan matanya pun sama. Layaknya seorang ayah yang menatap putra nya. Chenle rasa ia sudah gila. Lebih baik cepat habiskan makanannya dan mengajak anaknya pulang.
Disisi lain kini Chenji sedang di gendong oleh orang yang mirip dengan dad nya. Mata nya tak lepas menatap wajah itu. Tangan kecil nya mengelus pipi tirus itu. Membuat sang empu menyerngit.
"Dad.."
Peter bingung. Kenapa anak ini selalu memanggil nya dad sejak pertemuan mereka tadi. Jika dilihat lagi wajah anak itu dengan wajah dirinya memang sangat mirip. Namun rasanya sesak saat anak itu memanggil dad dengan lirih. Air mata itu turun, Peter segera menghapusnya.
Menurunkan si kecil tepat di kursi pendek. Menatap mata itu, menelisiknya. Ada sebuah rindu disana. Tapi dia tak tau apa. Anak itu memeluknya.
"Maaf paman, Chenji tidak bermaksud memanggil paman dengan sebutan dad."
Peter mengelus punggung kecil itu. Seolah memberi isyarat bahwa dia tak keberatan. Walau pikiran nya bertanya-tanya ada apa dengan anak ini. Dan memang kemana dad nya?
Chenji yang melihat Mom nya tengah berjalan menyusul segera melepaskan pelukan nya. Wajahnya tak lagi sedih, senyum menghiasi wajah nya. Peter dibuat bingung dengan itu, pasalnya tadi si kecil bersedih namun sekarang malah menampilkan raut ceria.
"Paman Peter ingat ya, namaku Chenji."
Peter mengangguk. Menoleh saat dirasa ada seseorang disamping nya. Menatap lelaki manis itu. Oh, apakah Chenji merubah ekspresi nya saat tau mom nya akan menyusul mereka? Pintar sekali anak ini.
"Maaf merepotkanmu. Dan terimakasih sudah menjaga anakku. Em.. Kami harus pergi, ayo Chenji."
Chenle menarik tangan sang anak. Peter hanya mengangguk. Mereka keluar bersama dari cafe tersebut. Chenji yang tau mereka akan berpisah segera memeluk Peter dan Peter pun membalasnya.
"Paman hati-hati dijalan. Dan semoga kita akan bertemu lagi. Dah paman.."
Chenji melambai. Sedangkan dua orang dewasa itu sibuk bertatapan. Entah karna apa, tapi sepertinya hanya Peter yang bingung. Karna tatapan lelaki itu sama seperti tatapan si kecil sebelumnya.
"Kami pamit."
"Hati-hati."
Tbc
Masih adakah yang ingat dengan Peter?
Maaf banget ya aku ga tau kalo nama Peter itu nama nya Hanjis🐿 dan baru tau tadi. Apa kalian gapapa aku pakai nama Peter untuk Jisung?
KAMU SEDANG MEMBACA
SPRING [jichen] END
FanfictionAku tidak butuh menjadi cinta pertama mu, yang aku butuhkan adalah menjadi yang terakhir. • sebelum baca ini silahkan baca Snow December dulu.. BxB!