Satu tahun berlalu begitu saja sejak kepergian Peter. Tidak ada yang spesial selama setahun belakangan ini.
Kehidupan nya masih sama hanya saja kehidupan hati nya yang berbeda. Entah merasa kesepian atau rindu.
Dibalik wajah ceria yang ia tunjukkan pada pelanggan ada sebuah raut lelah. Lelah yang baru ia rasakan baru-baru ini.
Dimana ketika ia sedang memandang meja dekat jendela, raut wajah nya begitu sulit diartikan. Hal itu selalu didapati oleh Jeongin yang merasa jika Chenle tengah merindukan seseorang.
Jeongin tau siapa orang itu. Hanya saja dia tak mau memberi harapan pada Chenle dengan kata-kata penenang yang merujuk pada kata menunggu.
Jari manis nya sudah terpasang cincin berlian, cincin pernikahan nya dengan Sam. 4 bulan yang lalu Jeongin mengundang Chenle ke acara pernikahan nya, namun dibalik wajah ceria yang Chenle tunjukkan padanya, mata lelaki putih itu terdapat sirat kesedihan.
Tapi apa yang harus dia lakukan, bahkan dirinya tak tau menahu tentang masa lalu Chenle. Jadi Jeongin hanya membalas ucapan selamat dari Chenle untuk rumah tangga nya.
Oh ya, kenapa Jeongin masih bekerja di toko kue Chenle? Padahal sudah jelas dia tak perlu bekerja karna Sam adalah pewaris. Alasan nya cukup singkat yaitu, ingin menjaga Chenle.
Suara lonceng yang menandakan ada seseorang yang datang membuat atensi Jeongin yang awalnya memandang Chenle kini beralih pada lelaki yang sudah dia kenal.
"Selamat siang, Jaemin hyung."
Sapa Jeongin saat lelaki Na itu sampai di depan kasir. Jaemin tersenyum hangat dan menatap lelaki di samping Jeongin.
Jeongin yang peka segera menyenggol lengan Chenle agar lelaki itu sadar. Chenle tersentak sebab terkejut, lalu matanya menatap lelaki Na itu.
"A-ah, Jaemin hyung."
"Hey Chenle, jadi?"
Anggukan yang diberikan Chenle Jaemin anggap sebagai jawaban atas pertanyaan nya. Chenle melepas apron nya dan meletakkan nya di loker, lalu masuk ke dalam ruangan yang bisa di disebut kamar, disana ada Chenji yang sedang menulis.
Chenle menghampiri putra nya, Chenji yang menyadari kehadiran seseorang segera menutup buku nya dan memasukkan nya ke dalam tas. Lalu menatap mom nya yang mendekat sambil menampilkan senyum nya.
"Ayo."
Chenji mengangguk dan segera turun dari ranjang, menyampirkan tas nya dan memakai sepatu. Chenle menggandeng tangan sang anak dan tak lupa meraih tas nya yang berada di samping pintu.
Jeongin tersenyum melihat Chenji, dia menatap tak percaya jika anak itu sudah sebesar ini. Padahal Jeong, Chenji hanya tumbuh tinggi badan nya bukan semacam anak sma yang baru puber.
Ibu dan anak itu menghampiri Jaemin yang sedang duduk sambil memainkan ponsel nya, menepuk pelan punggung itu dan Jaemin tersenyum sambil memasukkan ponsel nya ke dalam saku.
Mereka pamit pada Jeongin, mereka akan pergi ke suatu tempat yang akhir-akhir ini selalu mereka datangi bersama.
Selama perjalanan tak ada yang membuka obrolan, Chenji bahkan hanya diam. Biasanya dia sibuk mengoceh.
Sesampainya mereka di tempat tujuan, Chenle meraih bunga yang tadi dia bawa. Mencium nya sebentar sebelum meletakkan nya di atas nisan.
Ya, mereka pergi ke makam Jisung. Jaemin menatap nisan itu dengan mata berair, padahal dia sudah sering kemari, namun rasanya rasa sesal itu tak kunjung memudar.
Dia megelus nisan itu "Sung, maafkan aku yang selalu menganggu mu, maafkan aku karna membuat kalian berpisah.. M-maaf, maafkan aku.. "
Chenle menatap Jaemin, dia mengelus punggung tangan Jaemin. Mencoba menenangkan lelaki Na itu walau pasti nya tidak akan bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
SPRING [jichen] END
FanfictionAku tidak butuh menjadi cinta pertama mu, yang aku butuhkan adalah menjadi yang terakhir. • sebelum baca ini silahkan baca Snow December dulu.. BxB!