Peter menghembuskan nafas setelah ia sampai di apartement. Badan nya sedikit remuk sebab kemarin ia membereskan barang-barang nya. Tadi ia hanya ingin berjalan santai saja, ingin tau daerah Seoul.
Membuka ponsel untuk mengecek email. Dirasa tak ada pesan masuk ia bangkit dan menuju kamar mandi. Cuaca hari ini cukup dingin, berendam dengan air hangat rasanya akan menenangkan dan mungkin bisa meredakan sakit di badan nya.
20 menit ia keluar dengan keadaan tubuh yang lebih segar. Berjalan menuju kasur dan merebahkan tubuh nya. Menatap langit-langit kamarnya. Ia masih memikirkan tentang dua orang yang ia temui tadi. Orang asing, tapi kenapa rasanya dekat? Entahlah, rasanya sesak saja saat menatap mata itu.
Tangan nya membuka ponsel saat benda itu berbunyi. Notifikasi dari email membuat dirinya terbangun. Senyum simpul itu terbit di bibir nya.
.
.
Kemeja putih dengan dasi hitam melekat di tubuh nya. Terlihat menawan dengan tatanan rambut yang memamerkan kening. Ditambah kacamata yang bertengger di hidung mancung nya membuat nya terlihat tampan.
Turun dari mobil dengan sekretaris yang berada disisi kanan nya. Memasuki gedung itu, terlihat beberapa karyawan memandang ke arah nya, ia hanya tersenyum dan kembali melanjutkan langkah nya. Ulah nya tadi banyak menyebabkan beberapa karyawan wanita menahan nafas. Dan beberapa karyawan yang terkejut.
Keduanya berjalan menuju ruang rapat. Disana sudah ada seseorang yang tengah fokus pada laptop nya. Dengan sopan ia mengetuk pintu, mengalihkan atensi seseorang disana.
"Silahkan masuk."
Langkahnya dibawa mendekat. Sebentar, kenapa tubuh orang itu tersentak? Apakah ada yang salah dengan dirinya? Namun ia tepis, berjabat tangan dengan seseorang yang ia yakini adalah CEO perusahaan ini.
Tapi tunggu, kenapa tangan itu gemetar saat berjabat dengan nya?
"J-jisung?"
Bagaimana orang itu tau nama nya? Ia selalu menggunakan nama Peter. Ia merasa hawa disekitar nya aneh.
"Ah, maaf kau terlihat mirip dengan seseorang yang aku kenal."
"Tak apa."
"Perkenalkan saya Lee Jeno."
"Saya Peter Park."
Sekretaris yang sedari tadi hanya diam tau bahwa mereka berdua -Peter dan Jeno- sangat canggung pada akhirnya memilih untuk memulai rapat.
"Bagaimana kalau kita mulai saja rapat nya?"
"Ah, iya."
Rapat di mulai dengan Jeno yang menjelaskan disana. Peter menyimak dengan baik. Sekretarisnya mencatat beberapa hal yang perlu dicatat. Kedua nya akan melakukan kerja sama. Hingga akhirnya Jeno selesai dan menyerahkan lembar untuk ditanda tangani Peter.
Tangan nya menari diatas kertas itu. Tanda tangan nya sangat indah, Jeno baru melihat tanda tangan seindah itu.
"Terimakasih atas kerja sama nya, Peter Park."
Peter hanya mengangguk pasalnya sedari tadi ia fokus pada tatapan Jeno. Tatapan yang sama dengan dua orang kemarin. Ia merasa sangat aneh. Hei, dirinya baru saja tinggal di Korea dan kenapa ia selalu bertemu dengan orang asing yang menatap nya sendu.
Sekretarisnya sudah lebih dulu pergi, masih banyak yang harus diurus. Ia melirik Jeno, lelaki itu sibuk membereskan laptop nya. Mengajak makan siang bersama tak salah kan? Ia tidak memiliki teman di negara ini. Setidaknya mempunyai teman membuatnya betah disini. Sepertinya ia dan Jeno tak terlalu jauh jarak umur nya. Mungkin mereka bisa berteman.
"Jeno-shi, keberatan jika saya mengajak anda makan siang? Saya butuh teman."
Jeno mematung. Entah kenapa, itulah yang Peter lihat saat ia mengajak nya makan. Apakah ia salah?
"Ah, maaf.."
"Tidak. Mari ikuti saya."
Peter kira ia akan ditolak. Kalian jangan bepikir yang tidak-tidak! Ajakan makan siang ini bukan ajang mendekati seseorang dengan artian berbeda, Peter mengajak Jeno karna ia tak punya teman. Bukan karna hal lain.
Peter mengikuti kemana Jeno melangkah. Ia masih punya waktu 2 jam sebelum bertemu dengan klient lainnya. Lelaki bertubuh tegap itu mengajak nya ke kantin, ah tidak masalah. Mereka duduk di salah satu meja. Peter memperhatikan kantin, ini tidak terlihat seperti kantin, lebih tepatnya ini seperti restaurant. Dinding dan meja berwarna gold menambah kesan mewah pada kantin tersebut.
"Peter-shi, apa yang ingin anda pesan?"
"Samakan saja."
Jeno memesan pada pelayan. Benar-benar seperti restaurant, pikir Peter. Makanan mungkin akan datang lama, sebab ini jam makan siang dimana semua karyawan datang kesini untuk makan.
"Peter-shi.."
"Bisakah kita memakai bahasa informal? Aku tak terbiasa."
Jeno mengangguk, lalu kedua nya larut dalam obrolan. Tidak lain dan tidak bukan masalah pekerjaan. Peter merasa pusing jika mengobrol dengan topik pekerjaan, itu membuatnya seperti tak ada waktu istirahat.
Sedangkan Jeno masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Sejak pertemuan mereka tadi diruang rapat, dia selalu menatap lelaki itu, lelaki yang sangat mirip dengan seseorang yang dulu amat sangat dia benci.
Apakah Jisung memiliki kembaran? Ah, tidak. Tuan Park itu hanya memiliki satu anak yaitu, Park Jisung. Bagaimana bisa ada seseorang yang sangat mirip namun tak sedarah? Bukan hanya sekilas. Tapi ini benar-benar seperti Park Jisung! Dunia sesempit ini ternyata. Kenapa lelaki itu harus muncul di Korea. Bagaimana jika Chenle melihat nya? Dia tak mau Chenle kembali bersedih, karna mengingat ayah dari anaknya. Sudah cukup tahun-tahun lalu sahabat sekaligus adiknya itu tak bahagia. Jeno tak akan membiarkan hal itu terulang kembali.
Makanan mereka datang, keduanya memakan makanan masing-masing dalam diam. Tak sopan jika makan sambil berbincang, bukan?
Selesai makan, Peter pamit. Ia harus segera pergi untuk menemui klient yang lain. Jeno mengantarkan Peter sampai mobil lelaki itu. Dengan ramah Jeno melambai.
"Hati-hati."
"Bisakah kita berteman?"
'Rasanya sangat aneh. Orang itu mirip sekali dengan mu, Jisung-ah.'
Tbc
Perbedaan Jisung dan Peter:
Jisung gak pakai kacamata & pembangkang (karna sang ayah)
Peter memakai kacamata & penurut
Sisanya menyusul, selamat membaca😊
KAMU SEDANG MEMBACA
SPRING [jichen] END
FanfictionAku tidak butuh menjadi cinta pertama mu, yang aku butuhkan adalah menjadi yang terakhir. • sebelum baca ini silahkan baca Snow December dulu.. BxB!