Toko kue hari ini sangat ramai, banyak pesanan yang membuat Chenle dan Jeongin sedikit kualahan. Ditambah cuaca hari ini yang sangat panas, tubuh mereka jadi jauh lebih lelah.
Dapur yang semula terlihat rapih dan bersih kini sangat berantakan dan kotor. Tepung yang tumpah di atas meja menjadikan dapur terlihat kotor. Cream warna warni yang menempel di apron pun membuat kedua nya terlihat kacau.
Bahkan di sebelah pipi kanan Chenle terdapat tepung, tentu tak akan disadari. Dia terlalu sibuk untuk sekedar melihat penampilan dirinya, saat ini yang menjadi fokus nya adalah adonan kue yang sedang dia tuang ke wadah.
Lalu memasukkan nya ke dalam oven, mengatur waktu dan kembali ke meja guna menghias kue yang sudah jadi.
Mereka belum sempat makan siang, liat saja jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Chenle pun tak tau kenapa hari ini sangat banyak pesanan tapi terlebih itu dia sangat bersyukur.
Jeongin selesai melayani pelanggan, lelaki itu kembali menuju dapur guna membantu Chenle yang terlihat kesusahan. Dia mengambil alih loyang kue yang akan di bawa Chenle.
"Ini bisa jatuh jika kau membawa nya sekaligus tiga."
Meletakkan loyang tersebut di salah satu meja, lalu mengambil topping. Menaburkan beberapa oreo dan cokelat di atasnya.
Dan langkah nya dibawa ke depan untuk mengambil kotak. Memasukkan nya dengan hati-hati dan menutup kotak tersebut, lalu mengambil pita agar tampilan nya terlihat cantik.
Mereka melakukan itu sampai satu jam. Setelah selesai semua, Jeongin mengambil lap di dekat lemari. Membasahkan nya sedikit dan mulai mengelap meja yang sangat kotor ini. Chenle mencuci semua peralatan yang tadi dia pakai.
Setelah beres mereka membuat 2 minuman dingin untuk di nikmati. Memanjakan tubuh panas mereka dengan segelas ice americano. Duduk disalah satu meja dekat kasir.
"Aku sangat lelah."
Begitu ujar Jeongin yang datang membawa 2 ice americano, ikut duduk bersama Chenle yang hanya diam memandang pintu toko.
Keduanya hanya diam, sibuk menikmati dingin nya americano yang melewati tenggorokan.
Chenle masih asik memandang pintu toko, Jeongin yang merasa dikacangi sedari tadi mengangguk paham. Dia tau jika Chenle sedang menunggu seseorang.
Tak lama pintu toko terbuka menampilkan sosok ber jas biru dongker sambil menggandeng si kecil.
"Seru sekali tadi mom."
Chenle mengelus kepala si kecil, dirinya menyuruh lelaki itu untuk duduk terlebih dahulu.
"Terimakasih Jaemin hyung, maaf menitipkan Chenji padamu. Toko ku sangat ramai hari ini."
Lelaki yang duduk di samping Chenle pun mengangguk "Tak masalah, Chenle."
Jeongin pikir sampai situ saja tatapan Chenle pada pintu toko, nyatanya masih berlanjut. Dia pikir Chenle menunggu Jaemin untuk mengantarkan Chenji.
Chenle masih enggan untuk melepas tatapan dari pintu, dia sedang menunggu seseorang sedari tadi. Jaemin yang berada di samping nya pun di hiraukan oleh nya. Hatinya gelisah saat ini.
::::::🕊::::::
"Hah, selesai juga."
Map yang ada di hadapan nya dipindahkan ke meja samping, mematikan komputer yang bahkan belum beristirahat sedari pagi.
Tubuh nya lemas, dia juga belum makan siang. Sibuk mengurusi berkas berkas yang harus segera diselesaikan.
"Aish.. Kenapa aku harus menyatakan nya secepat ini?"
Tangannya mengacak acak rambut. Sedikit frustasi akan hal yang dilakukan nya tadi pagi, dia tak habis pikir. Kemana otak nya itu pergi? Bisa bisanya langsung meminta menjadi kekasih si manis.
Dia sengaja menyibukkan diri dengan berkas itu, tak mau memikirkan hal tadi. Tapi apa, sekarang dia sudah tak memiliki pekerjaan lain selain sibuk menyesali perbuatan nya.
"Aku sangat bodoh." gumam nya sambil menutupi wajah dengan kedua tangan.
Tak lama Peter bangun dari kursi nya setelah mengambil jas yang dia gantung. Memakainya lalu keluar dari ruangan nya, dia ingin pulang. Mendinginkan kepala dengan mandi dan menonton film yang sekiranya akan membantu nya untuk berbuat apa lagi setelah kesalahan nya yang dia perbuat.
Mobil yang tak jauh terparkir dari dirinya berpijak sudah terlihat, namun matanya menangkap sosok serba hitam yang menjauh dari mobil nya.
Matanya memicing, memperhatikan gerak gerik orang itu. Tapi tak ada yang aneh, lalu dengan santai dia berjalan menuju mobil.
Membuka pintu dan duduk di kursi pengemudi, menyalakan mesin dan melaju meninggalkan area kantor.
Jalanan lagi lagi sangat padat akibat jam pulang kerja. Dia sedikit harus bersabar menghadapi cobaan ini, matanya memandang keluar jendela guna menatap orang orang yang berlalu lalang disamping.
Lampu merah di depan sana sudah menjadi hijau, Peter kembali menjalankan mobil nya. Saat dia berbelok jalanan saat itu cukup sepi, karna dia memang ingin cepat cepat sampai di apartement, dia sedikit mempercepat laju mobil nya.
Tubuhnya yang lemas dan juga matanya yang sudah mulai mengantuk pun tak dihiraukan Peter yang sibuk melajukan mobil nya.
Jika dilihat-lihat jalanan ini sangat sepi, hanya ada mobil nya saja yang melaju. Tapi peduli apa, Peter hanya ingin cepat sampai.
Saat kemudi nya dia arahkan ke kanan guna berbelok ke arah apartement nya, namun tak semulus yang dia kira.
Didepan sana ada mobil yang melaju sangat cepat, Peter segera membuka matanya yang sedikit terpejam. Dia sedikit panik saat ini, tangan nya dengan lincah membanting stir ke arah kiri guna menghindari mobil itu yang melaju di jalur yang salah.
Peter menolehkan kepala saat mobil itu dengan cepat melewati mobil nya di samping. Dia menghembuskan nafas, dada nya naik turun tak beraturan sebab panik.
Tapi takdir baik tak berpihak padanya saat ini. Di depan sana dia melihat sebuah truk besar melaju ke arah nya. Dan ya, Peter belum kembali ke jalur yang seharusnya. Dia sibuk memandang mobil yang akan menabraknya tadi.
Saat hendak menekan rem, wajah nya pias. Rem nya tak bisa berfungsi. Stir yang dia kendalikan tak bisa digerakkan saat ini, dia bahkan tak tau penyebab nya apa. Yang menjadi fokus nya ada di depan. Truk itu terus melaju tanpa memelankan laju nya.
Bruk-
Kejadian nya sangat cepat, Peter hanya melihat sekilas jika bagian depan truk itu hancur akibat bertabrakan dengan mobil nya. Kepala yang terbentur itu mengeluarkan banyak darah, bahkan hidung nya pun berdarah.
Kaki yang terasa mati rasa saat Peter mencoba menggerakkan nya. Dia mencoba untuk segera keluar dari mobil, namun apa daya. Kaki nya terjepit dan pintu mobil yang dia usahakan untuk terbuka pun tak kunjung terbuka.
Ponsel yang berada di kursi penumpang itu berdering nyaring, menyakitkan telinga Peter. Dia berusaha meraih nya, namun tak bisa. Tangan nya terluka, kepala nya tertunduk lemah. Pandangan nya mulai buram dengan air mata, pun senyum simpul itu terbit saat mata nya mulai terpejam.
"Shh.. C-chenle.. Sa-sakit.."
Tbc
Sorry bgt kalo ngga nge feel ini mah, beneran deh sorry bgt..
KAMU SEDANG MEMBACA
SPRING [jichen] END
FanfictionAku tidak butuh menjadi cinta pertama mu, yang aku butuhkan adalah menjadi yang terakhir. • sebelum baca ini silahkan baca Snow December dulu.. BxB!