Tidak seperti biasanya, disaat jam 4 sore Chenle selalu bermain dengan anak nya. Namun sekarang tidak, sebab si kecil jatuh sakit setelah kemarin mereka pulang makan siang. Tangan nya sibuk mengusap kepala sang anak, Chenji tengah tertidur pulas sejak setengah jam yang lalu. Sebelumnya si kecil sangat rewel, hal itu sedikit membuat Chenle kualahan.
Dia lapar. Namun rasanya tubuh ini tak mau menjauh sedikit pun dari si kecil. Entah kenapa hati nya sakit. Ya, rasanya sakit melihat orang yang kita sayangi dalam keadaan kurang sehat. Terlebih Chenji jarang sekali sakit. Apa mungkin karna kemarin mereka ke makam Jisung? Ah, Jisung. Chenle sangat merindukan lelaki jangkung itu. Tak terlintas dalam benak nya jika ia akan hidup tanpa lelaki itu.
Air mata mulai mengalir di pipi mulus nya. Baru saja kemarin ia ke makam, tapi sekarang sudah rindu lagi. Hari-hari nya sibuk mengurusi si kecil dan toko kue. Ingin sekali merasakan saat pulang bekerja berada dipelukan hangat orang terkasih. Chenle tersenyum miris, tentu tak bisa. Ia hanya memiliki seorang anak menggemaskan yang selalu membuatkan teh hangat saat ia sampai rumah.
Tapi ia bersyukur, masih memiliki orang-orang baik disekitarnya. Renjun hyung, Jeno hyung, Tuan Park dan juga Nyonya Park. Oh ya, orang tua Jisung sudah berubah. Mereka sekarang sangat baik padanya, terutama pada si kecil, cucu dari anak mereka. Chenle tak ada rasa dendam pada kedua orang itu, ia malah senang sebab mereka sekarang jauh lebih baik. Semenjak kepergian Jisung.
Kalau diingat-ingat kisah nya dulu untuk bersama dengan Jisung sungguh susah. Hingga akhirnya mereka ditakdirkan untuk tidak bersama. Suara isak tangis terdengar dari mulut manis itu. Kenangan masa lalu yang membekas di ingatan dan hati membuat dadanya sesak.
"Dad.."
Kepala nya menoleh. Memandang si kecil yang masih tertidur. Chenle mendekat dan kembali mengusap kepala si kecil. Gumaman itu terus keluar dari mulut mungil itu sampai akhirnya jantung nya seakan berhenti berdetak.
"Dad ada disini.."
Chenle mengusap sisa air matanya. Mengecup kening sang anak lembut. Suhu tubuh nya sangat panas, Chenle dibuat khawatir. Dengan cepat ia kembali memeras handuk kecil lalu ditempelkan di dahi sang anak.
Jangan, jangan katakan lagi. Chenle tidak kuat. Kata-kata yang keluar dari mulut si kecil membuat nya ingin kembali menangis. Sakit sekali hatinya.
"A-aku bertemu s-seseorang yang mirip sekali dengan D-dad.. Paman P-peter namanya.."
Apakah anaknya ini tengah berbicara dengan Jisung? Apakah Jisung ada disini? Chenle mengedarkan pandangan nya. Namun nihil, ia tak menemukan siapa-siapa. Tak lama terdengar suara kekehan, tak lain dan tak bukan suara itu keluar dari mulut Chenle. Ia sudah gila rupanya.
Menggeleng ribut, berusaha menghilangkan imajinasi nya yang tengah di rengkuh Jisung. Chenle kembali menangis, kini lebih parah. Nafas nya sudah sesak. Terbatuk, tangannya memegang dadanya. Sakit. Itu yang ia rasakan.
Mengusap air mata itu dengan kasar. Dilihatnya kembali sang anak yang sekarang sudah kembali tenang. Menyelimuti tubuh kecil itu dengan selimut. Dirinya berjalan menuju meja dekat jendela. Disana tertampang foto dirinya dengan orang terkasihnya. Mengusap halus frame itu.
"Aku merindukanmu, Ji."
Suara lirih itu terdengar menyedihkan. Jari yang tadi sibuk mengelus foto kini terhenti. Tubuhnya menegang, diletakkan kembali frame itu di meja. Ada rasa yang selama ini tak ia rasakan. Hangat. Seperti ada seseorang yang sedang memeluknya. Chenle menangis dalam diam. Isaknya ia tahan. Memejamkan mata untuk menikmati rasa hangat itu, rasanya nyaman. Chenle tidak peduli! Jika ini imajinasi nya, ia tak akan cepat tersadar. Ia membutuhkan nya. Ia rindu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SPRING [jichen] END
FanfictionAku tidak butuh menjadi cinta pertama mu, yang aku butuhkan adalah menjadi yang terakhir. • sebelum baca ini silahkan baca Snow December dulu.. BxB!