5

2.2K 345 38
                                    

Di kediaman Tuan Park, kini Chenle tengah duduk di ruang keluarga bersama Tuan Park, Nyonya Park, Taeyong, Jaehyun dan si kecil Chenji. Hari ini tepat hari minggu, seperti biasa mereka akan berkumpul di rumah Tuan Park atas usulan Tuan Park sendiri.

Chenle tak mempermasalahkan nya, lagi pula Tuan Park dan Nyonya Park sekarang sudah baik kepada dirinya. Namun tak begitu bagi Taeyong dan Jaehyun. Keduanya masih enggan untuk bertemu dengan Tuan Park.

Alasannya cukup jelas yaitu, Park Jisung. Taeyong sebagai kakak masih merasa jika kematian Jisung adalah ulah ayahnya. Chenle sudah menjelaskan bahwa kematian Jisung disebabkan oleh Jisung yang kalap saat itu. Namun, Taeyong tetap tak percaya. Bahkan dia sering kali menatap sinis sang ayah, Jaehyun hanya bisa menenangkan istrinya itu.

Atmosfir terasa sangat canggung. Ya, karna berkumpul di hari minggu baru diajukan beberapa bulan yang lalu, walau cukup lama. Namun tak bisa mengubah perasaan di setiap sanubari disana.

Beruntung ada Chenji yang tertawa keras sebab anjing Tuan Park menjilat pipi si kecil. Tuan Park tersenyum dan mengangkat tubuh si kecil ke dalam pangkuan nya. Chenle tersenyum melihatnya. Tidak ada tatapan benci, tidak ada raut menyebalkan di wajah Tuan Park seperti waktu dulu.

Sedangkan disisi lain Taeyong mendesis tak suka melihat interaksi sang ayah dan keponakan kesayangan nya. Nyonya Park yang melihat raut sang anak hanya menunduk, perasaan menyesal selalu datang di akhir kan?

Tin!

"Kami pamit dulu."

Semua mata tertuju pada Jaehyun. Tak termasuk Taeyong. Entah perasaan atau pikiran Chenle seperti menatap sesuatu dibalik mobil yang barusan datang. Ya, karna pintu utama kediaman Tuan Park terbuka lebar yang menyebabkan Chenle bisa melihat siapa yang datang, meski dihalangi oleh kaca mobil.

Ya, Jaehyun menelfon seseorang untuk menjemput mereka. Taeyong dan Jaehyun pamit. Namun Chenle seperti terpaku pada sesuatu disana, dibalik kaca mobil.

Apakah penglihatan nya salah? Atau memang orang yang berada dibalik kaca mobil itu benar orang yang ia kenal?



.

.




Sepulang dari kediaaman Tuan Park, kini Chenle bersama sang anak berjalan di sekitar taman kota. Di hari libur seperti ini akan ramai yang datang ke taman kota, guna untuk mengurangi kejenuhan walau besok hari mereka sudah harus kembali seperti biasa.

Tangan kanan si kecil memegang gulali yang tadi dibelikan Chenle, sebab si kecil merengek ingin memamakan permen kapas itu. Kini mereka duduk di salah satu kursi yang disediakan, menaruh tas dan payung yang sedari tadi di genggam Chenle.

"Apakah sangat manis sampai wajah mu berseri-seri seperti itu?"

Chenji mengangguk, membenarkan ucapan mom nya. Chenle terkekeh, anaknya sangat menggemaskan sekali. Tangannya mengusap kepala sang anak lembut, namun terhenti saat salah seorang anak tak sengaja menendang bola dan mengenai kaki Chenle.

Melihat itu Chenji bangun dari duduk nya dan menaruh permen kapas itu di kursi. Menatap marah pada anak laki-laki di hadapan nya, yang sekarang wajahnya itu menahan tangis.

Dengan kedua tangan berlipat di dada, Chenji maju selangkah guna lebih dekat dengan anak itu.

"Kenapa menendang bola ke mom ku?"

"A-aku tak sengaja."

"Minta maaflah pada nya, dia jadi kesakitan karna ulah mu."

Anak itu kemudian mengangguk dan mendekat pada Chenle yang masih diam terduduk di kursi taman. Dengan kedua tangan di depan wajah, si anak itu meminta maaf.

"Maafkan aku."

Chenle tersenyum lalu mengusap kepala anak itu. "Iya aku maafkan, lain kali hati-hati ya."

Anak itu mengangguk dan kembali melangkah ke arah Chenji berada. Tanggan nya masih setia berlipat di depan dada.

"A-aku sudah meminta maaf."

Kemudian entah kemana raut seram yang Chenji tunjukan kini berubah menjadi senyuman manis. Lalu dia menepuk pundak anak itu.

"Maaf membuat mu takut."

Anak itu tersenyum dan memeluk Chenji. Chenle yang sedari tadi diam memperhatikan kedua anak itu tersenyum, lucu sekali pikirnya.

Akhirnya mereka melepaskan pelukan itu dengan Chenji yang memperkenalkan namanya.

"Panggil aku Chenji."

"Iya, namaku Minhyuck."

Mereka berdua tertawa sampai akhirnya si anak yang bernama Minhyuck itu di panggil lelaki manis yang tengah di rangkul oleh seseorang yang diyakini sebagai ayah anak itu.

Minhyuck melambaikan tangan pada Chenji, lalu berlari sambil memeluk bola menghampiri kedua orang tua nya. Entah kenapa Chenji diam memperhatikan ketiga orang disana.

Rasanya dia ingin merasakan hal seperti itu juga. Namun apa daya, sang ayah sudah berada disamping Yang Maha Kuasa. Sudut hatinya tersa nyeri dan setetes air mata jatuh begitu saja.

Chenle menghampiri sang anak dan memeluknya dari belakang. Chenji yang terkejut segera menghapus air matanya dan membalikkan badan nya menghadap mom nya itu.

Senyuman itu dia tampakkan di hadapan mom nya. Chenji tidak mau mom nya tau jika dia menangis. Namun yang namanya darah daging sendiri, Chenle mengangguk. Dia mengerti perasaan si kecil sebab melihat teman baru nya yang berlari riang ke arah kedua orang tuanya.

"Menangislah."

Ya, jika kalian sudah berada dipelukan sang ibu dengan ia yang mengatakan kata tersebut, runtuh sudah pertahananan yang kalian jaga.

Begitu dengan si kecil, dia mengeratkan pelukan nya dan terisak disana. Chenle mengusap punggung si kecil, hatinya ikut sakit.

"Maafkan Chenji."

"Kau tidak salah, sayang."

Pelukan itu cukup lama, beberapa orang yang lewat di dekat mereka merasa iba. Tapi itu tak diperdulikan oleh sepasang ibu dan anak itu. Mereka sibuk menguatkan satu sama lain.

Chenji mengusap air matanya dan menatap mata mom nya itu. Bibirnya bergerak gemetar. Dia ingin berucap namun dia terlalu takut, takut bila itu menyakiti hati sang ibu.

Namun dia sudah tak tahan lagi, dengan menggenggam tangan Chenle. Chenji menguatkan dirinya untuk berkata jujur pada sang ibu.

"Chenji rindu dad."

Tiga kata itu cukup membuat Chenle terpaku. Menatap sang anak dengan tatapan bersalah. Kemudian ia mengangguk, dan kembali membawa sang anak dalam dekapnya. Di penghujung hari, mereka habiskan untuk merindu pada sosok yang sudah berada di samping Tuhan. Mereka tak marah, hanya saja mereka rindu. Dan ingin bertemu.







Tbc

Masih pada nungguin cerita nya gak? Kalo engga, mau aku..

SPRING [jichen] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang