Ketukan pintu mengalihkan atensi Chenle yang sedang menonton tv. Langkah nya di bawa menuju pintu untuk mengetahui siapa yang datang di pagi hari seperti ini.
Setelah pintu dibuka, menampilkan seseorang yang sangat ia kenal. Tubuh nya mulai menegang dan rasa khawatir muncul di benak nya.
Mata mereka saling bertemu. Chenle dengan kekhawatiran nya, dan dia dengan tatapan binar nya.
"Hai."
Gerakan kaku dari tangan Chenle membuat seseorang dihadapan nya terkekeh.
"Lama tidak bertemu, Chenle."
Setelah bertahun-tahun mereka tak saling bertemu. Kenapa harus sekarang dia datang? Bukan, bukan karna Chenle membenci nya. Namun, kekhawatiran dalam hati nya membuat dada nya sesak.
Tidak ada rasa lega saat ini. Dia, seseorang yang dulu membenci Chenle. Seseorang yang membuat kisah nya menjadi rumit.
"Boleh aku masuk? Aku membawakan sesuatu untuk mu, dan anak mu."
Tubuh nya di geser untuk orang itu masuk ke dalam rumah nya. Tak lama dia masuk dan duduk di sofa yang tadi Chenle tempati.
Langkah Chenle dibawa mendekat dan ikut duduk bersampingan dengan dia.
"Aku akan membuatkan minuman untukmu, tunggu sebentar."
Gerakan nya di tahan oleh tangan milik seseorang yang duduk disamping nya. Membuat Chenle mau tak mau kembali dalam posisi duduk nya.
"Aku hanya sebentar."
Chenle mengangguk. Ia diam memperhatikan apa yang tengah di lakukan oleh orang di samping nya itu.
Dia membuka paper bag yang dia bawa lalu menaruh nya dipangkuan Chenle. Chenle mengerutkan kening nya, jelas ia bingung. Sudah lama sekali mereka tidak bertemu dan sekarang dia memberikan kotak yang dihiasi dengan pita berwarna silver.
"Bukalah."
Seperti apa yang dikatakan, Chenle membuka kotak sedang itu. Matanya membesar, sebab terkejut dengan apa yang ada didalam kotak tersebut.
Menatap orang disamping nya dan menggeleng.
"Hyung, kau tidak harus seperti ini."
Dia tersenyum manis. Senyuman yang baru Chenle lihat semenjak mereka bertemu. Senyuman manis yang membuat semua orang terhipnotis karna nya.
"M-maafkan aku yang dulu, Chenle. Aku tak tau harus seperti apa, terimalah hadiah dari ku."
"Aku sudah memaafkan mu, Jaemin hyung."
Air mata Jaemin lolos. Ya, Jaemin yang datang berkunjung di pagi hari. Lelaki Na itu memeluk Chenle erat.
Rasa bersalah masih bersarang di hati nya, dia ingin merubah semua nya. Namun, dia tak bisa. Jelas, semua ini karna nya. Dia yang menghancurkan hubungan Chenle dan Jisung. Rasa menyesal mengganggu hati dan fikiran nya.
Selama mereka berpelukan dan Jaemin yang menangis di pelukan Chenle. Chenle mengusap punggung Jaemin, ia hanya bisa menenangkan lelaki Na itu. Benar, ia sudah memaafkan dan melupakan kejadian dulu. Walau kejadian Jisung yang meninggalkan nya tidak bisa ia lupakan.
Kini hanya ada rasa lega dalam hatinya. Pelukan hangat Chenle membuat Jaemin nyaman berada di dalam dekap lelaki manis itu. Namun, matanya tak sengaja menatap anak kecil yang keluar dari pintu kamar. Mereka bersitatap.
Jaemin melepaskan pelukan nya. Mengusap sisa air mata yang membekas di pipi. Lalu meraih kedua tangan mungil Chenle. Hal itu membuat Chenle kebingungan.
"Aku akan menggantikan Jisung."
Apa maksud dari perkataan Jaemin barusan. Tentu Chenle bingung dan berpikir keras, Jaemin tidak bisa menggantikan Jisung. Dan kenapa dia harus menyebutkan nama Jisung? Bukan apa, Chenle kembali rindu pada kekasihnya.
"Mom, paman itu siapa?"
Suara serak dari si kecil membuat Chenle menghampiri anak nya dan kembali menuju sofa. Mata si kecil terus menatap Jaemin dengan polos nya, yang mana hal itu membuat Jaemin tersenyum.
"Itu paman Jaemin. Ayo perkenalkan dirimu."
"Annyeong haseyo, Park Chenji. Hai paman Jaemin."
Wajah gemas milik Chenji membuat Jaemin mengambil alih badan si kecil dari pangkuan Chenle. Lalu mengecup wajah si kecil. Matanya menelisik, menyusuri setiap detail wajah si kecil. Benar, wajahnya sangat mirip dengan Jisung. Tampan.
"Jangan panggil paman. Panggil Jaemin appa saja."
Tak diduga, Chenji menganggukkan kepala nya. Hal itu membuat lelaki manis yang melihat anaknya terkejut. Lagi pula mereka baru saja bertemu lalu kenapa Chenji menyetujui perkataan Jaemin tadi.
"Chenji ayo mandi dulu.."
Lagi, gerakan Chenle di tahan oleh tangan milik Jaemin. Jaemin bangun dari duduk nya dan menggendong Chenji yang masih menguap.
"Aku saja yang memandikan Chenji. Kau masak sarapan untuknya saja."
Tanpa persetujuan terlebih dahulu, Jaemin melenggang pergi menuju kamar mandi. Chenle menatap punggung itu dengan isi hati yang tak tentu. Oh, ayolah mereka baru bertemu dan sekarang Jaemin sudah mengambil perhatian anaknya. Chenle khawatir karna ucapan Jaemin tadi.
Jelas dia khawatir. Lelaki Na itu dulu membenci nya walau dia sudah meminta maaf dan Chenle memaafkannya. Tapi, tak bisa dipungkiri jika perlakuan Jaemin pada Chenji membuat dia tak tenang.
Dengan segala keresahan dihatinya. Chenle meredakan sejenak, ia harus membuatkan sarapan untuk si kecil.
Saat sedang memotong wortel, suara tawa dari dua orang yang berada di kamar mandi membuat ia menghentikan kegiatan nya. Apakah Chenji akan menganggap Jaemin sebagai appa nya? Ya, itu lah yang menganggu pikiran Chenle sedari tadi.
..
Chenji sudah selesai mandi dan kini sedang duduk bersama Chenle dan Jaemin di meja makan. Mereka akan sarapan. Ya, ini masih jam 7 pagi. Dan lelaki Na itu benar-benar datang pagi-pagi berkunjung ke rumah Chenle.
Mereka memakan sarapan yang dibuat oleh Chenle. Hanya ada nasi goreng dan susu. Makanan Chenji sama, hanya saja banyak wortel di atas nasi goreng itu. Sedikit informasi bahwa Chenji sangat suka wortel.
Jaemin memakan sarapan nya dengan tenang walau sesekali menyuapi Chenji. Keduanya terlihat cukup akrab setelah memandikan Chenji.
Makanan di hadapan nya tak menarik perhatian Chenle. Ia masih memikirkan perkataan Jaemin. Sungguh, itu membuat Chenle sedikit frustasi.
Melihat Chenle yang tak kunjung menyentuh sarapan nya membuat Jaemin berinisiatif mengambil sendok dan memasukan nasi kedalam mulut Chenle. Barulah Chenle tersadar dan mencoba menyingkirkan tangan Jaemin.
"Maaf perkataan ku mengganggu pikiran mu."
Kata itu terucap begitu saja dari mulut Jaemin. Dia melihat raut frustasi Chenle, itu sangat tidak enak di pandang. Membuat Jaemin kembali memikirkan perkataan nya tadi.
Chenle hanya bisa mengangguk. Memang dia harus melakukan apa? Memukul Jaemin dan menyuruhnya pulang? Tidak, Chenle tidak akan melakukan itu.
"Jaemin appa, mau melihat foto dad ku, tidak?"
Gerakan tangan Jaemin terhenti. Lalu tersenyum pada si kecil.
"Mau, nanti ya setelah sarapan."
Anggukan dari si kecil membuat Jaemin mengulurkan tangan nya untuk mengelus dan mengecup kepala si kecil.
Hal itu jelas dilihat Chenle. Entah kenapa ia menghembuskan nafas nya. Chenle hanya takut. Ya, takut. Takut kehilangan seseorang yang dia sayang, lagi.
Tbc
😅
KAMU SEDANG MEMBACA
SPRING [jichen] END
FanfictionAku tidak butuh menjadi cinta pertama mu, yang aku butuhkan adalah menjadi yang terakhir. • sebelum baca ini silahkan baca Snow December dulu.. BxB!