10

1.9K 310 45
                                    

Peter membereskan tikar yang mereka pakai tadi dan memasukan nya ke dalam tas yang Chenle bawa. Mereka bersiap untuk meninggalkan taman sekarang, sebab langit sudah mulai gelap.

Gerakan nya terhenti kala sebuah tangan mungil menepuk lengan nya. Peter menengok mendapati si kecil tersenyum padanya.

"Terimakasih paman Peter. Maaf, Chenji membuat paman Peter kelelahan."

Peter menggeleng. Dia tak setuju dengan perkataan si kecil. Dia malah senang saat Chenji mengajak nya piknik, itu berarti atensi nya ada.

"Sama-sama. Tapi paman tidak lelah kok, justru senang saat Chenji mengajak paman berpiknik."

Keduanya tak menyadari jika Chenle telah melihat mereka sedari tadi. Tadinya dia akan mengajak mereka untuk segera pergi karna langit seperti nya akan menurunkan hujan. Namun, tak jadi. Dia malah diam memperhatikan dua orang yang sedang bercanda itu.

Peter mengangkat tas dan menggandeng si kecil, berjalan menuju Chenle yang duduk di bangku taman yang sedang memainkan ponselnya.

"Ayo kita pulang."

Kata-kata itu bagai mereka yang akan pulang ke rumah mereka. Rumah yang ditinggali oleh ketiga nya, namun Peter segera menepis pikiran nya itu.

Mereka berjalan beriringan menuju mobil yang terparkir di depan taman. Peter menaruh tas di bagasi dan langsung masuk ke dalam mobil saat rintik hujan mulai turun.

"Hujan lagi." gumam Peter sambil menyalakan mobilnya. Chenle hanya diam sedari tadi, Peter jadi tak tau harus apa.

Macet. Satu kata yang menggambarkan lalu lintas saat ini. Dimana puluhan atau ratusan mobil dan kendaraan lain diam menunggu kendaraan didepan mereka jalan.

Hujan dan macet adalah hal yang tak disukai Peter. Mereka bahkan sudah hampir setengah jam terjebak macet. Kepalanya ditolehkan ke belakang, melihat Chenji yang diam melamun memandang keluar jendela serta Chenle yang diam sambil menunduk.

Peter sedikit tak enak. Pasalnya sejak dia menanyakan keberadaan si ayah Chenji, mereka terlihat canggung.

"Bagaimana kita makan malam terlebih dahulu?"

Suara Peter membuat Chenle menoleh, dia kemudian memutar sedikit badan nya untuk melihat si kecil. Anggukan dari sang anak pertanda bahwa si kecil setuju atas ajakan Peter. Chenle pun mengangguk dan kembali seperti semula.

Peter sedikit menghela napas nya, dengan sedikit gerakan memutar akhirnya mereka terbebas dari kemacetan. Ya, Peter berputar arah menuju restaurant yang tak jauh. Beruntung tempat parkir di restaurant tersebut masih tersisa.

Mereka turun dengan Peter yang memegang payung hitam nya untuk melindungi si manis dan si kecil dari hujan. Mereka duduk di salah satu meja yang memang kosong saat mereka memasuki restaurant.

Setelah memesan pada pelayan Peter bernapas lega. Melihat dua orang di depan nya yang saling menghangatkan, Chenle mengusap tangan si kecil dan si kecil yang meniup-niup tangan Chenle. Manis sekali, batin Peter.

Mereka berdua tak sadar jika Peter mulai mengabadikan momen keduanya, dari mulai Chenji yang mencubit pipi Chenle. Berbisik, tertawa bersama dan berpelukan. Ah, rasanya Peter ingin bergabung saat itu juga. Berbagi kehangatan dengan orang yang dia cintai.

Namun, selang beberapa lama pelayan kembali dengan membawakan pesanan mereka. Sup hangat, nasi dengan kepulan yang terlihat, dan minuman hangat. Mereka akhirnya mulai menyantap makanan dengan nikmat.

Chenji sesekali menyuapi Chenle, dan itu tak luput dari penglihatan Peter. Sumpah demi Tuhan, dia ingin juga. Entah kenapa rasa iri akhir-akhir ini selalu muncul.

SPRING [jichen] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang