11

1.8K 311 35
                                    

Chenle tercekat saat tersadar apa yang dia perbuat. Memalingkan wajah adalah cara untuk tidak bertatap langsung pada lelaki di samping nya. Dia merutuki kebodohan nya yang menyebut nama sang kekasih.

Sungguh, dia tak bermaksud. Mulut nya dengan spontan berkata seperti itu. Demi Tuhan, dia seperti tersihir menyebutkan nama itu.

Pandangan nya beralih pada lantai, dia sungguh tak tau harus berbuat apa. Sedangkan Peter lagi-lagi harus kebingungan dengan semua ini. Dia memikirkan ucapan Chenle tadi.

Siapa Ji? Dia ingin tahu. Tapi dia tak mau bertanya lagi, hal itu pasti akan berdampak buruk bagi si manis. Cukup saat di taman saja dia membuat Chenle menangis mengingat ayah si kecil. Tunggu, apakah Ji yang di maksud Chenle adalah ayah dari si kecil?

Pikiran nya berkecamuk saat ini. Dia benar-benar bingung harus apa sekarang, melihat Chenle yang tak kunjung membuka suara membuat Peter gatal ingin mengucapkan sesuatu.

"Kau lelah?"

Gelengan yang Peter dapatkan, dia nyaris memeluk tubuh mungil itu jika saja Chenle tak menggeser tubuhnya. Ada bendungan air mata disana, dia jelas melihatnya. Sungguh, Peter merasa tidak enak, walaupun dia tak berbuat apapun.

Mereka diam, sibuk dengan pikiran racau masing-masing. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, tapi keduanya masih betah berdiam diri didapur.

Gerakan pelan Peter menyadarkan Chenle dari lamunan nya. Dia sampai lupa jika ada seseorang disamping nya

"Ah, maaf. Pasti kau lelah, ayo aku antarkan ke kamar tamu."

Lengan Chenle ditahan tangan kekar milik Peter, pun Chenle yang terlihat kebingungan sekarang.

"Maaf.. Tapi, siapa Ji?"




:::::::::::::🕊:::::::::::::



Mereka duduk di sofa dengan jarak yang sedikit berjauhan, entah apa tujuan nya tapi Chenle lah yang menggeser tubuhnya lebih jauh dari tempat Peter duduk.

Ditemani dengan siaran tv yang menayangkan berita namun dihiraukan oleh kedua nya. Suara deras nya hujan juga menemani mereka dengan keterdiaman. Seolah bagai pengantar lagu tidur untuk kedua nya jika saja Chenle tak membuka suara nya.

"Dia kekasih ku."

Satu kalimat itu cukup membuat Peter terhenyak, merasakan dada nya yang sesak sebab mendengar perkataan Chenle.

Seolah tak terjadi apa-apa pada dirinya, Peter mengangguk. Mencoba mendekat pada lelaski manis yang sedang menunduk sambil memainkan ujung piyama nya.

"Yang kuceritakan di taman tadi. Dia Jisung.. Kekasihku sekaligus ayah dari Chenji." suara parau itu terdengar sangat lirih saat menyebutkan nama Jisung. Peter merasa jika Chenle sedang memanggil namanya.

"Apa kau merindukan nya?"

Memang nya apa yang harus Peter katakan selain kalimat diatas. Dia bahkan tak sanggup untuk menatap wajah manis Chenle, dia tak sanggup untuk sekedar mengelus punggung kecil itu. Peter lemah sekarang.

"Aku selalu merindukan nya."

Cukup. Peter sudah tidak sanggup mendengar perihal soal Jisung. Egois? Iya, dia egois. Dia sedikit marah tapi terkalahkan dengan rasa tak tega. Tapi apa penyebab kekasih Chenle itu meninggal?

Dia tidak akan menanyakan hal itu. Dia tidak mau Chenle kembali menangis mengingat lelaki di masa lalu nya. Dia tidak mau lelaki yang dicintai nya ini tak bisa membuka hati untuk nya.

"Jika kau rindu dengan nya, doakan saja. Agar dia berada di tempat yang paling indah disisi Tuhan."

Chenle mendongak, terlihat bendungan air mata disana. Dia bahkan menahan nya saat mereka masih di dapur tadi, dia tak mau kembali menangis.

Peter menarik tubuh mungil itu ke dalam dekap nya. Menghangatkan tubuh Chenle yang terasa sangat dingin saat dia menyentuh nya, memberikan sandaran agar si manis tak perlu menahan diri agar terlihat kuat.

Sedangkan Chenle, dia bersusah payah agar air mata nya tak jatuh. Tapi tak bisa, berada di pelukan seseorang membuat nya sangat lemah. Dia bahkan membasahi piyama Peter.

Pelukan ini, pelukan ini terasa sama dengan Jisung. Hembusan nafas tenang dengan usapan lembut itu, dia teringat Jisung. Dia bahkan merasa sudah gila malam ini. Semua, semua terasa seperti Jisung.

Namun, kembali ke realita. Dia menggeleng, menghapus semua pikiran nya yang membayangkan jika yang sedang memeluk nya ini adalah Jisung.

Jisung, Jisung, dan Jisung. Chenle tak mau melupakan nya tapi dia tak bisa jika terus memikirkan Jisung. Dia bisa gila.

"M-maafkan aku.."

Entah untuk siapa permintaan maaf itu. Chenle bahkan tak tau harus meminta maaf pada siapa, mungkin pada keduanya. Pada Jisung dan Peter.

Disisi lain Peter mengerutkan kening nya saat Chenle bergumam kata maaf dalam dekap nya. Dia mengangguk, menarik lebih dalam tubuh Chenle agar masuk ke dalan dekap hangat nya.

"Tak perlu meminta maaf. Kau tak salah sedikitpun."

Chenle memejamkan matanya saat mendengar ucapan Peter. Dia merasa tenang saat Peter mengucapkan kalimat itu, sampai akhirnya Chenle jatuh tertidur di pelukan Peter.

Peter sadar. Dia sadar saat lelaki manis di pelukan nya ini masih belum bisa melupakan kekasih nya. Dia tidak berniat menghapus ingatan masalalu Chenle, tapi dia ingin mengubah nya menjadi lebih baik. Bersama nya. Peter, Chenle dan Chenji. Peter berjanji, dia akan membahagiakan Chenle ke depan nya.
































Namun Peter tak tau, jika takdir akan mempermainkan kisah nya.








Tbc

SPRING [jichen] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang