12

1.8K 285 35
                                    

Buat yg masih bingung dibook ini, Jisung udah meninggal ya yg jadi tokoh utama dibook ini adalah Peter.


.

.



Sinar matahari yang menerobos jendela membuat kedua orang yang sedang dalam berpelukan itu terusik. Salah satu dari mereka membuka mata lebih dulu.

Mengumpulkan kesadaran sebelum akhirnya menoleh ke samping. Mendapati wajah pucat yang masih terpejam, keringat yang muncul di dahi membuat tangan nya terulur untuk mengusap peluh itu.

Rasa panas yang dia dapat saat kulit nya bersentuhan dengan Peter. Mendadak membulatkan matanya saat menyadari jika seseorang di hadapan nya ini sedang demam.

Lupakan posisi mereka yang masih berpelukan dengan tangan Peter yang masih melingkar di pinggang Chenle. Pun Chenle yang masih berada di pelukan Peter dengan mata yang terus menatap wajah itu.

Namun saat mata nya kembali melihat peluh di dahi, seketika melepaskan pelukan nya dan berdiri sambil merapikan piyama nya yang berantakan.

Berjalan menuju dapur untuk menyiapkan kompresan, sedang Chenle tak sadar jika ulah nya barusan membangunkan manusia tampan itu.

Badan nya yang terasa pegal adalah hal yang dia rasakan pertama kali saat membuka mata. Belum menyadari jika suhu tubuhnya yang meningkat, memakai kacamata yang tergeletak di atas meja bersama ponsel yang mati total.

Sebelum meraih benda pipih tersebut Chenle sudah kembali dengan baskom kecil berisi air dingin untuk mengompres Peter. Tentu saja hal itu membuat Peter keheranan, pasalnya untuk apa Chenle membawa baskom.

Chenle duduk di samping Peter yang masih kebingungan. Tangan nya memeras handuk kecil dan sedikit mendorong tubuh Peter agar bersandar pada sofa. Lalu meletakkan handuk tersebut tepat di dahi lelaki berkacamata itu.

Sontak Peter menatap Chenle dengan mata yang terlihat membesar, walau masih terlihat sipit bagi Chenle.

"Kau demam."

Tak ada lagi mata membesar Peter. Kini hanya ada keheningan dari keduanya, mereka bahkan tak sadar jika sosok kecil yang terlihat linglung itu berjalan mendekat.

Jika saja Chenle tak menggeser tangan nya dari baskom sudah di pastikan air yang berada di baskom akan membasahi karpet. Bagaimana tidak, tangan mungil yang tiba-tiba mencolek pipi nya itu membuat Chenle terkejut. Begitupun dengan Peter.

"Aku lapar."





::::::🕊::::::





Chenji sudah siap dengan tas sekolah di gendongan nya, begitu pula dengan Peter yang siap dengan setelan kerja nya. Bahkan Chenle sudah rapih dengan kemeja putih serta celana hitam.

Mereka akan kembali menjalani aktivitas seperti biasa hari ini. Suara tertutup nya pintu menandakan pemilik rumah siap meninggalkan rumah dalam beberapa waktu.

Deman yang di rasa Peter sudah sedikit hilang karna Chenle yang memberi nya teh hangat dan sarapan lezat. Lihat, mereka bahkan terlihat seperti keluarga.

Namun, Chenle melupakan fakta bahwa Na Jaemin selalu datang untuk menjemput dan mengantar ke sekolah dan toko. Lelaki Na itu terlihat bersender pada pintu mobil nya, menatap Chenle dengan diam.

Peter yang berada di samping Chenle pun ikut melihat ke arah lelaki ber jas itu. Tatapan nya seperti tak suka saat menatap Peter, tapi Peter tak peduli. Toh, dia tak mengenal nya.

"Ayo Chenji naik mobil Jaemin appa!"

Chenji merasa bimbang. Dia ingin diantar oleh paman Peter tetapi Jaemin appa sudah rela datang pagi-pagi untuk mengantar nya ke sekolah, jadi dia harus pilih siapa?

Bahkan Chenle pun ikut merasa bimbang saat ini, pasalnya saat sarapan tadi Peter meminta agar dirinya dan si kecil diantarkan ke sekolah dan toko. Namun, dirinya benar-benar lupa jika lelaki Na itu selalu datang ke rumah nya setiap pagi.

"Mereka pergi dengan ku."

Suara deep itu mengalihkan atensi Chenle dari si kecil. Sebenarnya dia juga merasa tak enak pada Jaemin, lelaki itu selalu rela merepotkan diri sendiri untuk mengantar nya dan juga si kecil.

Tapi Jaemin sudah menunggu di halaman rumah nya tanpa masuk ke dalam.

Chenji menatap dua lelaki ber jas itu dengan diam. Sibuk memilih dengan siapa dirinya dan mom akan diantar. Namun, ide jahil muncul begitu saja di kepala nya.

Chenji mengangkat tangan kanan nya guna mencari perhatian dari ketiga orang dewasa itu.

"Aku dan Mom naik bus saja. Nah, Jaemin appa dan paman Peter berangkat lah bersama."

Tanpa peduli protesan dari kedua lelaki itu. Chenji segera menarik tangan Mom nya agar cepat meninggalkan kedua nya, Chenle bahkan tak sempat menoleh.

Chenji tertawa sambil menutup mulut nya, dia tak sanggup memilih. Jadi lebih baik mencari jalan tengah, yaitu berangkat dengan bus.

"Apa Mom keberatan? Maaf, Chenji langsung menarik tangan Mom." ucapnya setelah menjauh dari perkarangan rumah, memelan kan langkah dan tak menarik mom nya lagi.

Chenle terkekeh dan menggeleng "Bagus! Mom tidak tau harus bagaimana tadi."

Keduanya tertawa mengabaikan dua sosok yang masih berada di depan rumah nya.

Sedangkan di sisi lain, Jaemin menatap tajam Peter. Jujur, dia sedikit terpaku saat melihat seseorang di samping Chenle tadi, dia kembali mengingat memori lama yang sengaja dia kubur.

Jantung nya bahkan sekarang terasa sakit, peluh di dahi pun tak bisa mengelak bahwa dia sedang di landa kegugupan. Menatap seseorang di depan sana yang diam menatap nya juga.

Jisung. Orang itu terlihat mirip Jisung. Apakah Jisung selamat dari kecelakaan nya? Apakah orang di depan nya ini benar benar Park jisung? Jaemin menelisik setiap bentuk wajah dan postur tubuh itu.

Sama, mereka terlihat sama. Yang membedakan hanya kacamata yang bertengger itu saja. Selebihnya adalah Jisung.

"A-apa kau Jisung?"

Peter lagi-lagi dibuat keheranan dengan semua ini. Kenapa semua orang memanggil nya dengan nama Jisung? Walaupun memang nama Korea nya adalah Jisung tapi dia yakin bukan dirinya lah yang dimaksud.

Wajah Jaemin bahkan terlihat menyesal? Tapi sungguh, Peter merasa seperti orang bodoh. Dengan beberapa langkah yang dia bawa agar mendekat ke arah Jaemin. Berhenti tepat dua langkah di depan lelaki Na itu.

"Apakah ada seseorang yang mirip dengan ku?"

Jaemin terhenyak, dia yakin orang didepan nya ini adalah Park Jisung. Sangat yakin, pertanyaan itu seperti mengartikan bahwa Jisung hanya ada satu.

Jaemin seolah tersihir akan tatapan yang di berikan oleh orang di hadapan nya ini, dia ingin bertanya. Tapi semua tubuh nya terasa kaku, namun pernyataan yang keluar dari mulut itu mampu membuat hati Jaemin sedikit lega.

"Tapi maaf, namaku Peter Park."












Tbc


Dikit lagi konflik, siap-siap ya

SPRING [jichen] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang