Tuhan itu adil, memberi luka dengan semua penyelesaiannya. Jika tidak, maka ia akan berhenti, lalu beristirahat sejenak, sebelum kembali memecah semua yang belum tercapai.
🍫🍫🍫
Lima hari berlalu, hari ini, Fariz berjanji pada Galuh untuk mengajaknya ke Makam Papa dan Bunda, juga Eyang. Setelah kemarin malam anak itu mogok bicara padanya, belum lagi meminta penjelasan lebih yang Fariz sendiri tidak tahu kebenarannya seperti apa.
Fariz seolah terusik beberapa hari belakangan mendapat bisikan damai yang begitu menenangkan. Walau hanya sebuah kata 'aku rindu'. Setidaknya ada luka yang terobati sedikit. Fariz lupa kalau diujung sana hadirnya tengah di tunggu. Kakinya melangkah begitu santai, membuat si pemilik mata kutub itu kembali mendapai cibiran pedas dari kedua adiknya.
"Lelet kaya keong." itu Galuh, anak yang katanya tak mau bicara pada Fariz. Keadaannya sudah jauh lebih membaik sekarang. Setelah beberapa hari Fariz dan Ibnu memaksanya untuk tidak masuk sekolah dan tidak melakukan aktifitas apapun, hanya beristirahatx sampai kondisinya memungkinkan untuk kembali bersekolah.
Fariz hampir saja lupa, dia juga sudah kembali ke runah Papa, meski begitu asing sekarang, awalnya pria itu ragu untuk kembali, tapi setelah ia mengobrol banyak dengqn Brian, pria itu memutuskan untuk pulang saja ke rumah. Brian juga awalnya tidak setuju, ditambah saat itu Galuh yang masih dalam keadaan lemah. Seandaainya Ibnu tidak bilang kalau dirinya rindu sekolah, sudah pasti Fariz akan menambah waktu menginapnya lebih lama.
"Lo, lagi ngga ada jadwal kuliah 'kan Bang?" tanya Ibnu, Fariz menggeleng, lalu melangkah lebih dulu melewati dua cowok yang sudah hampir mati kebosanan karena menunggunya.
"Dih! Sok sibuk, udah di tungguin, main pergi aja, Abang tuh?!" cibir Galuh. Jika bukan adik, Ibnu adalah orang pertama yang akan menghadiahinya tamparan pedas dibibir brengut milik Galuh. Tapi, sesaat langkah Fariz terhenti, tentu kesal karena adiknya masih dalam mode ngambek. Fariz diam, pria itu tak akan bergerak dari tempatnya jika Galuh masih mengumpatinya sepanjang hari nanti. Ibnu yang melihat Kakaknya tak bisa berkata lain, selain tertawa tanpa suara, sementara si bungsu, akan tetap sama, gengsi tingkat akut untuk memulai percakapannya.
"Gausah pergi!" katanya. Mata Galuh membelalak, mendengar apa yang baru saja Kakaknya katanya, sungguh bukan ini yang Galuh mau. Galuh sadar, membenci Fariz adalah hal yang paling sulit, apalagi harus mogok bicara, dan itu memang keinginannya. Jika kalian berpikir Fariz akan mudah luluh dengan tindakan Galuh, kenyataannya adalah, Fariz akan jauh lebih tidak peduli karena ulah anak itu sendiri. Lihat saja kemarin siang. Ketika Galuh memintanya untuk mengambilkan garpu di dapur. Padahal Galuh ingat betul, mereka masiy dalam mode mogok bicara.
Fariz akan menuruti apapun yang Galuh minta, tapi tidak dengan sikapnya, ia akan mengambilkannya tanps bicara atau menoleh. Ya begitulah Fariz.
Langkah Galuh cepat mendekati Fariz yang masih berdiri di depannya, kini anak itu mulai merengek, memengang lengan Fariz begitu manjanya. Mata bulatnya yang polos akan membuat siapapun gemas melihatnya.
"Sorry, iya gue nurut, tapi jangan dibatalin dong, gue beneran janji deh, gak ngulangin lagi. Bang?" rengek Galuh. Anak itu benar-benar akan kesulitan jika Fariz menolak untuk memaafkannya.
"Bang Fariz seriusan, gue minta maaf. Tapi, jangan dibatalin buat ketemu Bundanya. Bang?"
Masih tidak ada respon, Fariz ya Fariz bukan Ibnu yang luluhnya harus di sogok dulu. Fariz akan tetap dalam posisinya meski dia harus melihat adiknya menangis.
"Bang?" kali ini Ibnu ikut bersuara, baru pertama Ibnu melihat Fariz mengabaikan Galuh sampai adiknya sudav mengusap air matanya berulang kali, Kakaknya masih tidak mau menoleh, meski sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALUH✔ ( PROSES REVISI )
Roman pour Adolescentsluka adalah dia yang tak mau berjuang, bukan karena tak mampu, hanya saja waktunya tidak cukup untuk menyelesaikan semuanya. Namanya menggema di mana-mana, tapi tidak dengan jiwanya yang pergi lebih dulu. Berharap akan ada keajaiban, namun semuany...