Tiga belas 🍫 Brutal

634 55 24
                                    

Warning untuk membaca perlahan,  maaf jika  ada typo bertebarn, word yang di tulis  sekitar  3000. Harap  santuy 🤭

Selamat membaca 🍫🍫🍫

Jangan sia-siakan hidupmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan sia-siakan hidupmu. Sebelum waktu nemanggilmu.
Takdir tidak ada yang tahu 

🍫🍫🍫
🍫🍫
🍫

Padahal masih pukul delapan malam, tapi Ibnu sudah mencuri start  diatas ranjang milik Fariz. Sementara si pemilik kamar sibuk mengurus Galuh yang  tiba-tiba berteriak begitu keras.

Fariz kesal dibuat heboh satu rumah oleh kelakuan Galuh yang terlampau terlalu cerdas untuk bermanja padanya. Bukan karena sakitnya, anak itu berteriak hanya untuk hal yang bisa dibilang bisa diurus sendiri. Tapi, bagi Galuh, selagi ada Abang, untuk apa bergerak sendiri. Toh Abang akan menjadi tamengnya setiap kali ia meminta.

Pernyataan yang akan selalu menjadi alat tempur untuk Ibnu,  ucapan Galuh adalah mutlak, tidak bisa dibantah, apalagi digantikan. Seperti saat ini, anak itu akan meminta hal yang menyusahkan Fariz, padahal Galuh yakin kalau Kakak sulungnya sedang sibuk.

"Lo cari gara-gara di jam segini, Nan, gak salah nih?"  suara pelan namun dingin. Fariz akan melontarkan kata-kata bijaknya untuk Galuh, meski anak itu  membalasnya dengan cengiran menyebalkan, tetap Fariz tidak akan pernah bisa marah terlalu lama.

"Gue mau ditemenin juga!" protes Galuh, anak itu sudah memberengunt kesal, karena sejak tadi usai makan malam, Fsriz sibuk dikamarnya, belum lagi di sana ada Ibnu, si pencetak suara bising terpopuler satu rumah. Ingat satu rumah, bukan satu RT!

"Lo iri? Mau tidur bareng juga? Gak salah, nih?" tanya Fariz  anak itu melirik tajam pada Kakaknya yang masih bersandar di meja belajar miliknya.

"Gue gak iri, cuma gak suka." balasnya. Fariz memutar bola matanya jengah, ia selalu dibuat pusing oleh sikap Galuh  yang masih labil, atau bisa dibilang sensitif dengan hal yang menyangkut kehilangan?

"Demi apa lo bilang gak suka. Ayo kalo mau bareng, gue suruh Ibnu ke kamar lo deh." ucap Fariz, nada bicaranya mulai lembut, kini pria itu beranjak daru tempatnya dan mengambil posisi memilih duduk di sisi sebelah kiri Galuh.  Diusapnya perlahan kaki Galuh yang terbungkus selimut, sesekali mata tajam Fariz melirik wajah pasi Galuh, anak itu tetap fokus pada film yang sedang berlangsung dilayar kaca.

"Dipqksa jalan, sakit gak?" tanya Fariz,  Galuh mengangguk, lalu bersuara sedikit memelan, "dikit."

"Gak usah sekolah." kata Fariz lalu beranjak dari tempatnya, tangannya terulur menyentuh sebelah pipi Galuh yang hangat. Mata bulatnya tentu membuat senyum samar Fariz muncul meski hanya sebentar.

"Gue udah libur kelamaan, nanti kalau ngga naik kelas, gimana?"  Kata Galuh, Fariz terkekeh sebentar  lalu meraih sebelah tangan adiknya untuk ia letakan di depan dadanya.

GALUH✔ ( PROSES REVISI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang