Delapan Belas - Hilang.

450 45 75
                                    

🍫🍫🍫

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍫🍫🍫

Riuh angin membawa damai dan pesan, tak ada yang tahu saat itu perasaan seseorang telah patah dan dan hancur. Tidak ada yang tahu saat itu akal sehatnya hampir merenggut setengah dari sekian banyak rasa sayang yang melimpah.

Ragunya membawa semua kenangan itu muncul. Usai menemenani Galuh, cukup lama anak itu juga  cukup rewel tidak ingin ditinggal, baru lah di waktu ini Fariz bisa menemani Ibnu, setelah sekian jam, anak itu terlelap di sofa ruanga rawat adiknya. 

"Riz, gue ngga tahu adek lo sakit apa, tapi gue nemu dia udah tergeletak diatas aspal dengan wajah yang udah babak belur, padahal dia ngga lagi berantem. Riz, gue khawatir, lo hati-hati, pokoknya."  tutur Restu, Fariz hanya mengangguk, ia terus memandang wajah Ibnu yang sudah penuh dengqn luka. Sedang di sisi lain di atas brankar itu tubuh Galuh juga terlelap  begitu damai, mata bulatnya yang mulai menghitam,  membuat otak Fariz berputar dua kali lipat.

"Riz,  lo oke, kan?" tanya Restu lagi, Fariz mengangguk. Pria itu masih belum membuka suaranya,  tadi... ketika Ibnu pergi,  tubuh Galuh tiba-tiba kejang,   dengan segera Fariz memanggil Dokter Surya, rasanya ngilu melihat alat itu berputar  selama beberapa jam,  kantung-kantung berwarna merah itu mengalir bebas melewati selang kecil masuk ke dalam punggung tangan Galuh.

"Dia harus melakukan transfusi darah Riz,  kalau ngga ginjal adik kamu semakin rusak,  mungkin ketika adik kamu terjatuh  tidak terasa, tapi akibatnya membahayakan dirinya.  Kalau di biarkan akan berakibat lebih dari pada ini." terang Surya. Fariz diam di tempatnya ketika Galuh mulai terpejam.  Setelahnya Surya kembali memecah hening di kepalanya.

"Kalau kamu mau, dia bisa melakukan oprasi transparasi ginjal, tapi..."

Ucapannya terpenggal,  mata Fariz membulat,  ia tidak mau mrndengar hal buruk lainnya  cukup anemia yang menyusahkan gerak adiknya, tidak dengan yang satu ini.  Detak jantung Fariz terpacu begitu kencang, berharap apa apa yang Surya katakan tidak mrmatahkan semangatnya.

"Kalau oprasinya gagal, seumur hidup dia harus menjalani transfusi darah. Berhubung, Galuh juga pengidap anemia, saya harap, kamu tahu maksud saya."

Kakinya yang semula berpijak saja terasa begitu ringan,  dunianya dibawa berputar setiap kali ia mendengar penuturan menyesakkan hati itu terlontar. Belum lagi,  di jam yang tidak jauh berbeda ia dapat kabar dari  temannya, kalau apa yang akan dialami oleh Ibnu nanti akan mengakibatkan keburukan yang merenggut nyawanya sendiri. Ingin rasanya Fariz mengumpat begitu bebas, hanya saja ia sadar dirinya tidak sebodoh Ibnu yang dengan bebas mengatakan kalau dirinya itu kejam.

"Bang..."

Suara rintih Ibnu membuatnya kelimpungan, tangan yang semua menyentuh kening adiknya berpindah  dengan cepat merogoh saku celananya. Ia maraih ponsel itu dengan menatap layarnya yang menyala menyisakan nama yang jelas ia benci. Ia membawa ponselnya menempel disebelah telinga, terdengar begitu kasar deru napas di sebrang sana, membuat Fariz berdecak sebal.  Dan sebelah tangannya lagi, ia ulur untuk mengusap lengan Ibnu yang tadi memintanya tanpa berkata usai memanggil dirinya.

GALUH✔ ( PROSES REVISI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang