Enam belas 🍫 Jurang Luka

516 46 71
                                    

Berdirilah dengan kedua kakimu sendiri, agar kamu tahu rasanya jatuh tanpa dibantu oleh orang lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berdirilah dengan kedua kakimu sendiri, agar kamu tahu rasanya jatuh tanpa dibantu oleh orang lain.

Ananda Haikal Galuh.


🍫🍫🍫

Fariz kira, semalam sudah berakhir pertanyaan bodoh yang dilontarkan Ibnu, sebelum  anak itu tertidur pulas di sisinya. Tapi Fariz salah, pagi ini adalah pagi pertamanya menjalani hukuman yang diberikan oleh pihak sekolah.

Memang belum ada yang berubah,  keduanya sudah duduk di kursi meja makan masing-masing dengan sarapan yang sudah Fariz buat sejak subuh tadi.  Meski tak banyak bicara,  bahkan suasana hening yang tercipta di sana hanya menyisakan denting sendok yanh bertaut pada piring masing-masing. Dingin.

Rasanya seperti berada di kutub,  ketika Ibnu bangun tidur, cowok itu segera beranjak dari ranjang dan berlari kecil mencari sosok  Fariz. Ia menuruni anak tangga pun sambil berteriak menyerukan nama Kakaknya.

"Lo tidur apa mati sih, lama banget, gue kesel bangunin lo,  sarapan dulu buruan,  hari ini gue mau kuliah, lo jagain Galuh  di rumah sakit  kalau ada apa-apa kabarin, paling gue ke sana sore bareng Restu." tutur  Fariz pelan, pria itu menatap wajah lesu adiknya yang entah sejak kapan  garis hitam dibawah matanya mualai pekat mengusik pandangan Fariz. Secepat kilat tiba-tiba tangannya terulur, menyentuh sebelah pipi Ibnu sampai cowok itu tersentak, lalu membalas tatap Fariz heran.

"Lo dandan?"

Ibnu diam,  anak itu memang belum menjawab satu kata dari pertanyaan Fariz sebelumnya, dan sekarang juga sama. Ibnu menepis tangan Fariz lemas, dia hanya tidak ingin Fariz khawatir juga  padanya.

"Gue udah selesai."

"Tapi, sarapan lo belum abis Da!"

Tak peduli dengan pekik Fariz, Ibnu sudah beranjak dari tempatnya, lalu melangkah  untuk kembali menaiki anak tangga, namun sebeluk kakinya berpijak di sana, Ibnu kembali menoleh melihat Fariz yang masih diam menatap dirinya tajam.

"Gue cuma kangen Galuh, lo kuliah aja, gue jagain adek gue kok."  Setelahnya Ibnu pun berlalu, langkahnya yang terasa begitu berat membawa serta semua dukanya. Seperti ada seseorang yang menekan bahunya begitu kencang.

Fariz tersentak, ia benar-benar hampir menyemburkan isi makanan yang ada di mulutnya, ketika mendengar suara tawa  Ibnu di sana. Ia buru-buru beranjak, menatap langkah Ibnu yang tertawa puas  entah dengan siapa. Dari ujung tangga, Fariz mengamatinya.

"Gue ke rumah sakit, lo ikut, kan?'"

Ada jeda cukup lama yang Fariz coba ciptakan, setelahnya gelak itu kembali terdengar. Tatap tajam mata Fariz tidak berhenti sampai akhirnya tubuh Ibnu tenggelam dibalik pintu kamarnya.

"Adek gue... Bun, maafin Fariz Bun." katanya lirih, Fariz menunduk, tangannya mengepal, rahangnya terkatup keras.  Ia lupa kalau adiknya yang satu lagi juga sakit.

GALUH✔ ( PROSES REVISI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang