Dua Puluh Sembilan.🍫 Abang aku capek...?

409 40 66
                                    

BRENGSEK! GUE BILANG, JANGAN SENTUH ADEK GUE!
. . .

Ohallo, ingin mengumpat saja rasanya tak kuasa, bagaimana bisa seorang Fariz terlihat seperti api yang membara di kala panasnya terik matahari?

Ini bukan seperti yang di duga oleh banyak orang. Ketika ia tahu apa yang sedang di lakukan Galuh diluar, pria itu segera menarik kasar adiknya. Sampai membuat Galuh hampir terjatuh, untung saja ada Ibnu yang segera menahan tubuh adiknya.  Sementara di sana, di depan mereka sudah ada Fariz dengan manusia yang tidak tahu diri. Ada geram yang Fariz simpan, ada  tatap kebencian yang Fariz coba bungkam, sebelum akhirnya  suara itu mengalun indah di udara dengan tawa menyakitkan telinga.

"Sabar dong Riz, belum juga di sentuh. Udah main tangan aja."

"Ngga usah banyak bacot! Gue tahu akal busuk lo, mau ngepain lo malem-malem bertamu, cari mati?"

"Wah, wah, gue heran, kenapa kalian berempat, suka banget sih belain anak ingusan terus  penyakitan kaya dia!" ucapan itu di sertai tunjuk yang begitu jelas pada Galuh. Membuat anak itu tersentak, lalu melangkah mundur perlahan. Sejak tadi, air matanya sudah menggenang bahkan siap meluncur, sebelum suara Fariz membuatnya terkejut.  Untuk pertama kalinya ia melihat betapa marahnya Fariz pada seseorang, untuk pertama kalinya ia juga melihat betapa seramnya Fariz.

Galuh tidak pernah bermimpi akan menjadi seseorang yang dibenci oleh orang lain, bahkan di sana, Ibnu juga belum tentu menyayanginya seperti Fariz. Atau, memang kedua Kakaknya hanya berpura-pura untuk sayang lalu setelahnya bahagia ketika dirinya pergi?

"Engga... abang, aku ngga mau."  gumam yang begitu pelan dan bahkan tidak ada satu pun yang mendengarnya.

Sosok yang ada di depannya begitu menakutkan, untuk di sentuh saja Galuh tidak berani,  Fariz benar-benar menakutkan untuknya.  Begitu juga dengan Ibnu. Reka yang menyadari kalau Galuh tidak ada, cowok itu langsung menoleh ke belakang sebelum langkah Galuh benar-benar menghilang.

"Gue cuma mau kasih peringatan, lo mundur atau mereka berdua yang mundur?"

Ada sungging sinis yang Fariz berikan untuk pria di hadapannya, sebelum ia bersuara lebih menyakitkan.

"Mundur jadi pengecut, kaya lo gitu?"

"Sorry, lo salah tempat!"

"It's okay, you can see him die, now!"

Tawa itu benar-benar menyambar api yang sudah Fariz tahan tadi, bahkan pukulannya seolah tidak berarti apa-apa. Namun, Fariz tidak begitu memahami, apa yang pria itu katakan, Fariz hanya mengikuti arah pandangnya, sebelum akhirnya langkah Ibnu lebih dulu berlari, setelah Reka meneriaki nama Galuh berulang kali.

"See, you now me Fariz, lo gak akan bisa lepas dari masalah dan beban, kalau lo masih bertahan."

"Sampah memang harus dibuang, karena mulut sampah adalah, dia yang takut untuk menerima kekalahan, apa lo pikir ancaman lo akan berhasil? Kita lihat, siapa yang akan maju paling depan sebelum lo  menahan malu, untuk yang kesekian kalinya."

Ucapan Fariz begitu dingin, menusuk bahkan siapa saja yang mendengarkan akan mengatakan, bahwa  kanebo kaku adalah Fariz dengan segala ucapan tajam meski tidak pedas. Cukup untuk menahan lawan hanya dengan menatap dan mengatakan sesuai Fakta.

"Galuh stop!" Teriak Ibnu, cowok itu sudah berlari sekuat yang ia mampu, begitu juga dengan Reka dan Irgi. Mereka berdua sempat terdiam, sebelum suara Ibnu memakinya. Bukan karena mereka tak peka, hanya saja  suasananya begitu mengejutkan. 

"Galuh gue bilang berenti!"

Teriak Ibnu lagi, tidak Galuh tidak tuli, Galuh mendengarnya, tapi rasanya semua yang dia dengar senyap begitu saja. Deru napasnya memburu, bahkan seperti menyekat sampai ia sulit untuk bersuara. Air matanya sudah berjatuhan, kerja jantungnya jauh lebih cepat sampai denyut di kepanya mulai menyerang. Ditambah, sakit yang lain yang ia rasa di bagian belakangnya, seperti ingin copot.

GALUH✔ ( PROSES REVISI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang