Prolog

424 26 46
                                    

Diandra

Aku berjalan menyusuri kantin yang sedang ramai diisi oleh SMA Garuda. Mencari dua emak - emak yang sedari tadi menerrorku.

"DII, SINI WOI!"

Sebagian penghuni kantin mengalihkan pandangan kearahku. Ya, memang sekarang aku berada di ujung pintu kantin. Dengan cepat, aku bergegas menghampiri temanku.

"Bisa nggak, mulut toa lo nggak usah teriak teriak?" ujarku sambil mendengus.

Nara terkekeh."Lah, terus harus bisik - bisik? Mana bisa denger lo," ujarnya sambil menoyor kepalaku. Kurang ajar emang.

"Chat lah, oneng."

Aca berdecak tak suka."Lo berdua tuh berisik banget sih, anjir. Gue nggak khidmat nih jadinya lagi makan."

Aku dan Nara mendelik tak suka dan mulai menyantap makanan. Suara gaduh membuat kami mendongakkan kepala dan ternyata itu berasal dari pintu kantin yang menampilkan sosok si cassanova, katanya.

Aku mendecih. Tumben tim intinya nggak ada satu. Memang ya, mereka tuh, sok tampan banget, berasa jadi idola sekolah banget, ya. Gaya mereka udah kaya cowok - cowok cassanova di film yang kalo dateng ada cahaya putih dibelakangnya dan pake efek slow motion.

"Gue heran deh sama mereka, banyak banget yang suka, gue malah muak liatnya tiap hari dikelas," ujar Aca sambil bergidik.

Memang ya, kami nggak suka sama Arjuna, apalagi temen-temennya. Iya, kami memang sekelas.  Kalo buat orang mereka itu pangeran kelas, bagiku dan Aca mereka nggak lebih dari manusia yang tak pernah kami harapkan ada.

Perlu ku beri tahu kalo hanya aku dan Aca yang nggak suka mereka, beda sama Nara dan Iren, mereka itu fans garis kerasnya Arjuna dan kawan - kawan. Dih, muak sekali.

"Kan ganteng Ca, wajar," Nara menimpali.

Aku mendecih untuk kesekian kalinya."Sumpah ya, nggak ada ganteng gantengnya, ngeselin iya."

Aca menganggukkan kepala setuju."Lo tuh Ra, jangan lihat covernya doang mereka itu sejenis buaya, sok ganteng lebihnya gak ada."

Nara berdecak rak setuju."Buaya tuh bagian dari separuh jiwa cowok Ca. Tahu nggak? Dibalik jiwa buaya, tersimpan satu nama cewe yang diagungkan," tuturnya sambil mengangkat kedua tangan berlebihan.

"Susah ye, ngomong sama lo," ucap Aca dengan gaya ingin muntah.

Aku hanya geleng - geleng kepala malas menanggapi ocehan mereka."Iren kemana, deh?" tanyaku.

"Latihan karate. Katanya mau ada latgab gitu ke Bandung," sahut Nara.

Aku hanya menganggukkan kepala. Lalu, mataku menangkap sesosok jangkung yang berlari dari belakang kantin."Kak Ambar kan, itu? Ngapain sih, lari - lari."

"Samperin gih, bawa nih botol minum gue. Masih segelan," goda Aca.

Nara terkekeh."Perasaannya abadi ya Di, dari kelas sepuluh masih aja, mana nggak ada kemajuan lagi." Lalu, mereka tergelak bersama.

"Heh, gue cuman penasaran!" elakku.

"Cuma penasaran tapi nanyain terus sama Iren," Ejek Aca.

Aku hanya mengembungkan pipi kesal. Aku memang suka sama Kak Ambar. Dia tuh the real cowok ganteng, nggak kaya cowok - cowok kelas. Dia juga pernah bantu aku waktu ambil buku setumpukkan, kebaikannya bikin aku respect aja.

"Gue kekelas ya, ambil charger," pamitku.

****

Arjuna

RelasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang