Tak Tik

42 10 23
                                    

Arjuna

Gue menatap hampa langit-langit kamar, rasa kehilangan itu ... tak kunjung reda. Cinta pertama se-berpengaruh ini ternyata. Dan gue masih bisa lihat tatapan terluka gadis itu. Tadi setelah gue dekap, dia langsung pergi. Entah apa yang sekarang dia rasakan.

"Juna?" panggil bunda menyembul di pintu kamar.

Gue hanya menoleh sejenak lalu kembali dengan pikiran gue. Bunda masuk kamar gue dan menutup kembali knop pintunya.

"Kamu bunda perhatiin kemarin nggak makan, ya? sekarang juga. Kenapa?" tanya Bunda setelah duduk disisi ranjang sambil mengelus rambut gue, nyaman. Rasanya sama kayak diusap Diandra. Sial, gue ke inget Diandra lagi.

"Udah bunda bilang kan, kalo ada masalah itu cerita." Bunda menghela nafas pelan."Diandra udah jarang main ke rumah, Bunda juga gak pernah liat kamu telponan ber jam-jam lagi," tambahnya Bunda meledek.

"Juna lagi nggak pengen cerita, Bun." sahut gue.

"Oke kalau gak mau cerita, Bunda nggak akan maksa. Bunda percaya Arjuna, putra Bunda itu anak yang dewasa. Apapun masalahnya kamu harus selesaiin baik-baik. Walaupun kamu gak cerita, Bunda tau ini tentang Diandra." Gue yakin Bunda tanya-tanya sama Johan simulut petasan itu.

"Hubungan itu nggak ada yang berjalan mulus, Jun. Banyak rintangannya, dan justru masalah itu ada untuk proses pendewasaan kalian." Bunda tersenyum sesaat."Kalo kalian nyerah ditengah jalan, itu tandanya kalian kalah. Dan kamu sebagai laki-laki harus dan wajib berjuang---itu pun kalo kamu serius. Rangkul Diandranya ajak berjuang bersama. Kalian hanya perlu saling percaya dan menguatkan. Itu kuncinya." Bunda mencium kening gue."Bangkit dong anak Bunda."

Gue tertegun sesaat. Apa keputusan gue beberapa jam lalu, untuk putusin hubungan gue ini sudah benar?

Gue menggenggam lengan Bunda."Juna udah kalah Bun. Juna ... udah putus," jawab gue parau.

Tanpa gue duga, Bunda tersenyum."Kalo gitu, jangan terus-terusan menyesal kamunya. Kalo masih sayang, masih ada waktu untuk perjuangin dan perbaikin semuanya. Bunda udah sayang banget sama Diandra kalo kamu mau tahu."

Hati gue berdesir hebat. Bunda selalu berhasil buat gue tenang, dia adalah sosok yang selalu gue banggakan. Bunda berhasil menjadi istri dan ibu dikeluarga ini.

Gue mencium lengannya."Juna akan perjuangin calon menantu kesayangan Bunda. Tapi kasih Juna waktu," ujar gue sembari terkekeh.

Bunda ikut tertawa kecil."Harus. Kalo bukan Diandra menantunya, Bunda gak akan restuin kayak yang Bunda bilang," balasnya dengan tertawa.

Gue ikut tertawa."Siap Kanjeng Ratu maha mulia."

***

Setelah membersihkan diri, gue kembali rebahan dikasur dengan menscroll Instagram. Gue berniat stalking Diandra. Dan ajaibnya, dia sama sekali gak ada hapus satupun foto kebersamaan gue dan dia. Gue mengulum senyum dan kembali melihat-lihat unggahannya.

Bahkan wallpaper gue masih foto kita berdua, galeri gue masih penuh foto absurd dia dan pin ponsel gue masih tanggal jadian---yang dia setel sendiri. Supaya selalu ingat katanya. Bahkan, dilaptop gue juga masih banyak kenangan sama Diandra.

Oke, nggak apa-apa, perlahan gue akan deketin dia lagi secara diam-diam. Apa tuh namanya? semacam secret admirerNggak-nggak kayaknya nggak akan se-so misterius itu gue. Dan, gue akan kalahin si Ambar tua bangka itu. Iya, se-benci itu gue sama si Ambar.

Tiba-tiba pintu kamar tiba-tiba dibuka secara kasar. Gue menghela nafas kasar, siapa lagi coba?

"Bagusss lo njing putusin anak orang sembarangan!" umpatnya seraya melemparkan bantal sofa.

RelasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang