Berakhir

49 10 52
                                    

Tarik nafas dulu sebelumnya, oke? Jangan lupa setel mulmed

Oke, udah siap? Jangan lupa tandai typo:(

Selamat membaca<3


***

Diandra

Mataku mendadak memanas melihat sesuatu yang tak seharusnya ku lihat. Arjuna yang sedang melatih Angel dengan modus pegangan tangan.

"Fokus sama bolanya, Ngel," tegur Arjuna.

Angel mencebik."Megangnya gini, Jun? Nggak nyaman," rengek Angel membuatku muak.

Arjuna menghela nafas lalu membenarkan letak bola ditangan Angel."Gini."

Angel tersenyum senang dan mulai mengambil ancang-ancang memasukkan bola. Semuanya tak luput dari pandanganku.

Tepukkan dibahu membuatku menoleh dan mendapati kak Ambar berdiri dibelakangku."Hai," sapanya. Dia mengikuti arah pandangku.

Aku tersenyum masam. Pria ini benar-benar tidak menggangguku lagi belakangan hari ini, lagi pula tidak ada alasan untuk aku membencinya.

"Hai kak," balasku pelan.

Dia malah menggenggam tanganku, aku tidak menolak karena memang tidak ada tenaga juga untuk menolaknya. "Jangan disini pegel," kata Kak Ambar seraya menarik lembut tanganku kearah podium.

Aku hanya menunduk tak berani memandang kearah lapangan.

"Udah lama ya nggak ngobrol." Dia tertawa kecil, sambil terus menggenggam tanganku. Bahkan aku tidak peduli lagi jika Arjuna melihat."Kenapa nunduk?" tanya Kak Ambar.

Aku menatapnya sendu lalu menggeleng.

Tangan kak Ambar terulur menepuk pelan puncuk kepalaku."It's okey."

Terlihat dia menghela nafas."Bilang kalo Arjuna nyakitin kamu. Aku emang relain kamu sama Arjuna, tapi kalo seandainya dia nyakitin kamu, aku bakal jadi orang pertama yang datang untuk kamu, dan akan ... ambil kamu dari Arjuna."

Aku balas menatapnya."Makasih, kak Ambar."

"Jangan disini. Kamu lebih baik ke kelas, oke? Tadi aku lihat Iren ada dikelas. Daripada sendiri disini." Dia menatap sekilas kearah Arjuna dengan tajam.

Aku mengangguk lalu mengikuti langkahnya. Sekali lagi aku melirik kearah dua orang dilapangan itu, kenapa mereka ... terlihat semakin dekat?

Setelah kami sampai di depan kelas, Kak Ambar mengeratkan genggamannya."Jangan pernah mikirin sesuatu yang bikin kamu sakit hati. Kamu harus tahu, Di. Kamu berharga untuk ... aku."

Aku mengerjapkan mata perlahan dan mengangguk lesu. Kak Ambar tersenyum, senyum yang selalu terlihat menenangkan.

"Perempuan berharga nggak pantes sedih," hiburnya seraya mengacak pelan rambutku,"Masuk, gih."

Aku tersenyum lalu melangkahkan kaki kedalam kelas. Tampak Iren yang sedang asik dengan ponsel dan Aca yang sedang asik dengan es cendol kesukaannya. Sesekali mereka tampak berbicara. Aku dan Aca sudah berbaikan karena pada malam Arjuna mengajakku pergi ... dia meminta maaf pada Aca atas perintahku.

"Hai. Lesu banget lo, kenapa?" Tanya Iren yang pertama kali menyadari kehadiranku.

Aca melirik."Si Arjuna apain lo, sih? Belakangan ini lo kayak mayat hidup tahu, nggak?"

RelasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang