SPARK - Part 19

33 4 0
                                    

Aileen menatap kosong jendela kamarnya. Semuanya terasa hampa, bahkan saat ia terus saja terisak acap kali mengingat apa yang dilihatnya. Semuanya serasa nyata, tetapi ia terus berharap ini hanyalah ilusi setelah ia mendengar tutur kata langsung dari suaminya. Itu lebih penting dari segalanya.

Dengan kontan, ia melirik jam dinding yang kini berada diangka 10. Hari sudah sangat larut, tetapi Vhi belum juga kembali, bahkan tanpa mengirimkan sebuah pesan dan memberi kabar melaui panggilan suara jika ia harus lembur di kantornya. Namun, samar-samar, ia malah terus mengingat Alice---masa lalu Vhi sebelum dirinya yang sangat berkesan. Melalui untain kata, menjadi fakta yang harus diketahuinya.

"Kenapa harus seperti ini?" ia bergumam pilu seraya mengusap perutnya yang masih rata. Lantas memusatkan pandangannya pada jendela kamar, membuat maniknya fokus pada satu amatan.

Vhi keluar dari sebuah taksi dan bercengkeramah dengan seorang wanita. Itu, Alice. Bahkan, Aileen dapat melihat keakraban itu---melupakan jika mereka adalah gumpalan masa lalu yang seharusnya tidak naik ke permukaan. Aileen masih memberikan fokus hingga mereka harus berpisah dan Vhi yang berjalan dengan pelan---terlihat sangat berantakan dan lagi, dimana mobil yang biasanya Vhi kemudikan?

Ia tidak tahu harus berkata apa. Bahkan saat manik mereka saling beradu, dengan pancaran yang berbeda. Tidak seperti sorot mata saat mereka saling mengcurahkan cinta. Serasa mereka menjadi pribadi yang berbeda.

***

Aileen tidak bisa menutupi kesedihannya dengan apa yang dilihatnya, bahkan saat jemarinya masih betah memegangi amplop berisi foto dengan afeksi yang campur aduk. Dikala itu juga, pintu terbuka. Menampakkan seseorang yang sejak tadi dinantinya. Lantas ia langsung berdiri dan mendekati pria itu---hingga mereka kini saling berhadapan.

"Vhi, aku ingin memperjelas satu hal," lirihnya dengan bibir bergetar.

Vhi dengan segala kelelahannya, kini memberikan satu anggukan. Masih betah dengan ekspresinya yang dingin dan merasa enggan membahas apapun. Akan tetapi, ia juga harus memperjelas apa yang dilihatnya sehingga mencoba mendengarkannya.

Aileen yang melihat timbal balik suaminya pun, kini hanya bisa menghela napas sebelum mengatakannya. Maniknya yang berkaca, kini memberikan atensi pada suaminya yang seperti lebih menyukai lantai sebagai paronama. Ia tersenyum getir. "Sebenarnya, apa hubunganmu dengan wanita yang mengantarmu pulang? Jika sebatas rekan kerja, aku kurang yakin dengan itu karena kau bukanlah tipikal pria yang sangat akrab sampai seperti ini dengan pekerjamu. Pasti ada hubungan lainkan, Vhi?"

Serta-merta membuat Vhi memberikan atensi dengan seringainya, bahkan saat pribadi itu menyisir rambutnya ke belakang dengan kasar. "Hoh! Dengan garis besar, kau menuduh bermain di belakangmu?" Pun Vhi terkekeh setelah mengatakannya. Akan tetapi, Aileen memilih terdiam sembari memperlihatkan foto-foto beserta kutipan yang ia temukan beberapa waktu lalu. Memperlihatkannya pada Vhi yang kontan mengulum bibir begitu saja.

Aileen tentu melihat ekspresi Vhi yang langsung saja berubah---membuat lubuknya kontan merasakan sakit teramat dalam. "Vhi ..., katakan padaku jika Alice bukanlah siapa-siapamu dan juga, isi surat ini sangatlah salah. Kalau perlu, berbohong saja. Tidak masalah, setidaknya, hatimu hanya milikku--"

"Alice mantan tunanganku," pangkasnya. Tidak memikirkan jika terus terang itu, menimbulan percikan luka dilubuk Aileen. "Dia meninggalkanku karena mencintai seseorang, tidak memikirkan jika kami akan terikat esok harinya dan membuatku sengsara seumur hidup karena aku mencintainya."

Sungguh, Aileen berusaha menahan air matanya yang ingin keluar dan kembali menanyakan beberapa hal. "Kenapa kau tidak mengatakan kepadaku jika sebelumnya, kau hampir menikah? Bahkan, kenapa kau masih menyimpan ini?"

SPARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang