SPARK - Part 9

55 8 10
                                    

Vhi memijit pelipisnya karena pening datang sesaat Jimmy menanyai keberadaannya dan menyuruhnya segera menuju ke kantor. Katanya, banyak hal yang harus ditanda tangani dan membahas proyek perusahaan. Begitu menyebalkan karena pria itu berceloteh ria yang membuat kupingnya panas saja.

"Iya Jim, aku hampir sampai. Lakukan tugasmu untuk menangani tim proyek sebelum aku tiba."

Vhi langsung saja mematikan ponselnya dan menaruhnya di dashboard. Hari-harinya kini cukup panjang dikarenakan akan banyak pertemuan untuk membahas masa depan Next Out ke depannya.

Padahal, niat awalnya ingin menghabiskan banyak masa dengan sang istri tetapi itu urung terjadi karena ia akan lembur.

Kini, ponselnya kembali bergetar, dan dapat dilihat siapa yang kembali mengganggu ketenangannya. Jimmy, siapa lagi coba?

Dengan setengah menyetir, jemarinya kontan meraih ponsel itu dari dashboard. Namun, jemarinya malah meleset yang membuat ponsel itu terjatuh yang bersamaan saat seseorang menyeberangi jalan dikarenakan lampu lalu lintas memang ditujukan untuk para pejalan kaki, sehingga kejadian itu pun tidak dapat terelakkan.

"Sial!" umpatnya sesaat menginjak pedal rem secara mendadak, yang kemudian keluar dari mobilnya. Dari sini, dapat dia liat bagaimana seseorang tengah meringis kesakitan memegang kakinya---bahkan ada noda darah yang tercetak dari balik celana berwarna krem itu.

"Oh God!" Ia menggerutu pada dirinya sendiri, lantas mendekati wanita itu.

"Hei, kau harus membawanya ke rumah sakit, tuan. Apa kau ingin kami menelepon polisi?" Seorang pejalan kaki bersuara saat melihat keadaan wanita itu. Bahkan para pejalan kaki yang tadinya ingin menyeberang, kini memilih menyinggahi dan melihat apa yang terjadi.

"Aku tidak apa-apa." Wanita itu menggeleng lalu menengadahkan kepalanya yang membuat, bibir tipis berwarna merah tua itu terpout. "Vhi?"

Oh. Kenyataannya, dunia begitu sempit.

"Aku mengenalnya. Dia temanku dan aku akan bertanggung jawab," ucapnya seraya membopong wanita itu yang masih terdiam untuk masuk ke dalam mobilnya. Lantas, Vhi terlebih dahulu memberikan permohonan maaf dan akan lebih berhati-hati lagi sebelum melesat meninggalkan tempat itu.

"Aku akan mengan--"

"Antar aku ke rumahku saja." Wanita itu memangkas ucapan Vhi yang membuat sang empu menggeleng tidak habis pikir.

Vhi hanya bisa menghela napas. Ini masih terlalu pagi untuk mengacaukan hari-harinya dengan menabrak seseorang. Beruntung, luka itu tidak terlalu parah dan yang paling penting, dia mengenal wanita itu.

"Dimana rumahmu?"

Wanita itu tersenyum tipis, menghapus rasa sakit yang terus saja menjalar. "Masih seperti dulu."

Mendengar kalimat itu, membuat Vhi mengatupkan kedua bibirnya. Lantas memberikan anggukan sebagai timbal balik. "Aku tahu, kata maaf tidak bisa mengulang keadaan, tetapi aku bersungguh-sungguh. Aku akan bertanggung jawab jika terjadi luka serius kepadamu." Bibirnya terus berkicau tetapi maniknya memilih memandang lurus ke depan. Takut-takut, terjadi hal yang sama lagi.

"Aku baik-baik saja. Jika diberikan obat merah, ini akan sembuh, kok." Wanita berambut pendek dengan warna pirang itu kembali tersenyum, seakan mengartikan ia baik-baik saja.

Mendadak, mereka dilanda kecanggungan. Senyap. Tidak ada yang mencoba menghapus rasa itu hingga dimana Vhi menghentikan kendaraannya di sebuah rumah minimalis berwarna krem---nyatanya, rumah itu masih sama seperti dulu. Tidak ada yang berubah sedikit pun saat Vhi mencoba menelisiknya secara luas.

SPARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang