SPARK - Part 18

34 5 5
                                    

Aileen masih mengingat pesan Jean yang menyuruhnya untuk bertemu di kafe Twinkle yang katanya sangat terkenal di London. Padahal, ia  telah memberikan rekomendasi kafe yang berada didekat Luvetaria Corp, tetapi Jean langsung menolak karena bosan dengan suasana dan hidangan kafe itu. Aileen menurut saja karena merasa tidak enak jika menolak. Entahlah, ia serasa tidak bisa menolak permintaan teman masa kecilnya itu.

Bahkan saat ia terus saja merasa lelah. Padahal tidak ada pekerjaan yang memberikan beban yang ia lakukan. Akhir-akhir ini, ia selalu saja memanggil pembantu rumah tangga dari Vila dan memberikan titah untuk bekerja di rumahnya. Beruntung, suaminya sangat mengerti sehingga tidak ada yang perlu dipermasalahkan.

“Leen, kau baik-baik saja?” Jean menguarkan pertanyaan kala melihat Aileen yang hanya terdiam saat mereka duduk dan menanti pesanan yang mereka pesan. Aileen hanya mengangguk tetapi jawaban itu tidak membuat lubuknya lega. Serasa ada yang menjanggal pada dirinya. Apalagi, Aileen dikenalnya sangat cerewet jika mereka bertemu dan mempermasalahkan banyak hal kini menjadi sosok yang pendiam dan tidak banyak tingkah.

Sangat aneh saja dan sepertinya, pemikiran mengenai wanita itu tidak baik-baik saja, memang benar adanya. Itu terjadi saat Aileen meminta izin untuk ke toilet, tetapi baru wanita itu berdiri dan menjadikan meja sebagai tumpuannya, ia tiba-tiba saja terjatuh dan pingsan. Membuat Jean yang berada disana, terkejut bukan main. Bahkan kini, mereka menjadi pusat perhatian kafe hingga dimana Jean memilih membopong Aileen untuk ke mobilnya—membawa Aileen ke rumah sakit karena pikirannya yang kacau. Sangat takut jika Aileen—serpihan hidupnya tidak sangat baik.

Jean tidak mengabari Vhi karena hubungan mereka memang tidak seharmonis seperti drama-drama yang ada. Manalagi, ia memang tak menyukai Vhi hingga sekarang dengan alasan, Vhi yang telah merebut Aileen dari dirinya. Memang, ia kalah start dari pria itu. Apalagi, hal yang diketahuinya harus membuat hatinya melebur seperti kapur karena wanita yang dicintainya, pada dasarnya, memberikan cintanya pada orang lain.

Sangat miris saat takdir tidak membiarkannya untuk menyatu dengan pujaan hati.

“Aileen …” Nama itu terus dirapalkan oleh kedua bibirnya sesaat ranjang beroda itu, membawa Aileen untuk masuk ke sebuah ruangan—Instalasi Gawat Darurat. Bahkan saat sang perawat tidak membiarkannya masuk dan menyuruhnya untuk menunggu.

Semoga kau baik-baik saja, Aileen.

***

Pribadi itu terus saja terdiam sesaat sang dokter telah memberikan alasan kenapa Aileen bisa pingsan. Serpihan otaknya masih berotasi, mencari titik orbit untuk mendapatkan ruang agar benaknya dapat berpikir. Semuanya serasa berhenti beroperasi disaat itu juga walau ia tidak menampik, kebahagian Aileen mengenai berita ini.

“Tidak perlu khawatir, tuan. Istri anda—“

“Dia teman saya.”

“Saya minta maaf. Saya mengira anda suaminya karena pasien bernama Aileen Mercier, kini hamil. Sudah berjalan dua minggu dan pasien pingsan karena hormon dari jabang bayi.”

Jean benar-benar tidak bisa mengendalikan dirinya. Semuanya serasa berakhir didetik ini juga. Apalagi, dapat ia lihat, Aileen yang sangat bahagia sembari memegang amplop hasil pemeriksaan dan juga sesekali mengelus perutnya yang masih rata.

Tawa bahagia dapat tercetak dengan jelas pada paras Aileen.

“Jean, aku—aku akan menjadi seorang ibu. Aku benar-benar akan menjadi ibu.” Penuturan itu terucap dengan mata yang berbinar menatap Jean yang terdiam. Kelu terasa yang membuatnya tidak bisa berkata selain terenyum. Bahkan saat Aileen memberikannya sebuah pelukan untuk mengungkapkan rasa kebahagiannya  di depan rumah sakit.

SPARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang