SPARK - Part 12

40 9 5
                                    

Sungguh, Aileen harus ekstra sabar saat Jean benar-benar menguji tekanan batinnya. Maksudnya, pria itu membuatnya dilanda stress berlebihan acap kali menemukan calon pekerja yang menurutnya sangat pas. Bukankah itu poin utamanya? Tetapi Jean, menolak dengan banyak alasan dan itu tidak masuk akal.

"Dia tidak memiliki keterampilan."

"Wajahnya tidak menyakinkan, Aileen."

"Dia terlihat genit. Bisa-bisa yang dikerjakan seharian ini hanya memolek wajahnya saja! Bukan web yang seharusnya menjadi pekerjaannya."

"Tidak. Pekerjaan ini tidak cocok untukmu."

"Suasana hatiku tidak baik. Melihatmu sudah membuatku ingin meninggalkan tempat ini, bagaimana jika tiap hari harus melihatmu?"

"Coba lagi kapan-kapan!"

Dan masih banyak lagi. Bahkan yang menambahi kekesalannya ialah, 50 pekerja yang ingin melamar ditempat ini, tidak ada satupun yang lolos akibat berbagai alasan dari tutut kata itu. Tidak memuaskan menurutnya.

Bukankah yang menangani perihal ini adalah dirinya? Terus, kenapa Jean yang malah terlihat menyibukkan diri dengan ini semua? Itu membuatnya stress karena menyia-nyiakan waktunya hingga sore menjelang.

“Jean, apa yang sebenarnya kau inginkan?  Kenapa satupun tidak ada yang mengena pada hatimu? Ouh, apa kau ingin mempersulitku untuk resign?” Kendati menaruh lampiran kerja itu di atas meja cukup keras. Tidak peduli lagi, opini Jean mengenai dirinya.

“Kalau begitu, tetaplah menjadi bagian dari Luvetaria Corp. Belum ada yang cocok menurutku—“

“Enak saja! Tidak, aku akan tetap menyelesaikan ini semua dan kupastikan, aku akan menemukan orang itu hari ini juga.” Aileen berkata dengan mantap. Lagipula, ia tidak ingin terus larut dalam hal ini. Bahkan sebenarnya batinnya telah menemukan orang yang tepat, tetapi Jean keburu menolaknya dengan mentah-mentah. Serasa jari-jemarinya ingin melayangkan pukulan keras, sekalipun pria itu adalah temannya.

Pribadi itu tampak memiringkan kepalanya dengan senyum menantang yang membuat Aileen mendidih. “Tidak mungin, lima belas menit lagi, kantor akan tutup—“

“Permisi, aku nomor urut terakhir dan aku minta maaf atas keterlambatanku selama 5 menit. Aku baru saja memenuhi panggilan alam.” Gadis itu mendekat seraya mendekap proposal kerjanya. Jean dan Aileen yang tadinya melakukan perdebatan kini teralihkan dan memilih memberikan fokus pada gadis yang berpakaian rapi dengan rambut sebahu berserta poninya dan tidak lupa, kesan kacamata bulat yang seperti menjadi ciri khasnya.

“Tidak disiplin! Kau—“

“Kau diterima. Selamat dan sampai ketemu besok!” ujar Aileen yang memotong perkataan Jean yang ingin menolak tetapi ia tidak memedulikannya. Masa bodoh dengan pria itu yang akan mengeluarkan demonstrasinya. Dirinya tidak peduli. Apalagi, gadis di depannya ini terlihat seperti pribadi yang pekerja keras dan telaten.

Dengan kilat, Aileen mendekati gadis itu dan memberikan jabat tangan sebagai ungkapan keberhasilannya. Pribadi itu tampak masih tidak mempercayai atas apa yang Aileen katakan. Padahal, tadinya ia memberikan satu kesimpulan dimana akan langsung dimaki karena keterlambatannya.

"Aileen, apa maksudmu?"

"Oh iya, siapa namamu?" Dan lagi, Aileen lebih memilih bertutur kata pada gadis itu ketimbang meladeni Jean yang seperti kepanasan sendiri.

"Aku Lily. Liliana Gravion."

"Oke, Lily. Besok, kau mulai bekerja menggantikanku. Akan aku perkenalkan dengan tim dan beberapa hal," ujarnya seraya menunjuk kearah Jean yang memilih membuang muka. "Dia Jean Laurence. Atasan kita."

Dan didetik itu, Jean langsung saja meninggalkan tempat ini tanpa mengeluarkan sepatah kata. Hal itu membuat Lily mempoutkan bibirnya karena diacuhkan oleh pria tampan itu. 

Aileen dapat melihatnya. Jean begitu aneh akhir-akhir ini tetapi ia mencoba untuk tidak memusingkannya. Toh, temannya itu mungkin membutuhkan ruang yang bebas untuk berekspresi pada beberapa hal.

Kedua sudut bibirnya kini merekah lantas menuntun Lily untuk keluar dari ruangan ini---begitu pengap ia rasakan. Mungkin efek kelamaan berada dalam ruangan itu.

***

Aileen mengamati setiap pergerakan jarum jam yang berada di dinding, seraya mengamati ponselnya yang belum juga mendapati pesan jika saja suaminya kembali lembur karena masalah pekerjaan. Mendadak, lubuknya melebur. Suaminya begitu bekerja keras untuk menyenangkannya selama ini. Bahkan, suaminya itu selalu bisa membuatnya bahagia tanpa melibatkan harta yang dimilikinya.

Sekelibat, kesan pertama pertemuan mereka kini berputar dalam benaknya. Menampilkan, bagaimana pria dari keluarga Dickson itu memikat dirinya dalam sebuah pertemuan yang begitu buruk.

Ya, Aileen masih mengingat dimana Lucy memberikannya dare dimaa ia harus mengatakan I Love You, will you marry me? pada atasannya itu karena rumor yang beredar soal kelainan seksual Vhi dengan Jimmy pada waktu itu. Siapa suruh, terlihat sangat dekat sehingga paparazi salah mencerna apa yang terjadi.

Lucy memang sialan dalam permainan ini. Mana tahu, jika apa yang dilakukannya, membuatnya harus menjadi pasangan Vhi karena berita kencan mereka yang meluas begitu cepat. Awalnya hanya sebatas status untuk menutupi semuanya, tetapi lambat-laun, Vhi malah mengutarakan perasaannya dan mengajaknya menyusun kehidupan secara bersama-sama. Manalagi, Aileen yang kenyataannya memiliki rasa yang sama walau pernikahan belum ada dalam perencanannya pada waktu itu. Beruntung, ia menerima lamaran Vhi pada waktu itu.

"Ah, aku makin bersalah saja." Aileen berujar setelah mengingat masa-masa kemarin yang kemudian digantikan dengan masa sekarang.

Banyak hal yang membuatnya merasa bersalah. Termasuk dimana kesalahannya selama ini yang mengonsumsi obat penunda kehamilan. Bahkan ia berbohong soal isi botol dengan label vitamin yang sebenarnya telah ia ganti.

Sungguh, jika Vhi mengetahui perkara ini, pribadi itu tentu akan memperlihatkan kemarahannya yang tersembunyi selama ini.

"Tidak. Dia tidak akan mengetahuinya--"

"Mengetahui apa?" pangkas Vhi yang baru saja memasuki kamar yang langsung memberikan ciuman di puncuk rambut itu. Membuat Aileen gelagapan dan mencoba mengitari pikirannya untuk memberikan sebuah alasan.

"Ah, ini mengenai Anne. Ya! Anne tidak lama lagi akan ulang tahun. Aku dan Lucy sedang memikirkan sebuah kejutan untuknya. Kau pasti sangat mengerti bagaimana Anne bukan? Dia tipikal akan mengingat hari besarnya itu dan kami mencoba untuk membuatnya melupakan harinya. Itu pasti sangat menyenangkan," dustanya yang membuat Vhi mengangguk saja seraya membawa tubuhnya untuk menikmati empuknya kasur setelah bergulat dengan pekerjaannya.

"Semoga kalian berhasil melakukannya." Hanya itu yang Vhi katakan sembari memejamkan maniknya. "Bagaimana dengan wawancaranya?”

Mendengarnya lantas membuat Aileen mendekat kearah sang suami, mengambil tempat dengan menjadikan tangannya sebagai bantalan dagu untuk melihat wajah yang terlihat kacau itu.

"Melelahkan. Ini kali pertamanya aku mewawancarai seseorang, tetapi aku bersyukur sudah menemukan seseorang yang tepat."

Sekilat, manik Vhi yang terpejam kini terbuka dengan perlahan. Membuat manik mereka saling beradu dalam diam. "Jadi, kau benar-benar telah resign?"

"Iya, tetapi selama tiga hari ini aku memantaunya sebelum benar-benar lepas dari perusahaan."

Dan dapat Aileen lihat bagaimana mimik muka Vhi yang kini berubah jengkel. "Perusahaan itu benar-benar tidak masuk akal." Vhi berkata seraya menggelengkan kepalanya. Itu membuat Aileen terkekeh secara bersamaan.

Tbc.

Aileen, tukaran posisi yuk🙃

SPARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang