Dreams|Bagian Dua puluh Tiga

107 21 5
                                    

Bersama dengannya ... Aku menikmati dunia luar, setelah sekian lama terus berada di dalam rumah, berkelana dalam dunia yang berbeda.

Sebuah gedung menjulang tinggi, sebagai tempat pemberhentian kami, mereka biasa menyebutnya mall, atau pusat perbelanjaan.

Tubuhku yang terluka, sudah membaik keadaannya. Berbeda dengan hatiku yang merana---terluka tak berdarah.

Kami---Aku dan Ayi, berjalan beriringan, memasuki pusat perbelanjaan tersebut. Aku membiarkannya membawaku kemanapun yang ia tuju. Lagi pula, ragaku belum jua mau berdamai dengan jiwaku.

Berbagai wahana, terpampang di hadapanku. Ayi membawaku ke timezone. Aku menatap datar kearahnya, timezone takkan mampu mengembalikan moodku.

Walau begitu, dia tetap menarikku, membuatku mencoba satu per satu wahana yang ada di sana. Jujur saja, jiwaku tak menginginkannya, namun ragaku tak menolak sama sekali.

Dia terlihat senang, dia tersenyum sepanjang aktivitas kami. Lesung pipinya selalu tercetak, dengan bibir yang melengkung ke atas. Sebahagia itukah dirinya?

Tak sampai di situ, ia menarikku lagi, membawaku berkeliling mall yang begitu ramai---ramai akan manusia yang hendak berbelanja.

Namun kali ini, pemandangan di hadapanku, membuat mataku berbinar memandangnya. Rak-rak buku terpampang di sana, dengan buku-buku yang begitu menarik mengisi bagian-bagiannya. Dengan ini, raga dan jiwaku selaras.

“Aku tau, buku lebih menarik bagimu dari pada semua hal yang ada di mall ini,” sindirnya dengan terkekeh, melihat tingkahku yang sekarang tengah menatap semua buku dengan pandangan kagum yang begitu kentara.

“Pilihlah yang kau inginkan. Kau kutraktir hari ini,” ujarnya, mempersilahkanku untuk memiliki buku-buku itu.

Aku berjalan ke sana ke mari, membaca beberapa judul buku yang menurutku covernya menarik dipandang mata, tanpa sadar ... Cover tak menjamin kualitas isinya.

Dengan pertimbangan yang cukup lama, aku akhirnya memilih tiga buku terbaik untuk kubawa pulang. Walau Ayi tak membatasi, aku cukup tau diri.

Aku mencari Ayi, diantara rak-rak buku yang ada disana. Hingga ketika aku menemukannya, aku segera membawanya ke kasir untuk membayar buku yang telah kuambil.

“Yakin cuman mau tiga? Gak mau yang lain?” tanyanya, meyakinkanku. Aku mengangguk sebagai persetujuan. Hal itu refleks terjadi. Apa ragaku gak ngambek lagi?

“Udah malam nih. Gimana kalau kita makan malam dulu?” tanyanya, ketika kami sudah keluar dari toko buku, dengan aku yang menenteng sebuah paper bag berisikan bukuku tadi.

“Kita makan di KFC aja kali yah?” tanyanya lagi, namun tak urung dia menarikku, segera ke sana.

Aku makan dengan mau tak mau. Rasanya, makanan itu sulit sekali tuk kucerna. Sama sulitnya untuk mencerna apa yang telah terjadi.

Penglihatanku tiba-tiba buram. Disebabkan oleh air mataku yang berlinang. Tepat di hadapanku, dia tengah bermesraan dengan perempuan lain.

Lukaku yang belum mengering, kembali terbuka, tersiram air garam, membuatnya perih tak tertahankan. Hatiku yang memang sudah tak berbentuk, kembali berkeping-keping---tak lagi menyatu.

Harusnya, sedari dulu kusudahi semua ini. Aku bertahan untuknya meski dia pergi berlalu. Aku menunggu seseorang yang telah lama meninggalkanku. Mengapa rasanya sangat sakit? Bukankah aku tak menginginkannya? Bukankah aku membencinya? Kenapa rasanya ... Aku mencintainya.

Aku tersentak, ketika sebuah tangan kokoh menggenggam tanganku erat. Dia menarikku, menjauh dari hal yang tak seharusnya kulihat---Mr. Hanan, dia bersama wanita lain.

Dreams ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang