Dreams|Bagian Tiga puluh Tiga

88 24 5
                                    

Dia menangis karenaku untuk kesekian kalinya. Hatiku terluka melihatnya menangis tersedu-sedu di hadapanku. Egoku berkata, aku harus cemburu. Sebab demi bertemu dengan pria lain dia rela memohon hingga menangis seperti ini padaku.

Namun, aku bukanlah Adnan yang dulu. Adnan yang egonya mengalahkan rasa dihatinya. Kini bukan rasa cemburu yang kurasakan, melainkan rasa sakit yang tak tertahankan. Ketika bibirku telah berucap bahwa aku mencintainya, setelah hatiku berbisik pada pikirku tentang rasa cintaku padanya, itu artinya kebahagian akan terus menghampirinya. Meski berarti luka untukku.

Aku sadar, cemburuku tak berarti apa-apa. Pasalnya, dia bahkan masih menerimaku setelah semua duka dan derita kuberikan padanya. Dia masih memberiku kesempatan kedua setelah kutaburi garam pada lukanya. Dia---Benar-benar mencintaiku. Maka dari itu, harusnya aku yakin bahwa dia akan menjaga hati dan cintaku.

Toh, aku sudah pernah memberi mereka kesempatan untuk kembali dekat. Namun apa yang terjadi, Najwa masih memilihku setelah apa yang dilakukan Ayi padanya, sedang aku yang menyakitinya. Bodohnya aku tidak mempertimbangkan fakta itu. Hampir saja hati dan pikiranku kembali dikuasai  akan ego.

Aku memandangnya dengan mata yang memerah menahan tangis dan sesak di dada. Dia masih menangis tersedu-sedu, rupa-rupanya egoku sangat melukai relung hatinya.

Aku bangkit dari dudukku, berjalan kearahnya. Aku berlutut di hadapannya, menumpukan kepalaku pada kedua pahanya. Kugenggam erat kedua tangannya, dengan posisi yang masih menumpukan kepalaku pada pahanya, aku mengecup lama punggung tangannya.

Lalu, aku mendongak. Dengan satu tanganku meraih wajahnya. Kuusap pipinya yang dialiri oleh air mata. Berusaha menghentikan tangisnya.

“Sayang ... Maafkan Masmu. Maaf telah membelenggumu dengan ego yang mengatasnamakan cinta,” ucapku dengan sungguh-sungguh. Dapat kurasa ia menghentikan tangisnya, memandang jauh kedalam mataku.

“Selama ini ... Kamu tidak nyaman yah sama Mas? Mas yang selalu mengekangmu, melarangmu ini itu ... Maafkan Mas yah,” ujarku lagi yang sesuai dengan faktanya.

Mendengar ucapannya, melihat tangisnya, cukup membuatku sadar. Bukan sebab orang lain dia akan meninggalkanku, tapi sebab diriku sendiri.  Mengapa? Sebab kekangan, rasa cemburu yang berlebihan, arogan, aku membuatnya tak nyaman tuk selalu berada di sisiku. Bukan sesuatu yang mustahil bukan, jika karena hal itu dia meninggalkanku? Siapa yang tahan dengan pria sepertiku?

Sebagai sepasang suami istri, sahabat sehidup semati, aku surganya, tak seharusnya berlaku layaknya neraka untuknya. Ketenangan, kenyamanan, kebahagiaan, itu yang seharusnya kuberikan.

Aku keliru, aku khilaf, aku dibutakan akan cinta yang takut kehilangan. Tanpa sadar Allah tidak akan membiarkan seseorang yang saling mencintai karena-Nya terpisahkan jika bukan atas izin-Nya. Seseorang yang saling mencintai akan selalu menemukan jalan untuk bersama.

Seharusnya aku meminta disepertiga malamku, untuk dirinya agar selalu bersamaku sampe ke jannah-Nya.

***
Dreaming
***

Untuk kesekian kalinya, aku terenyuh akan kesungguhan dalam ucapan dan tatapan matanya. Membuatku tak bisa berbuat apa-apa selain merasa telah berdosa. Aku bersalah, lagi lagi kubuat imamku harus bersujud di hadapanku.

Rusuk yang bengkok ini, ia perbaiki dengan ucapan manis nan indah, membuatnya melemas dan melembut sehingga mudah tuk diluruskan. Maafnya menyadarkanku akan diriku yang telah membangkang padanya.

“Maaf,” lirihku pelan. Aku menundukkan kepalaku, enggan menatapnya. Aku malu akan sikapku yang kekanak-kanakan.

“Suttt.”
Dia menghentikan bibirku yang ingin berucap lagi dengan jari telunjuknya yang menyentuh lembut kedua benda kenyal itu.

Dreams ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang