Dreams|Bagian Tiga puluh Tujuh

86 21 11
                                    

Brakkk ...

Huh

Hah

Huh

Hah

Huh

Hah

Keringat dingin membasahi pelipisku, juga tangan dan kakiku. Benda bening nan cair mengalir dari pelupuk mataku, aku menangis.

Aku mengangkat tanganku, mengambil segelas air yang memang tersedia di mejaku, aku meminumnya hingga tandas. Mataku melirik kearah lantai, disana telah tergeletak tak terbentuk bingkai foto yang berisi foto momen sakralku dengannya.

Aku mengusap wajahku, berusaha tuk mengembalikan kesadaranku. Aku tertidur di meja kerjaku untuk pertama kalinya dalam hidupku. Dan aku bermimpi tentangnya, dia pergi meninggalkanku untuk selamanya, dia telah kembali kesisi-Nya.

Walau hanyalah mimpi semata, yang hanya berupa bunga tidur saja, tetapi mampu membuat tubuhku bergetar ketakutan dengan napas yang memburu. Terasa begitu nyata, aku merasa bahwa dia benar-benar telah pergi dari sisiku.

Apakah ini pertanda bahwa segera dia kan meninggalkanku? Apalah aku tanpanya? Raga tanpa jiwa, mayat hidup jadinya. Semesta tanpa langitnya kan membuat bumi terluka. Oh sang Maha Pencipta, izinkan aku lebih lama bersamanya.

Aku mengambil ponselku, ingin menghubungi dirinya. Aku akan memastikan bahwa dia baik-baik saja di rumah. Bagaimanapun hari sudah malam dan tak lama lagi aku akan pulang tuk menemuinya---istriku tercinta---Najwa Al-Hanan.

Namun, ketika kubuka ponselku, banyak panggilan tak terjawab tertera di sana, juga pesan yang bertubi-tubi. Rupanya aku tertidur begitu pulas hingga tak mendengar teleponku yang terus berdering.

33 missed call dari mama mertua
7 pesan darinya

12 missed call dari Papa mertua
6 pesan darinya

45 missed call dari annoying kakak Ipar
64  pesan darinya

27 missed call dari Kakak Ipar Awan
25 pesan darinya


Aku terbelalak, khawatir, merasa bodoh dengan diriku sendiri. Memilih secara acak nomor telepon dari salah satunya untuk kuhubungi. Dengan tangan gemetar aku mengangkat teleponku tuk mendekatkannya di telingaku.

“KEMANA SAJA KAU BAJINGAN!” teriak seorang pria muda diseberang.

Dari suaranya dapat kutahu, kak Awan yang tengah berbicara padaku. Namun aku merasa ada yang janggal, sebab biasanya kak Awan adalah orang yang paling tenang dalam menghadapi suatu apapun. Dan mendengarnya yang berteriak dengan napas yang memburu seperti itu, sepertinya masalah yang tengah kuhadapi benar-benar serius.

“15 Menit Lo gak sampai di rumah sakit xxx jangan harap gue akan menerima lo kembali jadi adek ipar gue,” ancamnya sebelum memutuskan telepon secara sepihak.

Aku kelimpungan. Banyak terkaan-terkaan yang terlintas dalam pikirku. Dengan tergesa aku berlari keluar dari ruanganku, menuju lobi kantorku. Disana mobilku telah siap, tanpa menunggu bodyguard membukakanku pintu mobil, aku membukanya sendiri. Membawa mobilku seperti orang yang kesetanan.

Kuabaikan teriakan-teriakan protes dari pengguna jalan yang lain. Yang kupikirkan sekarang adalah apa yang terjadi di rumah sakit itu? Apakah Najwaku baik-baik saja? Bidadariku takkan meninggalkanku bukan?

Saat tiba dilobi rumah sakit, tanpa memarkirkan mobilku, aku segara keluar, berlari masuk ke dalam rumah sakit, mencari keberadaan keluarga istriku.

Dreams ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang