Dreams|Bagian Empat puluh Tiga

90 23 13
                                    

Cintaku telah menemukan jalannya. Hatiku telah berserah pada dambaannya. Jiwaku yang berkelana, bersuka cita melebur dengan jiwanya. Ragaku menunggunya---raganya yang tak berdaya.

Perasaanku pada Najwa merupakan rasa yang semu. Rasa yang timbul sebab pikirku memilihnya, sedang aku menutup mata terhadap pilihan hatiku.

Menjauh dari Najwa selama beberapa Minggu, membuatku menyadari itu. Rasa rinduku tak sebesar pencarian hatiku terhadap Alora.

Dua belas tahun aku bersamanya---Alora. Melihatnya berduka dalam luka yang ditimbulkan oleh orang tuanya. Berduka bersamaku yang ditinggalkan oleh orang tuaku. Kami saling menopang diri, saling menyemangati, berjalan bersama tuk terus bertahan hidup dalam kehidupan keras kami.

Dia yang blak-blakan, tomboy, jail, juga ucapannya yang terbilang pedas, membuatku tak menyadari akan kekagumanku pada dirinya, rasa suka yang terus tumbuh menjadi cinta.

Hingga seseorang datang ... Dia lembut, anggun, kalem, dengan sikap dan tutur kata yang terjaga, wajah yang mirip dengan sifat yang bertolak belakang dengannya yang kukenal terlebih dahulu. Dia menarik, membuatku melupakan sesuatu ... Dia bukan yang terbaik untukku.

Rasaku yang tertukar, rasa yang kuputuskan dengan logika bukan hati yang meminta, hingga ego yang menguasai jiwa.

Lama aku terjebak, lama aku terperangkap dalam rasa yang salah. Dia datang setelah sekian lama, tapi kedatangannya belum mampu tuk membuatku tersadar dari kekeliruan rasa.

Hingga kenyataan menamparku dengan keras. Aku sakit melihatnya tersiksa didalam jeruji besi itu, tapi kumenyangkal mengira rasa sakit itu ditimbulkan oleh Najwa yang telah bahagia bersama suaminya.

Aku merindukannya lebih dari aku menginginkan Najwa. Rasaku pada Najwa tak lebih dari rasa seorang sahabat untuk sahabatnya. Aku bersalah pada Najwa, dan aku mencintai Alora.

Ragaku menginginkan Najwa, jiwaku mencintai Alora ...

Keinginan bisa tuk tergantikan dengan kebutuhan, sedang cinta kan selalu dibutuhkan...

Aku telah memilih dia---Alora---Najmi Akib sebagai pelabuhan terakhir. Aku sungguh mencintainya.

Aku Athaillah Arshyaka, menunggumu---Alora Aurora, terbangun dari koma. Karunia Allah yang abadi untuk mimpiku yang berakhir ketika fajar tiba membawa nyata.

***
Dreaming
***

Sesalku, kugantikan dengan doa, memohon ampun kepada-Nya, meminta untuk mempertahankan yang kupunya. Aku ingin menebus cerita bahagia yang belum pernah kuberikan pada mereka, selagi masih ada waktu untukku.

Terlena akan dendam harus kulupakan. Sedikit dewasa dalam menyelesaikan sebuah kesalahpahaman. Jangan menduga sebelum ada fakta yang terbukti nyata. Meski terlihat dihadapan mata, belum tentu hal tersebut kenyataannya.

Jangan sepertiku, termakan curiga. Terlampau mencurigai tanpa tau nyata yang ada. Dia terlihat seperti benalu, padahal inang yang terperangkap dalam halu.

Dariku Awan yang berawal dari bisikan bintang, menghilang ...

Aku menghalangi pandangan bumi terhadap keindahan langit di angkasa. Mimpi-mimpi yang diinginkan oleh semesta, tuk disaksikan oleh bumi manusia.

***
Dreaming
***

Rasa haru menderaku, membuat air mataku berlinang membasahi kedua sisi pipiku. Jujur, aku tidak mengingat bahwa hari ini merupakan hari jadi pernikahan kami, membuat kejutan yang ia berikan benar-benar berarti.

Dreams ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang