Dreams|Bagian Dua puluh Enam

96 23 13
                                    

Aku ... Terlampau bahagia. Ke mana saja aku selama ini, hingga kutak tau bahwa aku mempunyai seorang bidadari untukku sendiri?

Dia yang telah kulukai, dia yang selalu tersakiti, cukup lama, tapi dia masih mampu untuk memaafkan diriku yang hina ini. Aku bersama rasa sesal, menyesal telah menyia-nyiakan dirinya yang terlalu baik untuk seorang beast sepertiku.

Permintaannya terlalu sederhana, tuk menjadi syarat agar ia memaafkan diriku. Tanpa ia minta pun, akan kuberikan. Karena, dia berhak untuk semua itu.

Ucapannya seakan menyayat hatiku, bukan untuk menyakitiku, melainkan tuk menyadarkanku dari khilafku. Ceritaku dimasa lalu---sebelum kedatangannya, membuatku buta akan keindahan dirinya.

Dia bagaikan berlian yang terselimut lumpur hitam. Pekatnya lumpur membuatku buta akan keindahan didalamnya. Dan bodohnya aku, aku sendirilah yang melumurinya dengan lumpur itu.

Saat kutanya alasan tentang dia yang memaafkanku dengan begitu cepatnya, aku terenyuh akan jawaban darinya. Hatinya sungguh mulia, entahlah terbuat dari apa.

“Setiap peristiwa pasti ada alasannya. Untuk apa kita dipertemukan jika bukan untuk menyelesaikan masalah yang telah kutinggalkan? Pertemuan kita ini memiliki alasan. Sama halnya dirimu yang memiliki alasan berlaku seperti itu kepadaku di masa lalu. Dan aku memberimu waktu untuk menjelaskannya kepadaku."

"Lagi pula, Allah itu Maha Pemaaf untuk hamba-Nya yang benar-benar bertobat. Lalu, apalah artinya aku untuk Allah Yang Maha Berkuasa? Tak patutlah aku bersikap sombong dengan tidak memaafkan hamba-Nya, sedangkan Ia telah memaafkannya. Kau memintaku dalam doa, dan kau dipertemukan denganku setelahnya, Mas pikir Allah mempertemukan kita secara tidak sengaja? Allah punya alasan,” ujarnya saat itu.

Dan aku, taklah mampu lagi berkata-kata. Lidahku Kelu akan rasa kagum yang memberikan irama dijantung dan denyut nadiku. Aku bahagia karenanya. Segera aku tersadar, begitu banyak nikmat Allah yang telah aku sia-siakan. Sungguh kutelah berdosa secara rahasia.

Sesuai janji, di sinilah aku dan dia sekarang. Duduk bersantai di roof top kediaman kami, dengan dia yang terbaring berbantalkan kedua pahaku. Aku mengelus pucuk kepalanya lembut, dengan mahkotanya yang tertutupi dengan jilbab.

“Tanyakanlah apa pun yang ingin kamu ketahui,” ucapku tuk mempersilahkannya bertanya. Dia yang tengah menikmati riak angin yang menerpa wajahnya pun menatapku, dia tersenyum lembut. Begitu cantik dipandang mata.

“Berceritalah seakan mas mendongengkanku,” ujarnya yang kemudian memejamkan matanya kembali seiring usapan lembutku di alis tebalnya.

“Baiklah baby girl. Pasang telingamu baik-baik yah sayang. Masmu ini tak akan mengulangnya dua kali,” godaku yang membuat semburat merah timbul dipipinya. Lucu sekali.

Aku pun menceritakan padanya tentangku dengannya, yang tiba-tiba bersatu tanpa diketahui olehnya mengenai penyebab dan peristiwa yang terjadi di sebaliknya.

Aku membelinya lalu menikahinya disebabkan mama menyukainya lebih dari apa pun. Mama ingin sekali menjadikannya menantu, yang akhirnya menjodohkanku dengannya.

Mengenai alasan mama menyukainya, hanya sebuah kejadian sederhana. Mereka tidak sengaja bertabrakan di suatu kampus, yang kemudian mama langsung menyukainya pada pandangan pertama.

Terdengar konyol memang, namun itulah yang terjadi. Aku yang tidak bisa menolak apa pun keinginan mama, akhirnya mencari tahu akan dirinya---Najwa Akib.

Aku sempat terenyuh akan kisah hidupnya yang tidak bisa dibilang bahagia, bahkan jauh dari kata bahagia. Dia memiliki orang tua, tapi tak pernah merasakan kasih sayang dari mereka.

Dreams ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang