Dreams|Bagian Tiga puluh Satu

97 22 6
                                    

Terlepas dari luka, duka, dan rasa sakit yang kuterima---aku bahagia. Layaknya berpuasa, kemudian berbuka di tengah lapar dan dahaga---aku lega. Beribu-ribu ucapan syukur atas takdir yang indah, taklah cukup. Kupatut menyembah dan bersujud dihadapan-Nya, Rabbku yang memberiku rasa.

Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Keluarga terikat dengan cinta, Cinta terbingkai dalam mahligai rumah tangga, bersama dengan rasa cinta, persahabatan ada.

Allah menuntun kita dengan mengutus Rasul-Nya, menurunkan kitab-Nya, memberi kita jalan tuk menuju negeri yang kekal abadi.

Aku telah sampai pada tahap ibadah terpanjang selama hidupku. Bilah-bilah kemesraan sebagai ladang pahala. Menggenggam tangannya, mengecupnya, telah terhitung sebagai pahala untuk kami yang telah menikah. Meski berawal dengan duka, dengan kesabaran yang tertera di dada, akhirnya bahagia.

Menuruti pintaku pada hari yang telah berlalu, aku dan dia telah berada di sini. Di atas air yang mengenang di danau, berpijakkan sebuah perahu kayu, dengan dia yang mendayung, sedang aku memandang kesegala arah.

Riak air beriak. Aku menghempas-hempaskannya ke udara. Angin menerpa, dengan alunan-alunan yang lembut menyentuh raga. Mentari menyapa dengan awan-awan yang mengiringinya. Semesta menyaksikan aku yang merasa bahagia.

Perahu telah berhenti, bersandar di pinggiran dermaga kayu yang lebih cocok disebut jembatan. Dia berdiri, menarik tanganku lembut, kami telah kembali berpijak pada daratan. Beriringan, kami menuju sebuah karpet yang telah di gelar di atas rerumputan.

Kami duduk bersebelahan, memandang hamparan danau di hadapan. Tangannya tak pernah lepas menggenggam erat tanganku. Jantung kami berdegup saling sahut menyahut, bagaikan irama yang saling melengkapi. Aku terhanyut dalam suasana yang penuh akan rasa.

"Mas," panggilku padanya, tanpa menolehkan pandanganku pada pemandangan indah di depan mata. Dapat kurasa, dia menoleh, menatapku lekat.

"Mas bilang Mama lagi di Spanyol. Mama di Spanyol bagian mana?" tanyaku kini memandangnya yang juga masih memandangku.

"Mama tau kalau kita mau honeymoon di sini. Kata Mama dia gak mau ganggu, makanya dia ke California. Padahal rencananya Mas mau kamu ketemu sama Mama," jelasnya dengan satu tangannya mengelus pipiku lembut. Aku mengangguk mengerti mendengar penjelasannya, juga sedikit merasa sedih sebab belum bisa bertemu dengan mama Lana.

"Nanti yah kita ketemu sama Mama. Rencananya juga Mama bakal balik ke Indonesia kok," ucap mas Adnan lembut. Kini mengelus kepalaku yang tertutup jilbab. Dia tersenyum kearahku yang kubalas dengan senyuman jua.

Setelah merasa sedikit lapar, kami menghentikan kegiatan kami yang menikmati indahnya rasa dalam pemandangan yang indah. Aku menyiapkan makanan untuk kami, makanan yang telah kumasak sebelum kemari. Aku hidangkan di hadapanku dengannya.

"Mas mau makan apa?" tanyaku yang telah memegang sebuah piring untuk mengambilkannya makanan yang ia inginkan.

"Terserah kamu," jawabnya yang menatapku dengan tatapan penuh cinta. Aku yang ditatap seperti itu lagi lagi merona merah. Cukup lama kami menikah, tetap saja aku tidak bisa tidak merona jika diperlakukan romantis olehnya.

Aku mengambilkannya beberapa makanan yang kuanggap disukai olehnya. Setelah itu kuberikan padanya. Dia tidak menerimanya, membuatku mengerutkan dahi bertanya padanya lewat tatapan mata.

"Kita makan sepiring berdua yah sayang. Pake tangan langsung, jangan pake sendok," pintanya manja. Aku mengangguk malu menyetujuinya.

Sebelum mulai memakan makanan yang ada dipiring yang tengah kupegang, aku mengambil sebuah gelas yang berisikan air, meminum airnya barang sedikit. Dia mengikuti apa yang kulakukan, meminum air sebelum mulai makan.

Dreams ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang