Dreams|Bagian Tiga puluh Sembilan

85 22 19
                                    

“Awan?”

Aku terlalu serius berdialog seorang diri, berkeluh kesah kepadanya, memberikannya penjelasan, hingga terlupa bahwa bisa saja mereka datang secara tiba-tiba, seperti di saat ini.

Mereka telah berdiri di sana, dengan pintu yang terbuka, menatapku penuh tanya. Ada mama, papa, Awal, Adnan, dan mama Adnan.

Dengan menghela napas panjang, aku mencium tangan Najwa yang masih kugenggam, sebelum beranjak tuk berada di hadapan mereka. Sedangkan mereka sudah terduduk di sofa yang ada di kamar inap Najwa, dengan Adnan yang menggantikanku duduk di kursi sebelah ranjang Najwa.

Mau tak mau aku menjelaskan semuanya, tanpa terkecuali. Dengan nada sendu penuh rasa sesal dan kecewa terhadap diriku sendiri. Aku seorang Awan yang irit bicara dengan ekspresi datarnya, kini berbeda. Aku menjelaskan panjang lebar dengan ekspresi duka yang kentara.

“Maafkan Awan Ma. Maafkan Awan Pa. Maafkan gue Wal. Maafkan gue Ed,” ucapku sambil menunduk kearah mereka satu persatu.

Memang sudah seharusnya aku terbuka sedari dulu, agar aku bisa meminta pendapat dari mereka mengenai langkahku selanjutnya. Bukannya diam-diam dan berakhir keliru dalam langkah yang salah.

“Awan bersalah. Awan telah keliru. Awan teledor. Awan bodoh,” ucapku kemudian, tak lagi menyembunyikan tangisku di hadapan mereka. Aku benar-benar merasa menyesal dan terluka.

Dengan tangis yang belum reda, aku mengepalkan tanganku, memukul diriku sendiri. Mereka terdiam melihatku yang seperti ini. Tak melarang tak jua menyetujui.

Bugh ...

Bugh ...

Plak ...

Plak ...

Bugh ...

“Hentikan!” ucap mama Adnan tegas. Membuat kami yang berada disana melihat kearahnya. Aku menghentikan kebodohanku, sedang Adnan menoleh dari keseriusannya memandang Najwa.

“Sudah saatnya kalian menyelesaikan masalah dimasa lalu yang tertunda. Bukan begitu Arsena?” ujarnya membuat kami kali ini memandang papa dengan pandangan penuh tanya.

Sepertinya mama Adnan mengetahui sesuatu akan misteri yang belum kupecahkan. Apakah dia juga ada hubungannya dengan misteri ini? Ataukah hanya sekedar tahu?

“Apa yang anda tau mengenai masa laluku?” tanya papa memandang sisnis mama Adnan. Kami dengan serius memperhatikan.

“Tentu saja aku tau. Najwa menantuku yang sudah kuanggap seperti anakku sendiri. Aku telah mencari tahu semua tentangnya, dan tanpa sengaja kutemukan fakta itu,” jelas mama Adnan yang tambah membuatku penasaran, juga mereka yang ada disini, yang tengah mendengarkan.

“Saat Akad mereka, tentu saja Adnan harus menyebutkan nama ayah kandung Najwa, bukan ayah angkat semata. Aku tak pernah menjadikan pernikahan sebagai mainan, pernikahan sesuatu hal yang sakral,” jelasnya kemudian. Membuatku tau dia seseorang yang sangat menyayangi anaknya juga menantunya---dia menyayangi Najwa---sangat.

“Saya curiga. Sebab bagaimanapun tak ada orang tua yang tega menyiksa anaknya seperti Sarah yang selalu melukai Najwa. Membuat saya tertarik dan mencari tahu. Hingga terlintas ide gila untuk melepaskan Najwa dari wanita iblis itu dengan menjadikannya menantuku. Walau cara yang harus saya tempuh cukup kotor,” jelasnya mengungkap fakta baru.

Dapat kulihat, Adnan pun baru tahu alasan yang satu ini. Rupa-rupanya mamanya belum pernah menjelaskannya tentang alasan ia menjodohkan Adnan dengan Najwa. Dia melepaskan Najwa dari derita dengan luka.

Dreams ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang