Dreams|Bagian Tiga puluh

96 23 6
                                    

Welcome Spanyol ...

Madrid, ibu kota Spanyol yang terkenal, merupakan negara tujuan Honeymoon kami yang untuk pertama kalinya ini.

Dengan menggunakan jet pribadi, kami menuju Madrid pada sore hari. Sebab kecepatan penerbangan 700km/jam, maka lama kami berada di udara adalah 17 jam 40 menit.

Seperti biasa, kemanapun dan di mana pun kami pergi selalu bersama yang namanya bodyguard. Untung saja, mas Adnan punya lapangan penerbangan sendiri, sehingga kami tak perlu menjadi pusat perhatian publik.

Baik di Indonesia maupun di Madrid, mas Adnan tidak menggunakan satu mobil saja, selalu lebih dari satu dengan beberapa bodyguard yang mengekori. Layaknya di film-film action, mobil hitam mengkilap selalu menemani kemanapun kami pergi.

Setelah turun dari jet, kami telah dijemput dengan beberapa mobil beserta bodyguard lainnya. Sepertinya, di Spanyol pun mas Adnan menempatkan bodyguardnya. Membuatku berpikir, apakah setiap negara yang ada di dunia dia menempatkan bodyguardnya?

Seberapa kaya sih sebenarnya suamiku ini?

Karena baru bangun dari tidur lelapku, aku tak banyak bicara. Mas Adnan pun mengerti, sehingga tak mengajakku bicara. Kami duduk dengan tenang dikursi penumpang, dengan seorang bodyguard yang mengendarai mobil yang kami tumpangi. Baik di depan maupun di bagian belakang mobil kami, ada beberapa mobil yang mengawal.

Aku memandang keluar jendela, hutan belantara yang menjadi pemandangan utama. Sepertinya kami berada di pinggiran kota. Kata mas Adnan, di sini kami tidak akan menyewa hotel atau pun resort, tapi akan menempati mansionnya yang memang berada di sini.

Lagi lagi, kami memasuki area pekarangan mansion dengan pagar yang tinggi nan luas. Pagarnya tak lagi terlihat, ditumbuhi semak belukar yang amat indah dipandang mata.

Pintu pagar itu terbuka, dibuka oleh dua pria berseragam yang dapat kutebak seorang bodyguard. Terlihatlah, sebuah bangunan yang disebut mansion begitu kokoh berdiri. Dindingnya ditumbuhi tumbuhan menjalar dengan jenis yang sama, seperti yang melekat di pagar.

Mobil yang kami tumpangi berhenti tepat di hadapan pintu mansion itu. Seorang bodyguard membukakan pintu untuk kami. Dengan menggenggam tanganku, mas Adnan membawaku keluar dari mobil, untuk masuk kedalam mansion. Diikuti beberapa pelayan yang membawakan barang-barang kami.

Aku terpaku ... Bukan hanya bagian luarnya saja yang terlihat layaknya bangunan-bangunan kuno, bagian dalamnya pun sama. Bedanya di bagian dalam tidak ditumbuhi akan tumbuhan menjalar.

Tidak hanya arsitektur rumah yang seperti itu, barang-barang di dalamnya pun barang-barang antik. Aku menatap mas Adnan dengan tatapan berbinar.

“Suka, hm?” tanyanya yang juga melihat ke arahku. Aku mengangguk semangat, menjawab pertanyaannya.

“Ayo ke kamar. Kamu butuh istirahat,” ujarnya memeluk pundakku, hendak membawaku ke kamar kami yang ada disini untuk beristirahat.

“Aku mau keliling mansion dulu,” pintaku, menahannya untuk tidak membawaku.

Dia menatapku seolah berkata aku harus istirahat dan perintahnya itu mutlak tak bisa diganggu gugat. Aku menatapnya balik, dengan tatapan memohon, mata yang berbinar.

“Kan udah istirahat tadi di jet,” rengekku berusaha membuatnya memperbolehkanku untuk melakukan yang kumau.

Kulihat, dia menghela napas panjang. Tak elak, dia melepaskan pelukannya pada pundakku, kemudian mencium pucuk kepalaku.

“Aku gak bisa nemenin yah. Mas masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan,” ucapnya mengelus kepalaku yang terbalut jilbab. Aku mengangguk menyetujui.

Dreams ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang