Dreams|Bagian Dua puluh Tujuh

119 26 25
                                    

Pertanyaan yang terlintas di benakku, telah terjawab separuhnya. Hubunganku dengannya telah jelas, dia suamiku---milikku. Kisahku dengannya telah rampung. Tuk lanjutannya, bumbu-bumbu hidup berumah tangga semata. Adnan Al-Hanan, dia sungguh telah berubah, karena Allah, untuk diriku.

Namun, aku belum bisa tuk membaca lembar demi lembar dari bukuku. Chapter yang menceritakan tentang kisah hidupku dalam keluargaku belumlah kutulis kembali dengan pena yang baru.

Jika ini memang dunia nyata, mengapa Ayi memanggilku Alora? Siapa itu Alora? Dimana dia sekarang berada?  Apa hubunganku dengannya? Lalu, kenapa aku sama sekali tidak mendapatkan informasi tentang diriku yang lama? Sungguh aku pusing karenanya.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut selalu berputar di benakku. Aku sudah bertanya akan hal itu pada mas Adnan, namun dia pun sama, masih remang-remang jawabannya.

“Mas fokusnya kan sama pencarian kamu. Pas udah ketemu, fokus lagi buat kamu segera kembali sama Mas. Untuk hal yang lainnya, yah Mas hiraukan,” jawabnya saat itu. Aku yang mendengar jawabannya tersebut hanya dapat geleng-geleng kepala, tak mengerti lagi akan perubahan sikapnya---berlebihan.

“Masih memikirkan jawaban pertanyaan-pertanyaanmu itu, hm?” tanyanya menyentakku dari lamunanku.

Aku sekarang tengah berdiri menghadap dinding kaca di kamarku dengannya. Dinding kaca yang berhadapan langsung dengan pemandangan indah di luar sana, dengan kolam renang di bawahnya. Aku menggenggam sebuah buku dan juga pena, tuk menulis semua pertanyaan dan jawaban atas semua peristiwa.

Dia yang mengagetkanku, tiba-tiba datang memelukku dari belakang. Memberiku sedikit ketenangan.

“Apa kita berdua terdampar di dunia halu yah mas? Atau lagi di mimpi yang sama gitu?” tanyaku yang sedikit tidak masuk akal. Membuat mas Adnan gemas akan diriku, menciumi pipiku yang dapat di jangkaunya.

“Ada-ada saja kamu. Mas sebelumnya sudah berusaha mencari tahu sedikit tentang Alora dan keluarga Akib. Namun, mas tidak menemukan banyak. Mereka begitu tertutup dan begitu lihai dalam menyembunyikan fakta yang sebenarnya,” jelas mas Adnan yang sama seperti diriku tak menemukan apa-apa tuk menjadi penyambung cerita, kisah kehidupanku.

“Tapi kan, Mas yah. Mereka bilang, nama anak mereka pada awalnya emang Najwa Akib. Terus setelah kecelakaan katanya anaknya lupa ingatan, dan akhirnya berubah sampe ngerubah nama,” ujarku berharap dia memberikan pendapat akan fakta yang kudapat.

“Kalo soal itu, Mas udah tau. Kata orang kepercayaan Mas, gitu ... Seperti yang sudah kamu jelaskan. Mas sampe ngusut soal kecelakaan kamu. Tapi bener-bener gak ada bukti apa-apa yang bisa buat sambungan cerita kamu,” jelasnya yang masih saja mempunyai info yang sama denganku.

“Bukan cuman soal itu aja Mas. Masa dari beberapa bulan lalu aku nyari info tentang aku yang dulu gak dapat sih,” keluhku kepadanya. Dia melepaskan pelukannya dariku, membalikkan tubuhku tuk menghadapnya. Lalu, dia menyentil dahiku.

“Masa? Mas baru-baru nyari ada kok. Soal kamu ada, apalagi Mas. Malah Mas masih berhubungan sama orang dirumah Mas yang di sana, di Jogja,” katanya dengan tawa yang ringan. Dia menertawakan kebodohanku.

“Ish Mas yah. Coba deh cek pake akun aku,” ujarku memberikannya ponselku. Dia mengutak-atiknya, beberapa saat, hanya kerutan di dahinya yang kudapat.

“Ini mah, kamu aksesnya dibatasi sayang. Pasti ada yang lagi hacker-in kamu. Dan ini fakta baru. Sepertinya antara mereka yang menyembunyikan soal kecelakaan kamu, identitas kamu, sampe ngebatasin akses kamu, ada hubungannya.”

Fakta yang dibeberkan oleh mas Adnan tersebut, segera kutulis. Aku tak ingin melewatkannya, bahkan untuk satu kata saja. Bila tak lengkap, takutnya berarti beda, dan malah membuat kesalahpahaman.

Dreams ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang